Cerpen “Kepercayaan Itu Sirna”
BERITA JABAR NEWS (BJN) – Kamis (17/10/2024), Kolom Sastra – Cerpen berjudul “Kepercayaan Itu Sirna” ini merupakan buah karya original dari D.S. Samdani yang sering menggunakan nama pena “Manjaropai”. Beberapa karya cerpennya pernah terbit di media online Berita Jabar News, di antaranya berjudul “Pendakian Malam” dan “Kembali Mencari Aku”.
Di kota yang ramai penuh dengan mimpi dan gangguan, dua orang sejoli terlihat sangat bahagia. Sangat jelas terlihat jika mereka saling mencintai. Mira dan Erwin adalah pasangan suami-istri yang hubungannya tampak sempurna dari luar.
Semua orang mengagumi ikatan kasih mereka. Orang-orang melihat mereka sebagai sosok pasangan suami-istri yang sempurna. Keduanya sering bersama, tertawa, dan bercanda dengan bahagia. Namun, di balik permukaan yang sekilas tampak baik-baik saja itu, ketegangan pun mulai bermunculan di antara mereka.
Satu sisi, Mira adalah seorang seniman yang berdedikasi tinggi dan konsisten dengan dunia seni yang digelutinya. Sering kali suaminya mendapati dirinya sedang asyik bergelut dengan karyanya. Dia bisa menghabiskan waktu berjam-jam di studionya untuk menuangkan imajinasinya ke dalam sebuah karya lukisan yang indah.
Sementara Erwin adalah sosok suami sekaligus eksekutif muda di bagian pemasaran yang sangat kharismatik. Keberadaannya sebagai pasangan hidup Mira mulai terasa hambar. Dia merasa diabaikan oleh istrinya sendiri. Dia merasa kesepian tanpa kehadiran sosok Mira di sampingnya, meskipun dia mencoba memahami hasrat istrinya itu. Dia sering kali mendambakan hubungan yang pernah mereka miliki, jauh sebelum mereka memutuskan untuk berumah tangga.
Suatu malam, ketika Mira sedang asyik berkarya dengan lukisan terbarunya, Erwin pergi keluar bersama teman-temannya mencari hiburan di sebuah warung kopi yang ramai, banyak pengunjungnya. Di tempta inilah Erwin bertemu Mia, seorang wanita cerdas berparas cantik yang penuh semangat. Senyuman sangat menawan sehingga Erwin betah mengobrol bersamanya berjam-jam lamanya, seolah-olah keduanya sudah lama saling mengenal.
Minggu-minggu pun berlalu. Perkenalan yang awalnya tidak disengaja tersebut akhirnya berlanjut melalui pesan WhatsApp (WA). Mereka berdua sering terkoneksi sampai larut malam dan sesekali mengadakan pertemuan rahasia.
Sebetulnya Erwin tidak berencana menyakiti Mira, tapi sensasi perasaan lelaki yang “diinginkan” membuatnya sulit untuk ditolak. Setiap momen yang dicuri terasa seperti balsem bagi kesepiannya. Bahkan, saat rasa bersalah menggerogoti dirinya.
Mira, yang merasakan perubahan pada sikap Erwin, mencoba menghidupkan kembali kehangatan hubungan mereka. Dia berencana membuat sebuah kejutan dengan makan malam yang romantis dan berharap untuk mengembalikan kemesraan hubungan mereka seperti dulu lagi.
Namun, hati Erwin sudah terlanjur gundah, tergoda dengan keramahan Mia yang mempesona jiwanya. Cahaya lilin yang berkelap-kelip di hadapannya justru tak berdampak apa-apa. Bayangan di wajahnya jauh dari mesra sehingga kejutan yang diciptakanistrinyan tak berdampak apa-apa bagi dirinya.
Malam setelah makan malam dengan istrinya, Erwin bertemu Mia lagi. Ikatan mereka semakin dalam. Bahkan, dia mendapati dirinya terpecah antara kenyamanan karena keakraban dan kegembiraan terhadap hal baru. Namun, pada setiap pertemuan mereka, dia merasakan beban pengkhianatan yang melekat dalam benaknya.
Suatu malam yang menentukan, Mira memutuskan untuk mengejutkan Erwin dengan muncul di warung kopi favoritnya. Saat dia masuk, matanya mengamati ruangan sampai tertuju pada Erwin dan Mia yang tengah tertawa dengan bahagia. Kegembiraan mereka seperti belati yang sedang terhujam di hati Mira.
Waktu seakan membeku ketika Mira melihat pria yang dicintainya tengah bersandar di sisi Mia dengan mesra. Senyuman Erwin terlihat merona di bibirnya, sementara gelak tawa Mia memenuhi udara di sekitarnya.
Kesadaran itu menghantam Mira seperti gelombang dingin yang menyelimuti sekujur tubuhnya. Rasa hancur dan patah hati membuat Mira tak mampu njalan mendekat. Dia justru melangkah mundur dan menyelinap keluar dari warung kopi itu, tanpa diketahui Erwin.
Saat Mira berjalan pulang, air mata mengaburkan pandangannya. Rasa pengkhianatan dari seorang suami yang selama ini sangat dicintainya, terus merasuki jiwanya sehingga membuat dadanya terasa semakin menyempit. Dia merasa seolah-olah dunia hancur di bawah kakinya.
Beberapa hari kemudian, saat Erwin pulang dari kantor, suasana terasa hening bagai tak ada semilir angin. Tak ada sambutan hangat dari Mira. Wajahnya pucat bagai berada di musim dingin. Secara perlahan didekatinya sang suami dengan langkah tegar.
“Aku melihatmu, Mas,” kata Mira dengan wajah penuh selidik.
Wajah Erwin sontak pucat pasi. Beberapa detik dia seperti orang yang habis minum sebotol obat penenang. Langkahnya terhenti dengan tatapan penuh penyesalan. Dia mencoba menjelaskan apa yang terjadi dengan terbata-bata dan mengungkapkan penyesalannya. Namun, kerusakan hati Mira telah terlanjur terjadi. Wanita itu sudah tidak memercayainya lagi sepenuh hati.
Dengan berat hati, Mira mengambil keputusan sulit, berpisah dengan Erwin. Selama ini dia telah mencurahkan cintanya ke suaminya dengan sepenuh jiwa. Namun, tindakan Erwin justru sebaliknya, mengingkari ikatan cinta yang telah mereka proklamirkan dalam ikatan perkawinan yang sah. Bagi Mira, cinta yang dibangun di atas tipu daya bukanlah cinta sejati.
Pada minggu-minggu berikutnya, Mira kembali fokus dengan karya seninya, menyalurkan semua kesedihannya menjadi karya-karya cerah yang mencerminkan perjalanan penyembuhan batinnya. Sementara Erwin harus menghadapi konsekuensi dari pilihannya, dihantui oleh rasa bersalah dan hilangnya belahan jiwa yang selama menjadi bagian dari kehidupannya.
Waktu berlalu, dan meski rasa sakit karena pengkhianatan tidak pernah sepenuhnya hilang, Mira muncul lebih kuat. Dia belajar bahwa cinta tidak boleh menyebabkan rasa sakit atau mengorbankan harga diri seseorang. Saat dia melukis kanvas baru dalam hidupnya, dia memahami bahwa cinta sejati dibangun di atas kejujuran, koneksi, dan saling menghormati — pelajaran yang akan dibawanya ke masa depan. (Manjaropai).
***
Judul: “Kepercayaan Itu Sirna”
Pengarang: Manjaropai
Editor: JHK
Sekilas tentang pengarang
Manjaropai adalah nama pena dari D.S. Samdani. Mantan karyawan di sebuah perusahaan internasional ternama ini pernah terpaksa memilih resign dari tempatnya bekerja daripada terlibat dengan permainan curang yang dilakukan kantor tempatnya bekerja. Selama masa pandemi, ia lebih memilih jadi driver ojek online daripada bekerja di tempat yang diragukan kehalalannya.