ArtikelBerita Jabar NewsBJNCerpen

Meydashinta: Dari Coretan Diary hingga Menemukan Cahaya Baru

Berita Jabar News (BJN), Kolom Artikel/Feature, Minggu (28/08/2025) ─ Feature berjudul “Meydashinta: Dari Coretan Diary hingga Menemukan Cahaya Baru” merupakan sebuah tulisan berjenis feature yang ditulis oleh Shinta Meida Fitrianingsih Suarna ─ seorang ibu rumah tangga yang tinggal di Kota Cimahi, Jawa Barat.

Namaku Shinta Meida Fitrianingsih Suarna atau biasa disingkat Meydashinta ─ sebuah nama panjang yang diberikan oleh ayahku tercinta. Namun sehari-hari, orang cukup memanggilku dengan nama singkat itu.

Kadang aku malas ditanya soal nama lengkap. Bukan karena aku tak bangga, melainkan karena nama itu begitu panjang dan penuh cerita. Dari namaku, orang sudah bisa menebak bahwa aku lahir pada bulan Mei, tepat pada tanggal 17, tiga puluh enam tahun yang lalu.

Aku dilahirkan di Cilodong, Depok, Jawa Barat ─ sebuah daerah perbatasan yang menjadikan lidahku fasih bercampur bahasa Indonesia, Sunda, dan Betawi. Dari kecil aku tumbuh dalam lingkungan yang keras, sebab ayahku adalah seorang prajurit TNI AU.

Sosok ayahku tegas dan disiplin. Bahkan, ia terkesan kaku. Namun, di balik itu semua tersimpan kasih sayang yang dalam. Meski sering dinas ke luar kota dan jarang di rumah, ayah selalu memberikan waktu yang berharga ketika ia pulang.

Untuk mengisi rindu, aku terbiasa menuliskan hari-hariku dalam buku diary sejak kelas satu Sekolah Dasar (SD). Diary menjadi sahabat setia, tempatku bercerita banyak hal yang tak sempat kusampaikan langsung. Anehnya, hingga ayah berpulang, buku-buku diary itu tidak pernah ia baca. Namun, aku tidak kecewa, sebab bagiku, cinta ayah telah hadir dalam kebersamaan yang sederhana, tetapi penuh makna.

Aku juga tumbuh dengan kecintaan pada membaca. Perpustakaan sekolah bagiku seperti kamar pribadi dan penjaganya seperti sahabat karib. Dari sana lahir kecintaanku pada puisi dan cerpen.

Sering aku berangan-angan mengirimkan tulisanku ke majalah “Bobo”, “Gadis”, “Aneka”, atau “Kawanku” ─ majalah anak dan remaja yang melegenda di tahun 80–90an. Namun, nyali itu tak pernah muncul. Aku ragu, aku takut, hingga akhirnya tulisan-tulisan itu hanya jadi saksi bisu di meja belajar.

Cita-citaku pun pernah berubah. Aku ingin seperti Ibu Yeni, Ketua Kampung Dongeng Cimahi yang selalu menebar kebaikan melalui kisah. Namun, jalan hidup membawaku ke jurusan IPA, bukan bahasa.

Aku sempat menempuh kuliah kebidanan, tapi berhenti pada semester tiga karena merasa salah jurusan. Setiap melihat darah, tubuhku melemah, dan cita-cita itu pun gugur.

Kini aku menjalani takdir yang indah sebagai ibu rumah tangga dengan dua anak lelaki yang superaktif. Usia mereka 10 dan empat tahun. Kehadiran mereka menjadikan hari-hariku penuh warna.

Empat tahun terakhir ini, aku juga sibuk memperdalam agama lewat berbagai halaqah online, kelas tahsin, hingga forum menulis. Semua itu menjadi bekal sekaligus penghibur dalam perjalananku.

Aku percaya, seperti kata Buya Hamka, “Hidup yang tidak mempunyai tujuan lebih buruk daripada kapal tanpa kemudi.” Meski jalanku berliku, aku yakin setiap peristiwa membentuk siapa diriku hari ini. Seperti kata Rumi, “Luka adalah tempat cahaya masuk ke dalam dirimu.”

Mungkin aku bukan lagi gadis kecil yang bersembunyi di balik diary, tapi aku tetaplah perempuan yang percaya bahwa kata-kata dapat menyembuhkan, meneguhkan, dan memberi arah.

***

Judul: Meydashinta: Dari Coretan Diary hingga Menemukan Cahaya Baru
Penulis: Shinta Meida Fitrianingsih Suarna
Editor: Jumari Haryadi

Catatan:

Tulisan ini merupakan tugas menulis dari peserta Workshop Menulis Online “Dari Kata Menjadi Karya” secara daring  yang diselenggarakan oleh Forum Taman Bacaan Masyarakat (FTBM) Kota Cimahi bekerja sama dengan Media Online Berita Jabar News dan Kampung Cendekia Kota Cimahi pada Minggu, 21 September 2025.

Spread the love

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *