ArtikelBerita Jabar NewsBJNOpini

Jejak Buku “Manusia Indonesia” di Pasar Loak Cikapundung

BERITA JABAR NEWS (BJN) ─  Rubrik OPINI, Rabu (08/10/2025) ─ Artikel bertajuk Jejak Buku “Manusia Indonesia” di Pasar Loak Cikapundung ini adalah hasil tulisan Febri Satria Yazid, seorang pengusaha, penulis, dan pemerhati sosial yang tinggal di Kota Cimahi, Provinsi Jawa Barat.

Sejak masa SMA, saya sudah memiliki ketertarikan yang mendalam terhadap buku-buku yang membahas tentang manusia, tentang bagaimana ia berpikir, merasa, dan berperilaku. Buku-buku psikologi, filsafat, serta biografi tokoh-tokoh inspiratif menjadi santapan batin yang menumbuhkan kesadaran diri.

Dari sekian banyak bacaan yang pernah saya temui, dua buku yang paling membekas di hati adalah “Manusia Indonesia” karya Mochtar Lubis dan buku “Pergaulan” karya Prof. Dr. M.A.W. Brouwer, dosen psikologi Universitas Padjadjaran (Unpad).

Buku "Manusia Indonesia"
Buku “Manusia Indonesia” karya Mochtar Lubis – (Sumber: Arie/BJN)

Buku “Manusia Indonesia” yang pertama kali diterbitkan pada 1977 merupakan karya monumental yang tetap relevan hingga hari ini. Dengan gaya bahasa yang tegas dan berani, Mochtar Lubis menyingkap lapisan-lapisan karakter bangsa Indonesia: ramah, tetapi sering tidak jujur; religius, tetapi mudah tergoda oleh kekuasaan, dan; sopan, tetapi kerap menutupi kebenaran demi menjaga kenyamanan sosial. Ia menulis bukan untuk menghakimi, melainkan untuk mengajak bangsa ini bercermin, mengenali sisi gelap diri, dan berani memperbaikinya.

Yang membuat kisah saya dengan buku ini begitu berkesan adalah cara saya menemukannya. Bukan di toko buku besar yang berpendingin udara, melainkan di pasar loak yang lokasinya persis berada di depan kantor PLN Cikapundung, Bandung.

Buku itu terletak di antara tumpukan buku-buku bekas yang berdebu dan aroma khas kertas tua yang membawa nostalgia. Saya menemukan buku “Manusia Indonesia” di sana. Saat membalik halamannya, saya seperti menemukan harta karun yang telah lama tersembunyi.

Bandung memang memiliki beberapa “surga kecil” bagi para pencinta buku loak, seperti di Jalan Dewi Sartika, dan Palasari. Di tempat-tempat itu, para penjaga kios bukan hanya pedagang, tetapi juga penjaga warisan pengetahuan. Dari obrolan santai dengan mereka, saya sering mendengar kisah tentang buku-buku langka yang berpindah tangan atau pembeli yang datang jauh-jauh hanya untuk mencari satu judul tertentu.

Buku "Pergaulan" karya Prof. Dr. M.A.W. Brouwer - (Sumber: Arie/BJN)
Buku “Pergaulan” karya Prof. Dr. M.A.W. Brouwer – (Sumber: Arie/BJN)

Selain Mochtar Lubis, saya juga terkesan dengan pemikiran  M.A.W. Brouwer ─ dikenal sebagai dosen psikologi Unpad. Salah satu karyanya yang menginspirasi adalah “Pergaulan”. Dalam buku itu, Brouwer menulis dengan gaya yang lembut namun mendalam tentang hakikat hubungan manusia.

M.A.W. Brouwer menjelaskan bahwa manusia tidak bisa hidup tanpa orang lain. Menurutnya, pergaulan yang sehat adalah yang dibangun atas dasar saling menghargai, kejujuran, dan empati. Ia menekankan pentingnya keseimbangan antara kebebasan pribadi dan tanggung jawab sosial, suatu pesan yang terasa sangat relevan dengan kehidupan modern sekarang.

Hal yang menggembirakan, buku “Manusia Indonesia” tidak berhenti di tangan saya. Anak saya pun tertarik membacanya. Di halaman depan buku itu, ia menulis catatan kecil dengan tulisannya sendiri: “Tugas generasi berikutnya mengubah ciri-ciri buruk manusia Indonesia menjadi lebih baik” ─ sebuah kalimat sederhana, tetapi penuh harapan.

Saat membaca buku “Manusia Indonesia” tersebut, dada saya terasa hangat. Ada kebanggaan yang tak bisa saya ungkapkan bahwa warisan pemikiran yang lahir hampir setengah abad lalu masih mampu menyentuh hati generasi muda.

Buku "Manusia Indonesia" karya Mochtar Lubis
Ada catatan kecil dari anak penulis di buku “Manusia Indonesia” karya Mochtar Lubis yang penulis temukan pada 23 Agustus 1987 di Pasar Loak Cikapundung, Kota Bandung – (Sumber: Koleksi pribadi)

Kini, setiap kali saya membuka kembali “Manusia Indonesia” dan “Pergaulan”, saya tidak hanya membaca isi buku, tetapi juga membaca perjalanan batin saya sendiri, dari masa remaja yang haus makna hingga menjadi orang tua yang berharap pada perubahan generasi berikutnya.

Buku-buku itu, meski berasal dari zaman berbeda, berbicara dalam satu suara: bahwa memahami manusia berarti memahami tanggung jawab kita sebagai bagian dari kemanusiaan. Di antara aroma kertas tua di Cikapundung, saya menyadari satu hal bahwa sebuah buku, sekecil apa pun pengaruhnya, bisa menjadi jembatan antara masa lalu, masa kini, dan masa depan yang lebih baik. (F.S.Y./BJN).

***

Judul: Jejak Buku “Manusia Indonesia” di Pasar Loak Cikapundung
Penulis: Febri Satria Yazid
Editor: Jumari Haryadi

Catatan:

Tulisan-tulisan yang mengangkat isu-isu sosial dari Febri Satria Yazid bisa Anda baca di blog pribadi penulis Febrisatriayazid.blogspot.com”.

Spread the love

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *