Kontemplasi
BERITA JABAR NEWS (BJN), Rubrik OPINI – Kolom OPINI – Artikel “Kontemplasi” adalah karya tulis Febri Satria Yazid, seorang pengusaha, penulis, dan pemerhati sosial yang tinggal di Kota Cimahi, Provinsi Jawa Barat.
“Kalaulah Sempat” adalah judul puisi puitis yang beredar dan viral dua hari setelah Prof. Dr. Dipl.Ing. BJ Habibie meninggal dunia pada 11 September 2019. Siang ini, puisi tersebut muncul lagi di grup WhatsApp yang menyatakan bahwa puisi tersebut merupakan suara hati almarhum, padahal sudah ada klarifikasi oleh Henmaidi yang berdomisili di Padang bahwa itu adalah tulisannya, bukan tulisan atau pidato dari almarhum.
“Tulisan itu hanya rekaan, kontemplasi untuk self reminder untuk diambil hikmahnya. Tulisan itu saya tulis tahun 2016. Pertama kali dibagi di awal 2016 melalui WhatsApp untuk berbagi renungan dengan judul ‘Kalaulah Sempat’ dan sama sekali tidak menyebut tentang almarhum Habibie. Tulisan menjadi viral ketika ada orang lain yang mengopi dan menempelkan gambar almarhum Bapak Habibie, dan tersebar seakan ini adalah tulisan beliau atau pidato almarhum di Kairo. Isi tulisan itu akan sangat menohok keluarga Pak Habibie, seakan-akan Pak Habibie merasa kesepian dan jauh dari anak cucunya di usia tua. Meski bukan kami yang mengaitkan dengan almarhum maka saya mohon maaf kepada keluarga besar Bapak Habibie akibat ketidaknyamanan karena beredarnya tulisan itu,” Ujar Henmaidi.
Henmaidi pun memberikan bukti postingan lamanya yang juga berupa klarifikasi pada tahun 2016. Dengan demikian, klaim bahwa tulisan “Kalaulah Sempat” merupakan tulisan BJ Habibie merupakan klaim yang salah. Tulisan versi aslinya ada pada link berikut.
Penjelasan Henmaidi mengenai niat dia untuk melakukan kontemplasi melalui puisi tersebut sebagai self reminder telah menginspirasi saya untuk menulis tentang pentingnya kontemplasi sebagai suatu bentuk refleksi mendalam atau pemikiran yang mendalam dan terfokus. Ini melibatkan pengamatan atau pertimbangan penuh perhatian terhadap suatu ide, konsep, atau situasi. Kontemplasi sering kali terkait dengan proses introspeksi, di mana seseorang mencoba untuk memahami dan merenungkan makna hidup, nilai-nilai, atau pengalaman pribadi.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata kontemplasi memiliki arti renungan, dengan kebulatan pikiran atau perhatian penuh. Aktivitas kontemplatif dapat melibatkan meditasi, itikaf mengisolasi diri atau memisahkan diri dari hal-hal yang mengganggu konsentrasi dalam beribadah, pengamatan diam, atau pertimbangan filosofis.
Tujuan Kontemplasi adalah untuk mencapai pemahaman yang lebih dalam atau mendapatkan wawasan yang lebih luas tentang suatu hal. Kontemplasi juga dapat menjadi cara untuk mengeksplorasi aspek spiritual atau mencari makna dalam kehidupan. Eksplorasi sering dimulai dengan merumuskan pertanyaan mendalam mengenai suatu topik. Pertanyaan ini dapat membimbing proses kontemplasi dan mendorong pemikiran yang lebih mendalam.
Misalnya, situasi kontemplatif dalam mengatasi konflik interpersonal dimulai dengan pertanyaan yang mendalam, “Mengapa saya merasa konflik ini begitu sulit? Apa yang mendasari perasaan saya?”
Selama kontemplasi, individu tersebut mengamati pikiran dan perasaan mereka terkait dengan konflik tersebut. Saya mencatat ketegangan fisik, emosi yang muncul, dan pikiran-pikiran yang berkembang, merenungkan motif atau nilai-nilai yang mungkin menjadi dasar konflik tersebut, mencoba memahami apakah ada nilai-nilai yang bertentangan atau apakah ada ketidaksetujuan mendasar.
Individu mungkin menggunakan meditasi untuk menenangkan pikiran. Melalui meditasi yang bersangkutan dapat meresapi perasaan mereka tanpa menilai atau bereaksi secara impulsif yang cenderung bertindak secara spontan, tanpa mempertimbangkan konsekuensi atau merenungkan pilihannya. Keputusan impulsif sering kali dipicu oleh dorongan emosional atau hasrat sesaat tanpa memikirkan akibat jangka panjang.
Ketika seseorang menghadapi konflik internal seperti merasa kesepian dan merasa hidup tidak berguna, kontemplasi dapat menjadi alat yang bermanfaat untuk menjelajahi dan memahami lebih dalam perasaan-perasaan tersebut dengan pendekatan kontemplatif berupa pertanyaan yang mendalam; “Mengapa saya merasa kesepian?” atau “Apa yang memberikan makna pada hidup saya?”
Lalu, amati perasaan kesepian dan ketidakbergunaan dengan penuh perhatian. Catat perasaan, pikiran, dan sensasi yang muncul tanpa menilai atau menolaknya. Renungkan tentang peristiwa-peristiwa atau perubahan dalam hidup kita yang mungkin telah memicu perasaan ini.
Tetap terbuka terhadap wawasan atau perspektif baru yang mungkin muncul selama kontemplasi. Pertimbangkan apakah ada kemungkinan untuk mengubah cara kita melihat diri sendiri dan makna hidup. Ini bisa menemukan kegiatan atau hubungan sosial baru, menetapkan tujuan baru, atau mengeksplorasi aspek-aspek kehidupan yang belum kita gali.
Jika perasaan kesepian dan ketidakbergunaan terus berlanjut, pertimbangkan untuk mencari bantuan profesional. Psikoterapi atau konselor dapat membantu diri menjelajahi lebih lanjut dan memberikan dukungan dalam mengatasi konflik internal.
Melalui kontemplasi yang penuh perhatian dan terarah, seseorang dapat mengembangkan pemahaman yang lebih dalam tentang perasaan-perasaan tersebut dan mencari cara-cara untuk mengatasi konflik internal yang mungkin memengaruhi kesejahteraan emosional dan psikologis.
Melalui eksplorasi, seseorang dapat mendapatkan pemahaman yang lebih dalam tentang sumber konflik, membangun empati terhadap pihak lain, dan mencari solusi yang lebih baik sesuai dengan nilai-nilai yang diyakini.
Eksplorasi dalam kontemplasi dapat membantu seseorang mengatasi konflik dengan cara yang konstruktif dan mendukung pertumbuhan pribadi serta hubungan yang lebih sehat. Eksplorasi dalam kontemplasi membutuhkan pengamatan penuh perhatian terhadap pikiran, perasaan, atau pengalaman yang sedang dipertimbangkan. Ini melibatkan kesadaran terhadap setiap detail atau nuansa yang muncul.
Merenung adalah kebiasaan yang bisa dikembangkan. Lakukan secara rutin untuk memperkuat ketenangan dan kedalaman pemahaman terhadap kehidupan.
Melalui praktik merenung yang terarah, kita dapat mengembangkan kebijaksanaan dan penerimaan terhadap realitas kehidupan, serta menemukan kedamaian dalam setiap fase yang telah digariskan oleh Maha Pencipta. Ini adalah perjalanan pribadi yang membantu membangun hubungan yang lebih dalam dengan diri sendiri dan dunia sekitar. (Febri S.Y.)
***
Judul: Kontemplasi
Penulis: Febri Satria Yazid, pemerhati sosial.
Editor: JHK
Catatan:
Tulisan ini bisa juga Anda baca di blog pribadi penulisnya ”Febrisatriayazid.blogspot.com” dan atas seizin penulis diterbitkan kembali di BERITA JABAR NEWS (BJN).