Mengapa Sekolahku Tak Mengubah Hidupku?
BERITA JABAR NEWS (BJN), Kolom OPINI/ARTIKEL/FEATURE, Rabu (30/07/2025) – Artikel berjudul “Mengapa Sekolahku Tak Mengubah Hidupku?” merupakan karya tulis Ummu Fahhala, S. Pd., seorang Praktisi Pendidikan dan Pegiat Literasi yang tinggal di Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat.
“Bu, kenapa aku sekolah, tapi hidup kita masih begini-begini saja?”
Pertanyaan itu keluar dari mulut Rio, anak lelaki saya yang duduk di bangku SMP. Ia menunduk, memandangi seragamnya yang kusam dan sepatu robek di bagian samping. Saya menoleh, menatap matanya yang mulai berkaca-kaca. Dalam hati, saya tahu, itu bukan pertanyaan biasa. Itu jeritan kecil dari anak yang lelah berjuang dalam sistem yang tak kunjung adil.

Saya mengelus kepalanya, “Sekolah itu penting, Nak. Ilmu itu bekal hidup.”
“Tapi, Bu. Rudi enggak lulus karena enggak bisa bayar SPP, padahal dia pinter banget. Kalau sekolah cuma buat yang bisa bayar, ilmu itu jadi barang mewah, ya?” Kata Rio lirih.
Saya terdiam. Tak mampu langsung menjawab.
Beberapa hari lalu, saya membaca berita dari salah satu media mainstream (26/07/2025). Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menilai, situasi pendidikan di Jawa Barat kian memburuk. Mereka menyebutkan bahwa pendekatan sepihak dari Gubernur Dedi Mulyadi gagal menjawab akar persoalan.
JPPI menegaskan, tanpa evaluasi menyeluruh dan keterbukaan dalam tata kelola, mustahil kualitas pendidikan meningkat. Jika ini terus dibiarkan maka anak-anak seperti Rio dan Rudi akan terus menjadi korban dari kebijakan yang tak berpihak pada mereka.
Saya termenung lama setelah membaca itu. Ternyata, bukan hanya Rio yang kecewa. Ribuan anak lainnya mungkin bertanya hal yang sama: “Untuk apa aku sekolah kalau hidup tak berubah?”
Seorang tokoh pendidikan, Prof. Darmaningtyas, pernah menyampaikan bahwa pendidikan kini dikuasai oleh logika pasar. Sekolah dinilai dari laba, bukan dari dampaknya bagi manusia (3/05/2023). Oleh karena itu jangan heran jika sekolah berubah menjadi tempat tekanan, bukan tempat pembebasan.
JPPI sudah menawarkan empat solusi: perbaikan tata kelola, transparansi, evaluasi menyeluruh, dan pelibatan masyarakat. Namun, semua itu akan sia-sia jika sistem pendukungnya tetap sistem kapitalis yang menempatkan pendidikan sebagai alat ekonomi, bukan hak setiap manusia. Dalam sistem seperti ini, sekolah bukan lagi tempat mencetak insan mulia, tapi buruh pasar yang harus tunduk pada angka dan target.
Islam Datang dengan Cahaya Pendidikan yang Berkeadilan
Saya teringat kisah Rasulullah saw. saat menangkap tawanan perang Badar. Beliau tidak menyiksa mereka, tetapi memerintahkan mereka mengajar baca tulis kepada anak-anak Madinah sebagai syarat pembebasan. Pendidikan dalam Islam bukan sekadar proyek, tapi misi suci. Umar bin Khattab menggaji guru-guru dengan layak dari baitulmal, memastikan semua anak muslim belajar tanpa takut biaya.
Allah SWT berfirman, “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.” (Q.S. Al-Mujadalah: 11). Dalam Islam, pendidikan bukan jalan menuju kekayaan dunia, tetapi jalan menuju kemuliaan dan keberkahan hidup.
Mimpi Rio Adalah Amanah Kita
Malam itu, Rio tertidur lebih cepat dari biasanya. Di sebelahnya, buku-buku pelajaran tertumpuk rapi. Ia masih percaya bahwa belajar akan mengubah hidupnya dan saya, sebagai ibunya, tak bisa lagi membiarkan harapan itu padam oleh sistem yang salah arah.
Saya menulis ini, bukan untuk mengkritik siapa pun secara pribadi. Namun, untuk mengingatkan kita semua: pendidikan adalah napas peradaban. Jika sistemnya salah maka semua yang tumbuh darinya akan cacat. Hanya sistem yang menjadikan iman dan ilmu sebagai dasar kehidupanlah yang sanggup mengangkat derajat anak-anak kita, termasuk Rio, dan Rudi, dan ribuan anak lain yang hari ini mungkin sedang menunggu keadilan mengetuk pintu sekolah mereka.
***
Judul: Mengapa Sekolahku Tak Mengubah Hidupku?
Penulis: Ummu Fahhala, S. Pd., Praktisi Pendidikan dan Pegiat Literasi
Editor: JHK