ArtikelBerita Jabar NewsBJNOpini

Ibu, Jangan Jual Aku: Aku Masih Ingin Hidup

BERITA JABAR NEWS (BJN), Kolom OPINI/ARTIKEL/FEATURE, Jumat (25/07/2025) – Artikel berjudul Ibu, Jangan Jual Aku: Aku Masih Ingin Hidup” merupakan karya tulis Ummu Fahhala, S. Pd., seorang Praktisi Pendidikan dan Pegiat Literasi yang tinggal di Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat.

Di sebuah ruang gelap di sudut kota, suara tangis bayi terdengar lirih. Tubuh kecil itu tergeletak di atas kasur tipis, dibungkus kain yang telah lusuh. Seorang perempuan muda duduk di sampingnya. Matanya sembab, tangannya gemetar, dan wajahnya tampak bimbang.

Foto Ummu Fahhala
Ummu Fahhala – (Sumber: Koleksi pribadi)

“Aku tidak punya pilihan lain Nak,” bisik perempuan muda itu, nyaris tak terdengar, “Bunda sudah tak punya uang untuk beli susu. Tak ada yang bisa kita makan besok. Mereka bilang, mereka bisa bantu,” tambahnya.

Bayi itu menangis lagi, seolah memahami apa yang akan terjadi. Ia tak tahu, beberapa jam lagi, tubuh mungilnya akan dipindah ke tangan orang asing. Ia akan dijual seharga Rp 16 juta.

Perempuan itu bukan tokoh fiksi. Ia mewakili banyak perempuan miskin yang tertangkap dalam jerat sindikat perdagangan bayi. Kejahatan ini bukan sekadar aib, melainkan luka besar bagi negeri.

Bagaimana mungkin darah daging bisa diperdagangkan? Tapi itulah kenyataannya. Diungkap pada Juli 2025, sindikat penjualan bayi ke Singapura telah beroperasi sejak 2023, seperti dilansir dari beberapa media online pada 18 Juli 2025.

Lebih menyedihkan, pelaku tak hanya dari warga biasa. Ada pegawai Dukcapil yang diduga terlibat. Mereka memalsukan dokumen untuk melancarkan aksi. Sistem yang seharusnya melindungi, kini justru menjadi bagian dari sindikat kejahatan.

Dalam ruang interogasi, seorang ibu muda menangis, “Saya hanya ingin anak saya hidup lebih baik. Saya kira dia akan diadopsi, dirawat. Saya tidak tahu mereka akan bawa ke luar negeri.”

Petugas itu menunduk dengan hati bagaikan teriris sembilu.

“Bu, kami mengerti Ibu terjepit. Tapi ini bukan solusi. Anak Ibu itu bukan barang,” ujar petugas itu mengingatkan.

Kemiskinan bukan semata soal uang. Ia adalah ujian paling kejam bagi rasa kemanusiaan. Dalam sistem kapitalis sekuler yang meminggirkan agama dari kehidupan, manusia dibiarkan berjuang sendiri. Pendidikan yang dangkal, pekerjaan yang minim, harga kebutuhan yang melonjak. Di sinilah kejahatan bertumbuh, ketika rasa putus asa mengalahkan nurani.

Dr. Euis Sunarti, Guru Besar IPB pada salah media mainstream tahun 2025 mengatakan, “Kita hanya sibuk dengan program, tapi lupa membangun sistem yang benar.”

Islam dan Kisah Ibu Sejati

Andai sistem Islam hadir di negeri ini, mungkin kisah ini tak pernah terjadi. Rasulullah saw. pernah menyaksikan seorang ibu dalam tawanan. Saat sang ibu menemukan anaknya, ia langsung memeluk, menyusui, dan menangis. Nabi bertanya, “Apakah kalian melihat ibu itu akan melemparkan anaknya ke neraka?” Para sahabat menjawab, “Tidak mungkin, wahai Rasulullah.”

Beliau bersabda, “Allah lebih sayang kepada hamba-Nya daripada ibu itu kepada anaknya.” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Islam mengajarkan bahwa anak adalah amanah, bukan beban. Negara bertanggung jawab menjamin pemenuhan kebutuhan pokok rakyatnya, seperti pangan, sandang, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Bukan dengan memberi bantuan seadanya, tetapi dengan sistem yang adil dan menjamin kehidupan layak bagi seluruh rakyat.

Solusi Itu Nyata, Bukan Mimpi

Pada masa Umar bin Khattab r.a., beliau keliling malam hari untuk memastikan tidak ada rakyatnya yang kelaparan. Ketika mendengar tangis anak-anak karena kelaparan, beliau sendiri yang mengangkat gandum dari baitul mal dan memasaknya untuk mereka.

Islam bukan hanya solusi spiritual. Ia adalah sistem hidup. Ia membentuk individu yang bertakwa, masyarakat yang peduli, dan negara yang benar-benar melayani.

Penutup

Bayi-bayi itu tidak bersalah. Mereka tidak meminta dilahirkan dalam kemiskinan. Mereka hanya ingin hidup. Mereka ingin tumbuh, belajar, dan tertawa.

Saat ini, kita butuh keberanian untuk berkata cukup. Cukup sudah menjadikan anak sebagai korban. Saatnya kembali pada sistem yang menjamin perlindungan sejak dalam kandungan. Islam datang bukan untuk menghukum, tetapi menyelamatkan.

Kepada para ibu di luar sana, jika kamu membaca ini dan sedang bimbang maka Ingatlah, anakmu tidak butuh rumah mewah, tetapi ia memerlukan pelukan hangatmu. Ia tidak butuh uang banyak, tetapi wajahmu yang tenang. Jangan biarkan sistem rusak merampas haknya untuk hidup karena di setiap bayi yang menangis, ada suara kecil yang berbisik, “Ibu, jangan jual aku. Aku masih ingin hidup.”

***

Judul: Ibu, Jangan Jual Aku: Aku Masih Ingin Hidup
Penulis: Ummu Fahhala, S. Pd., Praktisi Pendidikan dan Pegiat Literasi
Editor: JHK

Spread the love

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *