Cerpen “Obesitas Beras di Gudang, Tetapi Perut Rakyat Kering”
BERITA JABAR NEWS (BJN), Kolom Sastra, Minggu (14/09/2025) – Cerpen Inspiratif berjudul “Obesitas Beras di Gudang, Tetapi Perut Rakyat Kering” merupakan karya tulis Ummu Fahhala, S. Pd., seorang Praktisi Pendidikan dan Pegiat Literasi yang tinggal di Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat.
Malam itu, Sari duduk di ruang tamu rumah kontrakannya. Lampu remang. Di depannya ada sepiring nasi yang sudah mulai kering. Di sampingnya, anak bungsunya, Fira, merengek.
“Bu, nasinya sedikit banget. Aku masih lapar,” terdengar suara Fira lirih.
Sari terdiam. Tangannya gemetar ketika mengelus kepala anaknya. Air matanya jatuh.
“Besok Ibu coba beli beras lagi ya, Nak. Semoga ada uangnya,” jawab Sari, berusaha tegar.

Sebenarnya Sari tahu, harga beras di warung dekat rumah sudah tak masuk akal. Ia pernah mencoba membeli beras SPHP (Stabilitas Pasokan Harga Pangan), program pemerintah yang katanya murah. Namun, kualitasnya buruk, berbau, dan anak-anaknya enggan memakannya. Sejak itu, ia lebih memilih beras biasa meski lebih mahal.
Keesokan harinya, Sari melihat berita di televisi. Pemerintah optimistis Indonesia bisa swasembada beras tahun ini. Stok disebut melimpah, gudang Bulog penuh. Namun, harga beras tetap tinggi di ratusan daerah.
Kalau berasnya melimpah, kenapa aku tetap sulit membeli? Ujar Sari dalam hati sembari menghela napas panjang. Kabar lainnya lebih membuat ia resah. Bantuan beras gratis yang selama ini ia terima terancam dihapus. Anggarannya dialihkan ke beras SPHP. Itu artinya, ia harus membeli, bukan lagi menerima bantuan.
Bagaimana mungkin rakyat miskin disuruh membeli, sementara perut anak-anak kami lapar? Tanya Sari dalam benaknya.
Di balik layar televisi, para pejabat bicara tentang stok dan surplus. Beras menumpuk di gudang Bulog hingga rawan rusak. Gudang penuh, tapi dapur rakyat kosong.
“Obesitas beras di gudang, tapi kelaparan di rumah-rumah miskin,” ucap seorang akademisi dalam sebuah diskusi yang Sari dengarkan. Kata-kata itu menancap di relung hatinya yang terdalam.
Harga beras yang mencekik bukan sekadar soal stok. Ada rantai distribusi yang kusut. Ada oligopoli yang menguasai pasar. Negara hanya bertindak sebagai wasit, bukan penjamin. Akibatnya, rakyat kecil seperti Sari menjadi korban.
Malam itu, Sari kembali berbincang dengan suaminya, “Pak, kalau begini terus, bagaimana kita bisa bertahan? Gudang Bulog katanya penuh, tapi harga tetap saja tinggi.”
Suami Sari menatap kosong.
“Negara ini sudah jadi pasar, bukan lagi pengayom. Kita hanya jadi penonton. Mereka bilang swasembada, tapi kita cuma dapat janji,” jawab suami Sari dingin, tanpa ekspresi.
Hening sejenak. Lalu suami Sari menambahkan, “Andai saja negeri ini diurus dengan aturan Islam. Imam itu raa’in, penggembala. Ia bukan sekadar numpuk di gudang, tetapi wajib memastikan beras sampai ke kita.”
Sari mengangguk. Ada sedikit cahaya harapan yang menyalakan hatinya. Ia teringat kisah Umar bin Khattab yang rela memanggul gandum untuk rakyatnya saat paceklik. Seorang pemimpin yang benar-benar perisai bagi rakyat, bukan sekadar pemberi janji.
Islam Menjawab Krisis Pangan
Dalam Islam, pangan bukan komoditas dagang semata, melainkan hak rakyat. Negara wajib hadir, memastikan beras tersedia dengan harga terjangkau. Bahkan, memberikan beras gratis bagi orang yang tidak mampu. Rasulullah saw. bersabda, “Imam adalah penggembala dan ia bertanggung jawab atas gembalaannya.”
Negara dalam Islam menata distribusi dari hulu ke hilir, menutup celah oligopoli, dan memastikan rakyat tidak kelaparan. Baitulmal siap menanggung anggaran, tanpa harus mengandalkan utang. Itulah sistem yang benar-benar menyejahterakan.
Sari menutup matanya malam itu. Ia berdoa lirih, “Ya Allah, hadirkan pemimpin yang benar-benar menjaga kami, bukan yang hanya memberi janji.”
Di tengah gelap, ada keyakinan yang tumbuh bahwa suatu hari nanti, swasembada bukan lagi jargon. Harga beras bukan lagi mencekik. Gudang penuh dan dapur rakyat pun kenyang. Bukan sekadar PHP, tapi nyata. (Ummu Fahhala).
***
Judul: Obesitas Beras di Gudang, Tetapi Perut Rakyat Kering
Penulis: Ummu Fahhala, S. Pd., Praktisi Pendidikan dan Pegiat Literasi
Editor: JHK
