Krisis Lanskap Hidup dan Kepentingan Pembangunan
BERITA JABAR NEWS (BJN), Kolom OPINI, Jumat (22/08/2025) – Artikel berjudul “Krisis Lanskap Hidup dan Kepentingan Pembangunan” ini merupakan karya original dari Yoyo C. Durachman, seorang penulis, pengarang, dosen, sutradara, dan budayawan Cimahi. Saat ini aktif sebagai anggota Dewan Penasehat, Pakar, dan Pengawas (DP3) Dewan Kebudayaan Kota Cimahi (DKKC).
Indonesia dikenal sebagai negeri yang kaya akan lanskap alam: sawah yang subur, kebun yang hijau, hutan tropis yang lebat, serta ekosistem yang menyimpan keragaman hayati luar biasa. Semua itu adalah anugerah Tuhan yang bukan hanya menjadi kebanggaan, tetapi juga sumber kehidupan bagi jutaan orang. Sayangnya dalam beberapa dekade terakhir lanskap ini mengalami perubahan drastis, bukan ke arah yang lebih baik.

Konflik kepentingan antara pelestarian lingkungan hidup dan pembangunan fisik-ekonomi telah menimbulkan kerusakan yang sulit diabaikan. Sawah produktif dialihfungsikan menjadi kompleks perumahan, kebun rakyat berubah menjadi kawasan industri, dan hutan ditebang untuk membuka jalan bagi perkebunan kelapa sawit skala besar. Dalam hitungan tahun wajah-wajah desa berubah menjadi kota. Namun, kehilangan roh dan daya hidupnya.
Kehilangan ini bukan hanya persoalan estetika atau nostalgia. Perubahan lanskap fisik ini membawa konsekuensi ekologis dan sosial yang sangat nyata. Ekosistem terganggu: tanah kehilangan kesuburan, air permukaan berkurang, udara tercemar, dan satwa liar tersingkir dari habitatnya. Di sisi lain, masyarakat lokal yang dahulu menggantungkan hidup pada keharmonisan alam kini justru menjadi korban. Mereka kehilangan akses dan kehilangan penghidupannya. Bahkan, kehilangan identitasnya.
Ironisnya, masyarakat sering kali tidak punya ruang untuk menyuarakan keberatannya. Keputusan atas nama pembangunan sering lahir dari meja rapat dan bukan dari suara akar rumput. Ketika dampaknya mulai terasa, banjir yang kian rutin, panas yang menyengat, dan hilangnya sumber air bersih, masyarakat hanya bisa berharap pada kekuatan alam itu sendiri untuk pulih dan menyeimbangkan keadaan.
Namun, apakah kita rela menyerahkan masa depan kepada ketidakpastian dan harapan pasif? Sudah saatnya kita bertanya ulang: pembangunan seperti apa yang sedang kita kejar? Untuk siapa sebenarnya hasil pembangunan itu?
Memang, tidak ada yang menolak kemajuan, Tetapi kemajuan yang meminggirkan daya dukung alam dan merampas ruang hidup masyarakat bukanlah kemajuan yang adil dan berkelanjutan. Kita butuh paradigma baru—pembangunan yang berbasis keseimbangan, bukan dominasi. Pembangunan yang menghitung nilai pohon, aliran sungai, dan tanah subur sebagai bagian dari investasi masa depan, bukan sekadar hambatan teknis.
Menjaga lanskap alam bukan berarti menolak pembangunan, tetapi mengingatkan bahwa kehidupan tidak bisa dipisahkan dari lingkungan yang sehat dan lestari. Jika alam adalah anugerah Tuhan maka menjaganya adalah bentuk syukur paling nyata. (Yoyo C. Durachman)
***
Judul: Krisis Lanskap Hidup dan Kepentingan Pembangunan
Penulis: Yoyo C. Durachman
Editor: Jumari Haryadi
Sekilas tentang Penulis
Yoyo C. Durachman adalah seorang seniman dan budayawan Cimahi yang multitalenta. Pria kelahiran Bandung, 21 September 1954 ini dikenal sebagai dosen, aktor, sutradara, penulis, pengarang, dan budayawan.
Selama karirnya dalam dunia teater, tidak kurang dari 30 pementasan telah dilakukan Yoyo dengan kapasitas sebagai sutradara, pemain, penata pentas, konsultan, dan pimpinan produksi. Naskah drama berjudul “Dunia Seolah-olah” adalah naskah drama yang ia tulis dan dibukukan bersama naskah drama lain milik Joko Kurnain, Benny Johanes, Adang Ismet, Arthur S. Nalan, dan Harris Sukristian.
Pensiunan dosen Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung ini kini sering diundang sebagai juri maupun sebagai narasumber diberbagai kegiatan kebudayaan. Selain itu, Yoyo juga aktif sebagai anggota Dewan Penasehat, Pakar, dan Pengawas (DP3) Dewan Kebudayaan Kota Cimahi (DKKC).
***