ArtikelBerita Jabar NewsBJNOpini

Ibnu Sina Soreang: Sekolah yang Memberi Ruang untuk berkembang

BERITA JABAR NEWS (BJN)Kolom OPINI, Senin (24/11/2025) – Artikel berjudul “Ibnu Sina Soreang: Sekolah yang Memberi Ruang untuk berkembang” ini merupakan karya Binti Wasunah ─ Seorang guru mengaji  di Baleendah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat ─ yang telah menulis  beberapa judul buku.

Jalan-jalan di kota Soreang Kabupaten Bandung. Langkah kaki ini mengajakku singgah di sebuah sekolah swasta yang terlihat agak berbeda dengan sekolah-sekolah lain yang pernah aku kunjungi. Sekolah bernama “Ibnu Sina” ini  berdiri megah di tengah Kota Soreang.

Nama sekolah ini langsung mengingatkan aku terhadap seorang tokoh Islam yang sangat terkenal dalam dunia medis, yaitu Ibnu Sina. Aku sangat mengagumi tokoh ini sehingga tangan ini tergerak untuk menulis tentang sekolah ini.

Binti Wasunah
Binti Wasunah, Penulis – (Sumber: Koleksi pribadi)

Di tengah hiruk pikuk perkembangan zaman dan tuntutan dunia yang semakin kompleks, pendidikan tidak lagi bisa dipandang sebagai sekadar transfer pengetahuan. Pendidikan modern harus menjadi sebuah ekosistem yang utuh, tempat di mana setiap potensi individu digali, diasah, dan diberi ruang untuk mekar secara maksimal.

Tepat di jantung kota Soreang, Kabupaten Bandung, berdirilah sebuah institusi pendidikan yang mengusung filosofi ini dengan sepenuh hati: Sekolah Ibnu Sina. Lebih dari sekadar bangunan sekolah, Ibnu Sina adalah sebuah kanvas besar di mana para siswanya didorong untuk melukis masa depan mereka dengan warna-warni kecerdasan, akhlak mulia, dan kreativitas tanpa batas.

Sekolah Ibnu Sina ini berdiri megah di lokasi yang sangat strategis, bersebelahan langsung dengan pusat kantor pemerintahan Kabupaten Bandung. Lembaga ini seolah menjadi simbol sinergi antara pusat pendidikan dan pusat pembangunan daerah.

Lokasi sekolah ini tidak hanya memudahkan aksesibilitas, tetapi juga menempatkan para siswanya di denyut nadi kehidupan sosial dan pemerintahan, memberikan mereka wawasan kontekstual yang tak ternilai. Namun, keunggulan sejati Ibnu Sina tidak terletak pada lokasinya, melainkan pada visi dan metodologi pendidikannya yang holistik dan terpadu.

Sekolah ini dirancang untuk menjadi “ruang”, sebuah wadah yang aman, suportif, dan inspiratif bagi setiap siswa untuk menemukan jati diri dan berkembang menjadi versi terbaik dari diri mereka.

Filosofi di Balik Nama Besar: Menggali Inspirasi dari Sang Polymath

Nama “Ibnu Sina” sendiri bukanlah pilihan tanpa makna. Ia diambil dari nama seorang ilmuwan, filsuf, dan dokter muslim legendaris pada abad pertengahan, Abu Ali al-Husain bin Abdullah bin Sina atau Avicenna. Sekolah ini berkomitmen untuk meneladani semangat polymath sang cendekiawan.

Sekolah Ibnu Sina Soreang
Siswa MA Ibnu Sina sedang presentasi produk rekayasa ID card karya mereka pada materi pelajaran PKWU – (Sumber: Istimewa/BJN)

Ibnu Sina dikenal sebagai sosok yang menguasai berbagai disiplin ilmu—mulai dari kedokteran, filsafat, matematika, astronomi, hingga seni dan sastra. Ia adalah representasi sempurna dari keseimbangan antara ilmu pengetahuan (sains), spiritualitas (agama), dan rasionalitas (logika). Semangat inilah yang menjadi fondasi kurikulum terpadu di Sekolah Ibnu Sina Soreang.

Sekolah ini menolak pandangan sempit yang memisahkan ilmu umum dengan ilmu agama, atau membedakan kecerdasan akademik dengan bakat seni dan olahraga. Sebaliknya, Ibnu Sina merangkul semua aspek perkembangan manusia sebagai satu kesatuan yang saling melengkapi. Tujuannya jelas: melahirkan generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga matang secara emosional, kokoh secara spiritual, dan terampil dalam menghadapi tantangan dunia nyata. Generasi yang mampu berpikir seperti ilmuwan, berakhlak seperti ulama, dan berkreasi seperti seniman.

Kurikulum Terpadu: Empat Pilar Pendidikan Holistik

Keunikan Sekolah Ibnu Sina terletak pada jalinan kurikulumnya yang mengintegrasikan empat pilar utama secara harmonis: Pengetahuan Umum, Agama, Sains dan Teknologi, serta Pengembangan Minat, Bakat, dan Keterampilan. Keempat pilar ini tidak diajarkan sebagai subjek yang terisolasi, melainkan sebagai sebuah simfoni pendidikan yang saling beresonansi.

1. Pilar Pengetahuan Umum: Membangun Fondasi Intelektual yang Kokoh

Sebagai lembaga pendidikan formal, Ibnu Sina tetap berpegang teguh pada kurikulum nasional sebagai kerangka dasar pengetahuan umum. Mata pelajaran seperti Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Ilmu Pengetahuan Alam, dan Ilmu Pengetahuan Sosial diajarkan dengan standar kualitas yang tinggi. Namun, pendekatannya melampaui sekadar hafalan dan pemahaman teoretis.

Para pendidik di Ibnu Sina berperan sebagai fasilitator yang mendorong siswa untuk berpikir kritis, analitis, dan solutif. Pembelajaran berbasis proyek (project-based learning), diskusi kelompok, studi kasus, dan presentasi menjadi menu harian di ruang kelas.

Pentas seni iswa-siswi MI Ibnu Sina
Pentas seni siswa-siswi MI Ibnu Sina – (Sumber: Istimewa/BJN)

Siswa tidak hanya ditanya “apa,” tetapi juga “mengapa” dan “bagaimana.” Mereka diajak untuk menghubungkan konsep-konsep yang dipelajari di kelas dengan fenomena yang terjadi di dunia nyata. Misalnya, pelajaran ekonomi tidak hanya membahas teori permintaan dan penawaran, tetapi juga diaplikasikan dalam proyek kewirausahaan siswa.

Pelajaran sejarah tidak hanya menghafal tanggal, tetapi juga menganalisis dampaknya terhadap kondisi sosial-politik saat ini. Tujuannya adalah membangun fondasi intelektual yang kokoh, di mana siswa mampu bernalar secara logis dan memiliki wawasan global yang luas.

2. Pilar Agama: Menanamkan Akhlakul Karimah sebagai Kompas Kehidupan

Di Ibnu Sina, pendidikan agama bukanlah sekadar ritual atau pelajaran hafalan doa. Agama diposisikan sebagai kompas moral dan spiritual yang membimbing setiap langkah siswa. Kurikulum keagamaan dirancang secara mendalam untuk menanamkan nilai-nilai akhlakul karimah (akhlak yang mulia) dalam kehidupan sehari-hari.

Pembelajaran Al-Qur’an tidak hanya berfokus pada tahsin (memperbaiki bacaan) dan tahfidz (menghafal), tetapi juga tadabbur (merenungkan makna) dan implementasinya. Kisah-kisah para nabi dan rasul diajarkan bukan sebagai dongeng, melainkan sebagai sumber inspirasi kepemimpinan, kesabaran, dan integritas.

Fiqih diajarkan dengan konteks modern, sehingga siswa memahami relevansi ajaran Islam dalam menghadapi isu-isu kontemporer. Lebih dari itu, nilai-nilai keislaman diintegrasikan ke dalam seluruh aspek kehidupan sekolah.

Budaya 5S (Senyum, Sapa, Salam, Sopan, Santun), program salat Duha dan Zuhur berjamaah, kegiatan infaq dan sedekah, serta peringatan hari besar Islam menjadi bagian tak terpisahkan dari denyut nadi sekolah. Hasilnya, siswa tidak hanya memahami agamanya, tetapi juga merasakan dan mengamalkannya, menjadikan iman sebagai landasan yang kuat dalam berpikir dan bertindak.

3. Pilar Sains dan Teknologi: Membekali Siswa untuk Era Digital

Menyadari bahwa masa depan adalah milik mereka yang menguasai teknologi, Ibnu Sina memberikan porsi yang sangat besar pada pendidikan sains dan teknologi (saintek). Sekolah ini tidak ingin siswanya menjadi konsumen teknologi yang pasif, melainkan menjadi inovator dan kreator yang aktif.

Fasilitas laboratorium sains yang lengkap memungkinkan siswa untuk melakukan eksperimen dan penelitian secara langsung, mengubah teori di buku menjadi pengalaman praktis yang menarik. Di bidang teknologi, Ibnu Sina memperkenalkan siswa pada dunia digital sejak dini.

Pelajaran dasar-dasar coding, desain grafis, robotika, dan literasi digital menjadi bagian dari kurikulum. Integrasi saintek juga terlihat dalam metode pembelajaran.

Penggunaan platform e-learning, media pembelajaran interaktif, dan sumber daya digital lainnya membuat proses belajar menjadi lebih dinamis dan relevan dengan dunia anak muda. Siswa didorong untuk menggunakan teknologi secara bijak dan produktif, misalnya untuk melakukan riset, membuat presentasi multimedia, atau mengembangkan aplikasi sederhana. Ini adalah bekal krusial untuk mempersiapkan mereka menghadapi Revolusi Industri 4.0 dan tantangan global pada masa depan.

4. Pilar Pengembangan Minat, Bakat, dan Keterampilan: Ruang Ekspresi Tanpa Batas

Inilah pilar yang paling jelas menunjukkan komitmen Ibnu Sina sebagai “sekolah yang memberi ruang untuk berkembang”. Sekolah ini percaya bahwa setiap anak adalah bintang dengan cahayanya masing-masing.

Kecerdasan tidak hanya diukur dari nilai rapor, tetapi juga dari kemampuan artistik, ketangkasan fisik, dan keterampilan hidup lainnya. Untuk itu, Ibnu Sina menyediakan wadah yang sangat beragam melalui program ekstrakurikuler dan pengembangan diri. Ruang ini dibagi menjadi tiga arena utama yaitu :

Arena Akademi

Bagi siswa yang memiliki minat mendalam di bidang akademik, tersedia berbagai klub studi dan kelompok olimpiade. Ada Klub Sains untuk para calon ilmuwan, Klub Matematika untuk para pemecah masalah, Klub Debat Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia untuk mengasah kemampuan argumentasi dan berbicara di depan umum.

Ada juga Kelompok Ilmiah Remaja (KIR) untuk melatih kemampuan riset dan penulisan karya ilmiah. Siswa-siswa ini secara intensif dibimbing untuk mengikuti berbagai kompetisi di tingkat regional hingga nasional.

Arena Seni

Ibnu Sina adalah panggung bagi para jiwa kreatif. Berbagai pilihan ekstrakurikuler seni tersedia untuk menyalurkan imajinasi dan emosi siswa. Mulai dari seni musik (vokal, band, angklung), seni rupa (melukis, menggambar, kaligrafi), hingga seni pertunjukan (teater, tari tradisional).

Melalui seni, siswa belajar tentang keindahan, disiplin, kerja sama tim, dan yang terpenting, mereka belajar untuk mengekspresikan diri dengan cara yang positif dan konstruktif. Pementasan seni tahunan menjadi ajang pembuktian di mana seluruh warga sekolah dapat mengapresiasi karya-karya terbaik siswa.

Arena Olahraga

Kesehatan jasmani adalah bagian integral dari perkembangan holistik. Ibnu Sina memfasilitasi berbagai cabang olahraga untuk menumbuhkan semangat sportivitas, disiplin, dan gaya hidup sehat. Lapangan futsal, basket, dan area untuk seni bela diri seperti pencak silat dan karate selalu ramai dengan aktivitas siswa.

Tim-tim olahraga sekolah secara rutin mengikuti turnamen dan kompetisi, tidak hanya untuk meraih prestasi, tetapi juga untuk membangun karakter pejuang yang pantang menyerah dan menghargai kerja sama tim.

Lingkungan Belajar yang Mendukung: Guru sebagai Mentor, Sekolah sebagai Rumah Kedua

Kurikulum yang hebat tidak akan berarti tanpa lingkungan yang mendukung. Di Sekolah Ibnu Sina, para guru tidak hanya berperan sebagai pengajar, tetapi juga sebagai mentor, fasilitator, dan sahabat bagi para siswa. Mereka adalah para profesional yang tidak hanya menguasai bidang ilmunya, tetapi juga memiliki kepedulian tulus terhadap perkembangan setiap individu siswa.

Pendekatan yang personal dan komunikatif menjadi kunci. Guru-guru di Ibnu Sina berusaha memahami keunikan, tantangan, dan potensi setiap anak. Hubungan yang hangat dan saling percaya ini menciptakan lingkungan belajar yang aman secara psikologis, di mana siswa tidak takut untuk bertanya, tidak malu untuk mencoba, dan tidak gentar untuk gagal.

Salah satu sarana olah raga di Ibnu sina Soreang
Salah satu sarana olahraga di Ibnu Sina Soreang – (Sumber: Istimewa/BJN)

Kegagalan tidak dipandang sebagai aib, melainkan sebagai bagian dari proses belajar untuk menjadi lebih baik. Sekolah pun didesain untuk menjadi rumah kedua yang nyaman.

Ruang kelas yang bersih dan kondusif, perpustakaan yang kaya sumber ilmu, dan masjid sekolah yang menenangkan, serta area terbuka hijau untuk bersosialisasi. Semuanya berkontribusi dalam menciptakan atmosfer positif yang membuat siswa betah dan bersemangat untuk belajar dan beraktivitas.

Belajar dari Pusat Denyut Kehidupan

Letak Sekolah Ibnu Sina yang berdampingan dengan kompleks perkantoran Pemerintah Kabupaten Bandung memberikan keuntungan tersendiri. Kedekatan ini membuka peluang emas untuk pembelajaran kontekstual.

Sekolah dapat dengan mudah mengadakan kunjungan edukatif ke berbagai dinas pemerintahan, mengundang para pejabat atau praktisi sebagai guru tamu, atau melibatkan siswa dalam kegiatan-kegiatan sosial yang diinisiasi oleh pemerintah daerah.

Siswa dapat melihat secara langsung bagaimana teori pemerintahan, pelayanan publik, dan pembangunan daerah yang mereka pelajari di kelas diaplikasikan dalam dunia nyata. Hal ini tidak hanya memperkaya wawasan mereka, tetapi juga menumbuhkan rasa kepemilikan dan kepedulian terhadap lingkungan sekitar. Mereka belajar menjadi warga negara yang aktif dan bertanggung jawab sejak usia dini.

Ibnu Sina Mencetak Generasi Emas yang Siap Menerangi Masa Depan

Sekolah Ibnu Sina Soreang adalah jawaban atas kerinduan akan sebuah model pendidikan yang utuh. Ia bukan sekadar pabrik penghasil nilai akademik tinggi, melainkan sebuah taman persemaian tempat benih-benih potensi manusia disiram dengan ilmu, dipupuk dengan akhlak, dan diberi cahaya kreativitas untuk tumbuh menjulang tinggi.

Dengan memadukan secara harmonis kekuatan intelektual, kedalaman spiritual, kecakapan teknologi, dan kekayaan talenta, Ibnu Sina membuktikan bahwa pendidikan berkualitas adalah pendidikan yang memberi “ruang” ─ Ruang untuk berpikir kritis, ruang untuk beriman secara mendalam, ruang untuk berinovasi tanpa henti, dan ruang untuk menjadi diri sendiri seutuhnya.

Lulusan Sekolah Ibnu Sina diharapkan menjadi generasi emas—generasi yang tidak hanya siap bersaing di panggung global, tetapi juga memiliki karakter yang kuat, hati yang peka, dan komitmen untuk memberikan kontribusi positif bagi masyarakat, bangsa, dan agama. Mereka adalah cerminan dari semangat Ibnu Sina sang polymath: cerdas akalnya, mulia hatinya, dan terampil tangannya, siap menerangi masa depan Indonesia.

***

Judul: Ibnu Sina Soreang: Sekolah yang Memberi Ruang untuk berkembang
Penulis: Binti Wasunah, seorang guru mengaji  di Baleendah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat
Editor: JHK

Spread the love

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *