Cerpen “Surya si Buaya Air”
Berita Jabar News (BJN) – Cerita pendek (cerpen) berjudul “Surya si Buaya Air” ini merupakan karya Sarkoro Doso Budiatmoko, alumni Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Iowa State University, Amerika Serikat.
Sore itu, sambil minum teh tawar panas di serambi rumah, istri Surya mengingatkan suaminya dengan suara lembut, “Pah, jangan lupa siapkan bahan untuk ceramah besok pagi ya.”
“Okey Honey, terima kasih sudah mengingatkan. Eh, tapi besok tempatnya di mana ya?” Jawab Surya sambil bertanya.
“Nah, lupa lagi kan?” Kata istri Surya agak sewot, “Coba diingat-ingat dulu Pah. Gimana sih, jadi orang kok gampang lupa.”
Surya lalu berpikir keras berusaha mengingat sampai keningnya berkerut. Sifat lupa sering melandanya, seperti lupa nama, lupa tempat menaruh kunci, dompet, kacamata, dan lainnya. Semua membuatnya kerepotan.
Beberapa saat kemudian Surya ngomong dengan nada riang ke istrinya, “Ahaaa, aku ingat sekarang. Besok acaranya di Gedung Wanita kan Sayang?”
Ternyata perkiraaan Surya salah sehingga wajar saja kalau istrinya masih ngomel-ngomel.
“Haduuh Paaak…!” Kata istrinya Surya dengan nada kesal, “Besok itu acaranya di Aula Kecamatan, kalau yang di Gedung Wanita itu ceramah pekan depan Pak.”
“Wuaah masih salah. Maaf, kalau begitu tolong rapikan bahan-bahannya sekarang ya. Mumpung aku ingat Manis,” kata Surya setengah merayu wanita pujaannya itu, “Tolong juga ringkasannya digandakan. Besok sebelum ceramah dimulai, bagikan ke seluruh hadirin ya. Jangan salah, materi untuk besok ada di dalam map berwarna hijau,” katanya menambahkan.
“Siaaap Boss!” Sahut istri Surya kali ini dengan senyum sumringah.
Tentu saja istrinya sumringah. Ceramah baginya sama artinya dengan amplop berisi uang halal karena diperoleh dari keringat menularkan ilmu dan pengalaman suaminya ke peserta. Setidaknya akan ada tambahan uang.
Istri Surya memang pendamping ceramah yang sigap dalam menyiapkan segala keperluan suaminya. Mulai dari laptop, flashdish, dan alat tulis, serta membagi handout ke peserta.
Dengan telaten dan sabar istri Surya juga mengingatkan suaminya tentang bahan ceramah dan mendiskusikannya sebelum dipresentasikan. Dia tidak ingin mengulangi kekeliruan yang pernah terjadi.
Sebelumnya, istri Surya pernah keliru, bahan yang seharusnya untuk para wanita, tetapi ditayangkan di depan bapak-bapak. Tentu saja hadirin tertawa lebar. Surya tidak tahu itu ketawa karena lucu atau mentertawakan kesalahannya. Akibatnya Surya merasa sangat malu.
Rasa malu bercampur marah itu kemudian Surya tumpahkan ke istrinya, “Kamu ini bagaimana sih, kok bisa salah? Kan sudah aku ingatkan dari kemarin,” kata Surya saat itu dengan nada tinggi.
Menyebut istrinya dengan panggilan “kamu” saja sudah dirasakan istrinya sebagai tanda kemarahan, apalagi dengan nada tinggi. Sang istri menjadi merasa bersalah.
“Jangan terulang lagi! Bisa-bisa tidak ada lagi undangan untuk berceramah, tidak ada lagi angpaw dan tidak ada lagi makan gratis,” ancam Surya.
“Iya Pah, maaf,” jawab istri Surya ketika itu dengan nada lembut.
Pasangan suami istri yang sudah berumur ini memang merasa perlu ada kegiatan tambahan untuk mengisi waktu. Setelah pensiun dari tempat kerjanya masing-masing, terasa sekali banyak waktu melimpah, tetapi mereka sering bingung bagaimana memanfaatkannya.
Sekian tahun terbiasa sibuk bekerja kantoran, lalu tiba-tiba harus ditinggalkan dan dilupakan pasti perlu masa penyesuaian yang tidak mudah untuk dilewati. Mereka berdua sempat tidak tahu harus berbuat apa. Saat penyesuaian itu, hal-hal kecil bisa memicu kemarahan sehari semalam.
Pernah terjadi, hanya karena kucing kesayangan istri Surya naik meja makan, Surya marah-marah. Bahkan, dia gebrak dan bentak dengan nada tinggi.
“Kucing siapa ini haah! Kurang ajar naik meja makan sembarangan. Kayak enggak pernah diajari saja.”
Si kucing lari ketakutan, tetapi istrinya tersinggung berat. Umpatan Surya ke kucing diterima lain. Perempuan itu merasa kata-kata untuk kucing itu sebenarnya diarahkan kepada dirinya. Gara-gara kucing, suami istri itu bertengkar dan berlanjut hingga ke tempat tidur. Malamnya mereka berdua tidur saling membelakangi.
Istri Surya pun sama juga. Masa pensiun tidak seperti yang dia bayangkan sebelumnya. Dikiranya pensiun berarti istirahat penuh dengan kenyamanan menikmati masa tua. Namun, justru yang terjadi malah sering uring-uringan dan marah-marah tidak tentu rimba.
Karena di rumah hanya ada mereka berdua, tidak ada sasaran lain, mereka kadang saling marah. Meski kadang juga saling bercanda ria, senyum, dan saling menyayangi.
Hebatnya, panas api rumah tangga itu bisa mereka bungkus dalam kemasan yang rapi, wangi, dan indah. Kesan rumah tangga amburadul tidak pernah muncul ke luar. Semua teman melihat mereka sebagai pasangan serasi, harmonis, dan penuh kemesraan.
Beberapa teman sebaya menganggap Surya dan istrinya sebagai pasangan yang pantas dijadikan panutan. Misalnya Darmo, teman lama Surya yang berbilang tahun tidak ketemu. Ketika Darmo bertamu, mendapati Surya memanggil istrinya dengan sebutan mesra dan romantis, seperti Sayang, Cantik, Manis atau Honey.
Darmo tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya, “Surya, berapa lama kamu menikah? Kok masih mesra saja sih?”
“Ah biasa saja kok, baru tiga puluh tahunan, Mo,” jawab Surya sambil tersenyum.
“Hebat kamu Sur, bikin iri saja,” puji Darmo.
Lalu Darmo bercerita tentang seorang teman mereka, Hendra yang rumah tangganya hancur berantakan saat usia perkawinan menginjak usia 20 tahun.
“Kasihan si Hendra, anak-anaknya masih sekolah dan butuh perhatian, tapi malah hancur gara-gara selingkuh,” ujar Darmo.
Lalu Surya layaknya orang bijak menanggapi Darmo, “Mo, biasanya penyebab hancurnya rumah tangga itu memang perselingkuhan.”
“Iya Sur, Hendra itu contohnya, padahal selingkuhannya enggak cantik lho! Kok bisa ya?” Sahut Darmo.
“Banyak hal bisa membuat orang selingkuh Mo. Celakanya, salah satu sebabnya karena si suami memiliki harta dan energi berlebih yang tidak tersalurkan Mo,” timpal Surya.
“Ah menarik niih Sur, kok kamu bilang celakanya, maksudmu?” Tanya Darmo penasaran.
“Aku sebut celakanya karena bukankah setelah berkeluarga, suami atau istri ingin memiliki banyak harta dan kedudukan yang mapan. Eeh, setelah tercapai, keluarga tidak tambah kokoh, malah selingkuh,” jawab Surya.
“Betul juga Sur, kayaknya enggak ada orang rendahan dan melarat yang selingkuh ya,” sambung Darmo.
“Makanya, kalau mau selingkuh, selain kaya, juga harus cerdas dan tidak pelupa Mo Itulah kuncinya Mo,” ujar Surya sambil berbisik, khawatir terdengar istrinya.
Lalu Darmo menyahut pelan, “Lho, emang kamu …”
Tapi Darmo tidak meneruskan omongannya karena istri Surya sudah mendekati mereka membawa nampan berisi makanan kecil dan minuman. Topik obrolan pun seketika mereka alihkan ke topik quick count dan real count suara Pemilu yang sedang ramai diberitakan.
Perbincangan hari itu berlangsung hangat dan tampak menyenangkan, apalagi Istri Surya juga ikut bergabung dan sesekali menimpali. Darmo terkesan dan takjub oleh sambutan hangat Surya dan istrinya. Isi obrolan juga membuat Darmo kagum pada kawan lamanya. Dia juga bertambah salut ketika tahu anak-anak Surya sudah pada berkeluarga dan tinggal mandiri di ibu kota.
Sebelum pulang, Darmo menawari Surya untuk berbagi ilmu dan pengalaman sekian tahun berumah-tangga dengan serasi dan harmonis. Surya enggan menyanggupi, tetapi Darmo terus merayu dengan iming-imingi honor yang menarik.
“Ayolah Sur, aku punya komunitas pensiunan pejabat yang perlu ditulari ilmu dan pengalamanmu itu,” rayu Darmo.
Surya tidak langsung menyanggupi. Dia meminta waktu untuk berpikir dan berdiskusi dengan istrinya.
Esok harinya, istri Surya ikut mendorong agar suaminya mau menerima tawaran Darmo. Kata istrinya honornya lumayan dan dia sangat mendorong suaminya untuk mengiyakan tawaran Darmo.
“Hehe, kalau sudah dengar kata-kata honor, langsung deh mau. Tapi kan aku sudah lama gak pegang laptop Sayang,” ujar Surya.
“Jangan khawatir, nanti aku bantu Pah, siapa tahu hidup kita bisa lebih bermanfaat dan bisa sering plesiran,” timpal istri Surya penuh harap.
***
Begitulah, sudah lebih dari setahun ini Surya sibuk ceramah kesana-kemari menularkan ilmu dan pengalamannya. Kadang di depan ibu-ibu. Kadang di depan bapak-bapak, tetapi sering juga di depan bapak dan ibu jadi satu.
Pria berambut tebal ini menikmati sekali kesibukannya, apalagi ketika diskusi dan tanya jawab. Surya cukup piawai dalam berceramah. Materi yang serius bisa disampaikan dengan canda dan tawa. Para hadirin juga aktif bertanya dan minta saran.
Surya juga cerdas, apapun pertanyaannya, seaneh dan sesulit apapun masalahnya, selalu saja ada jawabannya, seperti pertanyaan seorang ibu suatu hari.
“Bagamana caranya agar supaya suami saya betah di rumah?” Tanya salah seorang ibu yang hadir dalam suatu acara ceramah Surya.
“Lelaki itu seperti buaya Bu. Buaya itu sejatinya binatang paling setia di dunia ini asalkan dia ada di dalam air. Makanya Bu, buatlah suami selalu berada di dalam air. Jangan biarkan suami naik ke daratan,” jawab Surya memberikan tips jitu untuk ibu tersebut agar bisa membuat sang suami betah di rumah.
“Oh begitu? Tapi apa maksud air dan daratan Pak?” tanya ibu tersebut penasaran.
“Oh itu, ibu tentu lebih tahu dari saya,” jawab Surya sehingga membuat si ibu penanya tersenyum simpul.
Surya sering menapatkan tepuk tangan meriah dari para peserta ceramahnya. Komentar positif juga sering dia dapatkan. Begitupun Darmo, makin lama makin bertambah kagum saja.
“Kamu memang keren Sur. Tolong untuk ceramah mendatang topiknya tentang panggilan sayang untuk pasangan ya,” pinta Darmo.
“Itu lho, tentang bagaimana kamu memanggil istrimu dengan sebutan sayang, manis, cantik, honey, tentang itu Sur,” jelas Darmo.
“Okey Mo, aku siapkan bahannya dulu ya,” jawab Surya tanda sepakat.
“Sebenarnya itu ceritanya gini Mo. Bertahun-tahun aku memanggil istriku dengan sebutan Mamah, atau Mah. Hanya saja suatu hari aku panggil dia ‘cantik’, Eh istriku marah, dikiranya aku lupa lagi manggil wanita lain Mo,” ungkap Surya.
“Lhaah kok marah? Kan istrimu memang cantik, kok gak mau dipanggil ‘cantik’?”
“Itu yang kemudian aku sampaikan ke istriku, Mo. Kataku, kapan lagi aku memanggilmu ‘cantik’ Mah, sebentar lagi kita tua, kamu enggak cantik lagi dan aku gak ganteng lagi,” kata Surya.
“Terus dia hilang marahnya?” kata Darmo ingin tahu.
“Iya, hilang marahnya dan kembali mesra sebagaimana biasa Mo,” kata Surya, disambung ketawa ngakak-ngakak.
“Kok ketawa Sur?” kata Darmo keheranan.
“Mo, itu sebenarnya memang nama panggilanku kepada salah satu selingkuhanku,” ungkap Surya membuka rahasia pribadinya.
“Lalu, daripada aku keliru lagi, sekalian saja aku panggil dia dengan sebutan-sebutan ‘sayang’, ‘manis’, ‘honey’ dan sejenisnya Mo,” tambah Surya dengan senyuman dan kedipan mata penuh arti.
“Kamu memang buaya, Surya,” tuduh Darmo.
“He …he …he.. Iya Mo, aku emang buaya air,” ujar Surya jujur dan kedua sahabat itu pun tertawa terbahak-bahak sampai terbatuk-batuk.
Purwokerto, 23 Maret 2024
Sarkoro Doso Budiatmoko
***
Judul: Surya si Buaya Air
Penulis: Sarkoro Doso Budiatmoko
Editor: JHK
Tentang Pengarang:
Sarkoro Doso Budiatmoko lahir di Purbalingga, Jawa Tengah dari pasangan almarhum Bapak dan Ibu Pranoto. Pendidikan formal hingga tingkat SLTA dijalaninya di kota kelahirannya ini, sedangkan pendidikan tinggi ditempuhnya di IPB, Bogor dan Iowa State University, Ames, Iowa, Amerika Serikat.
Pengalamannya menjalani berbagai penugasan selama bekerja di Perum Perhutani memperkaya wawasan dan pemikirannya yang sering dituangkan dalam tulisan. Topik tulisannya tidak terbatas pada latar belakang pendidikan dan pekerjaannya saja, tetapi juga menyangkut bidang ekonomi, sosial, politik, budaya, dan humaniora.
Atas dorongan Jumari Haryadi, Pemimpin Redaksi Pratama Media News, penulis pada 2023 mulai menulis cerita pendek (cerpen). Belasan cerpen sudah ditulis, antara lain berjudul: “Samsuri, Muazin yang Menghilang” lalu “Fadhil, Dunia ini Tak Seindah Rembulan” dan “Bram Terbelenggu Rasa”.
Sebagian dari tulisan-tulisannya telah dibukukan dengan judul: “NAH…mengambil makna dari hal-hal kecil”, diterbitkan oleh SIP Publishing, Purwokerto, 2021. Tulisan-tulisan lainnya juga sedang disiapkan untuk dibukukan, termasuk kumpulan cerita pendeknya.
Pengalaman, pergaulan, dan wawasannya bertambah luas semenjak menjalani profesi sebagai staf pengajar dari 2016 di Language Development Center (LDC), Universitas Muhammadiyah Purwokerto, UMP.
Penulis dikaruniai tiga orang anak dan beberapa cucu saat ini menetap di Purwokerto. Aktivitasnya, selain menulis dan mengajar, juga mengikuti berbagai seminar dan webinar, serta memenuhi undangan sebagai narasumber di beberapa event, termasuk dari RRI Pro-satu Purwokerto 14 Juli 2023 lalu.
***