Berita Jabar NewsCerpenSastra

Cerpen “Perjalanan Menggapai Rida sang Illahi – Part 1”

BERITA JABAR NEWS (BJN) – Cerpen berjudul “Perjalanan Menggapai Rida sang Illahi – Part 1” merupakan karya original dari Neneng Salbiah yang sering menggunakan nama nama pena Violet Senja”.

Untuk apa aku diciptakan? Hai, namaku Helen Patricia. Udara sore ini sangat cerah, secerah hatiku saat ini. Kurang dari 12 jam lagi usiaku genap 17 tahun, usia yang sudah cukup dewasa. Alangkah bahagianya dikatakan dewasa, tidak ada lagi embel anak-anak, dapat melakukan apapun yang aku mau.

Tidak ada pesta atau acara apapun. Segala doa dan syukur aku panjatkan kepada Tuhan, atas semua yang telah Tuhan berikan kepadaku.

Tentu bukan satu kebetulan Tuhan menciptakan aku kedunia ini, ada tujuan dan konsekwensinya, ada misi dan orientasinya. Entah bagaimana kehidupanku kedepannya nanti, semua masih menjadi rahasia Tuhan.

Sebagai orang yang sudah dewasa, tentu aku harus tahu dan mencari tahu untuk apa aku diciptakan.

Aku baru saja menulis sebaris kalimat diaplikasi media sosial (medos). Suara ketukan pintu membuyarkan konsentrasiku. Tanpa menutup laptop, aku langsung beranjak menuju pintu. Rupanya mama memanggilku untuk makan.

Bermain handphone
Ilustrasi: Aku sedang bermain medsos ketika pintu kamarku diketuk Mama yang khawatir karena aku seharian ada di kamar – (Sumber: Bing Image Creator AI/Dall-E)

“Sedang apa Ci?” Tanya mama – Cici adalah panggilanku di rumah yang artinya kaka– seraya memiringkan kepala untuk melihat ke dalam kamarku.

“Sedang nulis-nulis aja, Mah, ada apa?” Tanyaku.

“Apa Kamu tidak lapar?” Tanya Mamaku lagi.

Aku menjawab dengan menggelengkan kepala, sehingga membuat rambut sebahuku ikut bergerak.

“Sejak pagi Kamu tidak keluar kamar. Bahkan, hanya untuk sekedar makan siang,” lanjut Mama.

“Kalau aku sudah merasa lapar, pasti aku akan keluar untuk makan,” jawabku.

“Mama mau ke rumah ibadah, mungkin pulang agak malam. Kamu hati-hati di rumah ya,” ujar Mama.

Aku pun kembali mengangguk untuk meyakinkan. Sebagai orang Nasrani yang taat, Mama dan Papa tidak pernah melewatkan ibadahnya sedikit pun. Sementara aku? Aku bukan anak yang nakal, pun bukan anak yang baik soal ibadah.

Selepas kepergian Mama, aku kembali berkutat dengan medsosku, Ada notif pesan di sana dan aku pun segera meng-klik-nya.

“Hai Helen, apa kabar?” Sapa salah satu teman medsosku via massanger.

“Hai Icha, aku baik. Bagaimana dengan kabarmu?” Jawabku kepada Anisa yang biasa kupanggil Icha.

Obrolan kami selalu seru dan tidak membosankan, meski kami belum pernah bertemu wajah. Aku yakin Anisa, si gadis berhijab itu orang yang sangat ramah.

Ending dari obrolan on line kami kali ini berakhir dengan tawaran Anisa untuk berkunjung ke kotanya. Awalnya aku menolak karena mengingat jarak kami sangat jauh, aku di kalimatan – tepatnya Singkawang – dan Anisa berada di Jakarta.

Anisa meyakinkanku, jika aku pasti bisa ke sana pada saat libur sekolah nanti. Akhirnya aku mempertimbangkan ajakan sahabat mayaku tersebut.

***

Seperti biasa sebelum berangkat ke sekolah, aku menunggu Papa di meja makan untuk sarapan. Mama menyajikan menu kesukaanku, yaitu bubur Pekong – bubur yang di beri toping irisan daging sapi dan ikan teri lalu di siram dengan kuah kaldu sapi bening.

“Ci, untuk ulang tahun kali ini, mau diberi hadiah apa?” Tanya Papa disela sarapan.

“Hmm, aku sedang tidak ingin hadiah,” jawabku seraya memasukan makanan ke mulutku.

“Tapi, aku punya satu permintaan,” lanjutku sambil melirik ke arah Mama dan Papa.

“Apa?” Tanya Mama.

“Libur sekolah nanti aku ingin ke Jakarta,” jawabku.

“Ke jakarta? Dengan siapa?” Seru Mama kaget.

“Jangan yang aneh-aneh Ci,” timpal Papa.

“Aku berangkat sendiri, Mah. Aku rasa tidak aneh, ada sahabatku di sana,” jelasku sambil menatap lekat mereka.

Aku melihat Papa menarik napas gusar, lalu melanjutkan sarapannya dan kami melanjutkan aktivitas pagi seperti biasa. Aku berangkat ke sekolah sekalian bersama Papa berangkat ke kantor karena sekolahku satu arah dengan kantornya.

Sepanjang perjalanan hingga aku tiba di sekolah tidak ada pembahasan tentang keinginan yang aku utarakan saat tadi sarapan.

Tidak banyak kegiatan sekolah hari ini karena menjelang liburan seusai semester. Beberapa teman-teman mengajak pergi berlibur ke destinasi wisata sekitar daerahku. Namun, aku tidak tertarik. Hatiku sudah terlanjut klik dengan tawaran Anisa, sahabat dari dunia maya.

Setiba di rumah, aku langsung mencari keberadaan Mama. Aku lempar tas sekolahku ke sofa dengan sembarang. Aku dapati Mama sedang berada di dapur. Tanpa basa-basi aku langsung merajuk, meminta agar Mama membantuku untuk merayu Papa agar mendapatkan ijin ke Jakarta.

“Sebetulnya Mama pun berat untuk memberi ijin kamu ke Jakarta Ci,” ujar mama seraya berjalan menuju meja makan dan aku mengekor di belakangnya.

“Apa sih yang membuat Mamah berat, aku sudah dewasa Mah, usiaku sudah 17 tahun,” ujarku.

Aku menarik bangku meja makan dan duduk di hadapan Mama. Aku lihat Mama tanpa senyum di wajahnya, wajah kekhawatiran seorang ibu. Aku rasa itu hal yang wajar.

“Siapa sahabatmu di sana,” tanya Mama.

“Namanya Anisa, ia orang yang sangat baik dan ramah,” ucapku sambil memperlihatkan foto Anisa dengan menggunakan baju muslimah nan anggun.

Mama meraih ponselku dan memperhatikan foto di dalamnya, kemudian memandangku lekat.

“Ci, kita tidak tahu, seperti apa orang ini, sementara kamu hanya mengenalnya lewat sosmed,” ujar mama seraya mengembalikan ponsel-ku.

“Mah, dari penampilannya saja sudah terlihat dengan jelas kalau Icha itu orang yang baik,” ucapku meyakinkan.

Mama terdiam dan aku membiarkan Mama berfikir sendiri. Aku melangkahkan kaki menuju kamarku, tidak lupa kuraih tas sekolah yang tadi sempat aku lempar ke sofa.

***

Tidur siangku begitu lelap hingga menjelang sore. Tidak biasanya Mama bembiarkanku tertidur tanpa makan siang. Apakah mama marah? Aku terdiam sejenak memulihkan ingatan dan energiku setelah terbangun dari tidur. Lamat aku mendengar perbincangan di ruang tamu.

Aku memasang telinga di balik pintu kamar, mencoba mendengarkan perbincangan antara Mama dan Papa. Mereka sedang mendiskusikan permintaanku. Dalam hati aku berdoa semoga mereka mengabulkan keinginanku.

Ilustrasi: Papa dan Mama terlihat sedang membicarakan rencanaku ke Jakarta, tanpa sepengetahuan mereka, aku mendengarkan pembicaraan mereka - (Sumber: Bing Image Creator AI/Dall-E)
Ilustrasi: Papa dan Mama terlihat sedang membicarakan rencanaku ke Jakarta, tanpa sepengetahuan mereka, aku mendengarkan pembicaraan mereka – (Sumber: Bing Image Creator AI/Dall-E)

Dengan langkah perlahan aku keluar dari kamar. Serempak mereka menoleh ke arahku. Aku pun berpura-pura tidak peduli. Aku terus melangkah menuju meja makan mengingat perutku sudah menagih minta di isi.

Saat aku mengisi piring makan, Mama menghampiri, “Supnya belum sempat Mama panaskan,” ucap mama.

“Tidak apa, Mah. Masakan Mama tetap lezat meski sudah dingin,” jawabku seraya tersenyum.

“Setelah makan, Mama sama Papa mau bicara,” lanjut Mama, aku hanya mengangguk untuk mengiyakan ajakan Mama.

Tiba-tiba selera makanku hilang, ingin rasanya aku cepat-cepat berbicara dengan mereka dan mendengar keputusan mereka atas permintaanku. Aku pun mengurangi porsi nasi yang ada dalam piring.

“Mah, Pah,” sapaku menghampiri mereka seusai makan.

“Duduk sini, Nak. Papa mau bicara,” ucap Papa.

Aku ambil posisi duduk persis di samping mama.

“Jika Papa izinkan kamu bertolak ke Jakarta, apa yang akan membuat Papa sama Mama tenang melepas kepergianmu?” Tanya Papa sambil menatapku.

“Papa sama Mama antar aku ke Bandara, sesampainya aku di Jakarta, sahabatku menunggu di Bandara Jakarta,” ucapku.

Papa menghela napas berat.

“Baiklah, Papa izinkan kamu pergi. Tapi ingat, Papa tidak memberikan Kamu kebebasan. Papa berusaha memberikan kamu tanggung jawab atas diri kamu sendiri,” ujar Papa bijak.

“Iya, Pah, aku mengerti kekhawatiran Papa sama Mamah, mengingat ini kali pertama aku berpergian tanpa kalian,” jawabku.

“Jika Kamu tidak bisa memegang tanggung jawab yang Papa berikan, Papa pastikan ini izin pertama dan terakhir yang Papa berikan,” ujar Papa tegas.

Aku mengangguk meyakinkan mereka. (BERSAMBUNG).(Violet Senja).

***

Judul: “Perjalanan Menggapai Rida sang Illahi – Part 1”
Pengarang: Neneng Salbiah
Editor: JHK

Sekilas tentang pengarang

Wanita kelahiran Bogor, 02 Juni 1978 bernama lengkap Neneng Salbiah ini aktif menulis artikel dan novel di berbagai platfoam. Tenaga pendidik non formal, kreator digital, dan aktivis sosial di bidang psikotropika ini juga merupakan seorang ibu rumah tangga,  ibu dari satu orang putri dan satu orang putra.

Belajar menulis buku
Advertorial: Belajar Menulis Buku

Klik link ini untuk mendapatkan Harga lebih terjangkau dan tanpa iuran bulanan. Jika mengalami kesulitan pembayaran karena menggunakan kartu kredit dan PayPal, kirim saja pertanyaannya via kolom komentar.

Spread the love

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *