Cerpen “Rumah Sudah, Tukang Dibunuh”
BERITA JABAR NEWS (BJN) – Cerpen berjudul “Rumah Sudah, Tukang Dibunuh” ini merupakan karya original dari Febri Satria Yazid yang sehari-hari berprofesi sebagai seorang pengusaha, penulis, dan pemerhati sosial. Penulis yang berasal dari Sumatra Barat ini merupakan anggota Kompeni (Komunitas Penulis Cimahi) dan kini menetap di Kota Cimahi.
Laras tak pernah menyangka kalau kehidupan yang pernah disaksikannya dalam sebuah sinetron di televisi, kini justru dialaminya. Selama ini ia sudah terbiasa menata dan merencanakan kehidupannya dengan cermat dan hampir semua yang terjadi sesuai dengan ekspektasinya. Oleh karena itu betapa terpukulnya Laras ketika tiba-tiba ia dikhianati oleh pasangan hidupnya yang selama ini sangat dicintainya.
Dua puluh lima tahun tahun silam ketika Laras memutuskan menikah dengan Bakri yang belum bekerja dan hanya lulusan SLTA, ia memperoleh hambatan dari kedua orang tuanya. Ayah dan ibunya tidak merestui hubungan mereka lantaran tak yakin kalau pria pilihannya itu kelak bisa bertanggung jawab sebagai kepala keluarga.
Namun, Laras meyakinkan kedua orang tuanya bahwa Bakri mempunyai semangat dan pekerja keras, “Pasti Bakri bisa bertanggung jawab. Laras tahu kok, Bakri tidak seperti yang Papa dan Mama pikirkan. Bakri itu orangnya baik dan pekerja keras. Tolong Papa dan Mama mau mengerti sedikit dengan pilihan Laras.”
Untuk lebih meyakinkan Papa dana Mamanya, Laras mengatakan bahwa sementara waktu penghasilannya sebagai sekretaris di sebuah perusahaan asing ternama sudah cukup untuk memenuhi keperluan rumah tangga mereka. Ia memohon agar kedua orang tuanya tak perlu khawatir berlebihan terhadap kehidupannya.
Cinta Laras dan kekasihnya bagai aliran sungai yang tak kenal bendungan. Meski pun orang tuanya telah berpesan, tapi hati tetap merayap tanpa henti, seperti air yang mengalir, ia menemukan jalannya sendiri. Meski larangan berkumandang, di hati mereka memahat lagu, sebuah melodi yang mengikuti alam rasa yang tersembunyi. Orang tua yang bijak, mencoba memberi petuah. Namun, cinta seperti mata air, tak terhenti tetirah.
Akhirnya orang tua Laras menyerah. Mereka tak ingin melukai perasaan putri tunggalnya dengan merestui pernikahan Laras dengan Bakri.
Tahun pertama setelah pernikahan, mereka dikarunia anak lelaki sehingga membuat rumah tangga mereka menjadi semarak dan perasaan bahagia sangat mereka rasakan. Bakri pun terpacu untuk bekerja serabutan apa saja demimemperoleh penghasilan.
Melihat semangat Bakri yang luar biasa itu, Laras pun terenyuh dan kasihan melihat suaminya. Terpikir oleh Laras untuk mendorong suaminya melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, toh dia mampu membiayainya.
Pada suatu senja yang cerah, dalam suasana batin yang nyaman, Laras menyampaikan wacana ini kepada Bakri, “Aku harap, Akang tidak tersinggung dengan maksudku mendorongmu kuliah, ini semua demi masa depan keluarga kita.”
Bakri terkejut dengan penyataan istrinya. Bagi seorang lelaki yang mestinya memikul beban tanggung jawab keluarga, tentu tawaran tersebut menjadi beban tersendiri bagi batinnya.
“Beri aku waktu untuk memikirkan tawaranmu itu, Laras,” pinta Bakri sambil merenung.
Bakri itu sebenarnya mantan teman satu sekolah Laras. Ia tergolong cerdas dan mempunyai prestasi akademik yang bagus. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab Laras jatuh cinta padanya, selain ketampanannya.
Setamat Sekolah Menengah Atas (SMA), Bakri tidak dapat melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi karena keterbatasan kemampuan ekonomi orang tuanya, sementara Laras melanjutkan pendidikan ke Akademi Sekretaris. Selama Laras kuliah, hubungan cinta mereka tetap berlanjut.
Selepas kuliah, Laras melamar kerja sebagai sekretaris di sebuah perusahaan asing bertaraf internasional di Kota Kembang, Bandung. Ia pun berhasil melewati beberapa tahapan seleksi hingga akhirnya diterima bekerja di sana.
Dengan kapasitas dan kapabilitas yang dimiliki, Laras dapat bekerja dengan baik sesuai dengan job description yang diberikan perusahaan. Gaji yang ia peroleh juga cukup tinggi dengan standar internasional sehingga ia dapat meningkatkan taraf hidupnya. Selain itu, Laras pun dapat berbagi rezeki untuk kedua orang tuanya demi membahagiakan mereka.
Beberapa hari setelah Laras mencanangkan rencana untuk menguliahkan suaminya, Bakri menyampaikan persetujuannya. Lantas Bakri memilih fakultas Teknik di salah satu perguruan tinggi swasta di Kota Bandung.
Empat tahun berlalu, Bakri dapat menyelesaikan kuliah tepat waktu dengan indeks prestasi yang sangat memuaskan. Semua ini berkat ketekunan dan semangat belajarnya yang luar biasa. Bukan main senang dan gembiranya kedua suami istri itu ketika Bakri dinyatakan lulus dengan prestasi cum laude. Babak baru dalam kehidupan rumah tangga mereka pun mewarnai rasa bahagia itu.
Tidak sulit bagi Bakri untuk memperoleh pekerjaan. Dengan prestasi yudisium cum laude itu, beberapa perusahaan menerima lamaran pekerjaannya. Akhirnya Bakri memilih bekerja di perusahaan nasional yang berkantor di Jakarta. Itu artinya Laras mesti merelakan suaminya untuk bekerja di luar kota.
Meski awalnya Laras keberatan, tapi Bakri bisa meyakinkan bahwa long distance relationship (LDR) tidak jadi kendala dalam hubungan rumah tangga mereka. Baginya, jarak Bandung dan Jakarta relatif dekat, bisa ditempuh dalam waktu 3-4 jam karena kala itu jalan tol Bandung-Jakarta sedang dibangun dan kereta cepat woosh belum jadi program pemerintah.
Taraf ekonomi keluarga Laras dan Bakri melesat tajam. Dalam waktu yang tak terlalu lama mereka memiliki rumah dan kendaraan yang memadai. Kebahagiaan kian terasa dengan kehadiran Rara, anak kedua mereka. Lengkap sudah kebahagiaan mereka sebagai sebuah keluarga yang sukses.
Hari-hari mereka lalui dengan penuh rasa bahagia. Saat minum teh sore hari, Bakri dan Laras berbincang santai di teras depan rumah mereka. Bakri mengilas balik perjalanan hidup mereka.
“Hari ini aku ingin mengucapkan terima kasih padamu, sayang. Kamu selalu menjadi sumber kekuatanku. Bersamamu, setiap hariku menjadi lebih berarti. Banyak sekali dukungan yang telah kamu berikan padaku,” ungkap Bakri pada Laras.
Laras memandang suaminya dengan penuh rasa cinta. Perjuangannya selama ini untuk kemajuan sang suami ternyata tidak sia-sia. Suaminya semakin cinta dan tahu rasa berterima kasih padanya.
“Akang, aku senang bisa menjadi pendukungmu. Apa pun yang terjadi, kita akan hadapi bersama,” jawab Laras dengan senyum bahagia.
“Kamu adalah cahaya matahari yang menerangi hari-hariku. Aku sangat mencintaimu,” balas Bakri.
“Aku juga mencintaimu, sayang. Kita adalah tim yang tak terpisahkan,” jawab Laras meyakinkan suaminya.
Sayangnya kebahagiaan yang Laras rasakan tidak berlangsung lama. Kesuksesan Bakri membuat suaminya itu mulai lupa diri. Karir Bakri yang melesat dan diiringi dengan penghasilannya yang meningkat tajam membuatnya berubah. Ia mulai bermain mata dengan wanita lain. Maklum, dengan posisi jabatan mentereng, banyak uang, dan berwajah tampan, wanita mana sih yang tak tertarik padanya.
Lambat laun Laras mencium gelagat yang tidak baik dari sikap suaminya. Beberapa kali ia memergoki suaminya sedang menerima telepon secara sembunyi-sembunyi dari seseorang. Saat kepergok, Bakri mengatakan kalau itu telepon penting dari mitra bisnis kantornya.
Kejadian ganjil lainnya adalah Bakri acap kali keluar kota saat akhir pekan. Kalau ditanya Laras, ia selalu menjawab bahwa itu merupakan konsekuensinya sebagai seorang manajer yang memiliki tugas untuk meningkatkan target perusahaannya.
Lama dipendam, akhirnya Laras memutuskan untuk menyampaikan uneg-unegnya kepada suaminya dengan nada serius, ”Aku ingin bicara tentang sesuatu yang sedikit mengganjal pikiranku belakangan ini. Aku bukan mencari masalah, tapi aku merasa ada sesuatu yang perlu kita bicarakan.”
“Apa masalah apa sayang? Aku rasa keluarga kita baik-baik saja. Bukankah selama ini aku selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk keluarga kita?” Jawab Bakri dengan perasaan was-was.
“Aku tahu Akang sudah bekerja keras demi keluarga kita. Tapi, ada sikap dan perubahan Akang yang membuatku ragu. Belakangan Akang sering tidak pulang ke Bandung pada hari libur kerja dengan alasan ada tugas keluar kota demi meningkatkan target perusahaan. Terus terang aku tidak yakin kalau Akang ada tugas kantor di hari libur,” ujar Laras dengan nada penuh selidik.
“Sayang, pekerjaanku memang sedikit lebih menuntut waktu akhir-akhir ini. Aku harus keluar kota memenuhi perintah atasan. Semua ini demi memenuhi target perusahaan. Kalau target terpenuhi, karirku juga akan baikn dan dipertimbangkan untuk naik jabatan,” balas Bakri berusaha meyakinkan Laras.
“Aku mengerti itu, tapi aku juga merasa ada yang berubah secara emosional. Kita selalu saling berbagi segalanya, tapi kenapa aku merasa semakin sulit untuk memahami perasaanmu? Aku tidak ingin berspekulasi, tapi aku butuh kejujuranmu. Kita berdua harus saling terbuka. Ada kekhawatiran yang tumbuh dalam hatiku dan aku ingin kita selesaikan bersama,” balas Laras kembali.
Bakri terdiam sejenak. Hatinya semakin tak karuan melihat keseriusan Laras dalam membahas hubungan rumah tangga mereka. Hatinya mulai meraba-raba, jangan-jangan Laras sudah tahu tentang perselingkuhannya.
“Baiklah, aku mengerti kekhawatiranmu. Mungkin aku memang terlalu banyak terlibat dalam pekerjaan, tapi itu bukan alasan untuk meragukan kesetiaanku. Kamu adalah segalanya bagiku dan aku tidak akan pernah menyakiti hatimu,” jawab Bakri dengan hati-hati.
Akhirnya Laras menutup perbincangan, ”Aku percaya padamu, tapi kita harus saling mendukung dan memahami. Komunikasi terbuka adalah kuncinya. Kita bisa melalui ini bersama-sama.”
Laras dan Bakri akhirnya berpelukan mesra. Namun, dibalik itu semua, Bakri mulai gamang dengan kebohongannya. Beruntung kali ini sang istri masih tak terlalu memeruncing permasalahan ini.
Namun, Laras bukan wanita bodoh. Ia punya teman lama yang sekantor dengan Bakri, tanpa sepengetahuan suaminya. Temannya itu yang selalu memberikan informasi penting terkait aktivitas suaminya di kantor sehingga kobohongan suaminya akhirnya terbongkar.
Tidak lama berselang, teman Laras yang sekantor dengan Bakri memberikan informasi yang tidak sedap kalau suaminya itu sering bepergian berdua dengan salah seorang pegawai perempuan yang cantik. Mereka acap kali semobil bersama. Bahkan, tanpa sengaja temannya itu pernah melihat mereka berdua menginap di sebuah aparteman yang tak jauh dari kantor mereka. Konon kabarnya mereka berdua sudah nikah siri.
Mendengar informasi tersebut, Laras sangat terguncang. Ia sama sekali tidak mengira kalau Bakri tega mengkhianatinya dengan menikahi wanita lain. Berita ini bak petir di siang bolong. Rontok sudah kepercayaan yang selama ini ia berikan pada suaminya.
Laras pun akhirnya kembali mempertanyakan informasi tersebut kepada Bakri. Mereka sempat bertengkar hebat karena Bakri selalu berusaha membantahnya. Karena terpojok, terpaksa Bakri mengakui perselingkuhanya. Laras sangat kecewa dan memutuskan untuk berpisah. Ia sangat malu pada ayahnya yang sejak awal telah mengingatkan tentang Bakri kepadanya.
Dalam senyap malam, cinta yang pernah terukir dalam pelukan, janji yang pernah diucap saat Laras dan Bakri memadu cinta yang menghadirkan dua buah hati mereka, kini berakhir sudah. Kini hati Laras tergores karena pengkhianatan Bakri.
Dulu mereka selalu bersama dalam canda dan tawa. Namun, semua itu kini telah sirna. Sayap cinta putus dan terbang entah kemana. Pengkhianatan Bakri menghadirkan luka yang teramat dalam pada diri Laras.
Begitu banyak pengorbananku yang tulus dan ikhlas. Namun, semuanya kau campakkan begitu saja. Bakri, kau memang lelaki tak tahu diuntung, batin Laras berteriak kencang.
Laras memutuskan untuk istirahat dalam keheningan hati yang terluka. Tak pernah singgah dalam benaknya akan menjalani kehidupan tragis yang diibaratkan “Rumah Sudah, Tukang Dibunuh“ (suatu ungkapan yang sangat populer di Ranah Minang yang menggambarkan perilaku tidak baik dari seseorang yang telah dibantu dalam meraih kesuksesan, lantas lupa pada kebaikan orang tersebut, bukannya berterima kasih, tapi malah mengkhianatinya).
Pengkhianatan diibaratkan sebagai tindakan yang menghancurkan sesuatu yang telah dibangun dengan kerja keras dan dedikasi, mirip dengan upaya membangun rumah yang akhirnya dihancurkan begitu saja. Ini mencerminkan perasaan kehilangan, kekecewaan, dan patah hati yang mendalam akibat dari tindakan pengkhianatan.
Laras memutuskan untuk fokus membesarkan anak-anaknya yang telah menginjak remaja. Ia akhirnya berhasil mengantarkan mereka sukses dan hidup mandiri membina keluarga .
Laras berpesan pada anak menantunya agar dapat belajar dari perjalanan cinta ayah dan ibunya, “Setiap hubungan perkawinan itu unik dan solusi agar berhasil dapat bervariasi. Kunci utamanya adalah komitmen, komunikasi terbuka, dan kerja sama aktif dari kedua belah pihak.”
Beberapa tahun setelah anak-anak Laras mandiri, Laras menemukan jodohnya, seorang duda dari negara jiran. Ia pun diboyong suaminya hidup di negara sang suami. Perjalanan cinta Laras pun kini memasuki episode baru. (Febri Satria Yazid).
***
Judul: Rumah Sudah, Tukang Dibunuh
Pengarang: Febri Satria Yazid
Editor: JHK