Berita Jabar NewsBJNCerpenInspiratif

Cerpen “Jejak Media Bermakna”

BERITA JABAR NEWS (BJN), Kolom Sastra, Kamis (09/10/2025) – Cerpen berjudul “Jejak Media Bermaknamerupakan karya tulis Ummu Fahhala, S. Pd., seorang Praktisi Pendidikan dan Pegiat Literasi yang tinggal di Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat.

Langkah-langkah peserta memenuhi ruang konferensi di Holiday Inn Pasteur, Bandung. Kamis itu, 11 September 2025, suasana tampak berbeda. Di balik layar laptop dan catatan kecil, para jurnalis, akademisi, dan pegiat media berkumpul dalam acara “Jabar Media Summit 2025”. Tema yang diangkat sederhana, tetapi sarat makna: “Media Lokal Harus Relevan, Bukan Sekadar Viral”.

Di salah satu sudut, seorang jurnalis muda bernama Raka menatap layar proyektor dengan dahi berkerut. Matanya berhenti pada kalimat yang dilontarkan General Manager “Harapan Rakyat”, Subagja Hamara.

Ummu Fahhala, S. Pd.
Ummu Fahhala, S. Pd., Penulis – (Sumber: BJN)

“Konten berdampak harus menyentuh kepentingan publik, akurat, relevan, dan mudah dipahami.” Kalimat itu menusuk hati Raka.

Dialog di Balik Panggung

Raka berbisik pada seniornya, Bu Sinta, seorang jurnalis yang sudah lebih dari 20 tahun menulis berita.

“Bu, apa benar berita yang viral belum tentu bermanfaat?” Ujar Raka.

“Nak, viral itu seperti kembang api. Sekejap indah, lalu hilang. Tapi konten yang relevan itu seperti matahari, terbit setiap hari, menghangatkan jiwa,” jawab Bu Sinta.

“Tapi Bu, banyak media sekarang mengejar klik. Mereka bilang, tanpa viral, media mati,” balas Raka.

Bu Sinta tersenyum getir.

“Media mati bukan karena tidak viral, tapi karena kehilangan jiwa. Jika kita tunduk pada kapitalisme, media akan jadi alat pemilik modal, bukan suara rakyat. Itu yang paling berbahaya,” ujar Bu Sinta.

Media yang Kehilangan Arah

Raka termenung. Ia teringat beranda media sosialnya. Setiap hari, wajah-wajah terkenal berhamburan, gosip selebritas lebih ramai daripada berita rakyat kecil. Ia sadar, banyak temannya lebih percaya potongan video TikTok daripada laporan investigasi panjang.

“Kalau begini terus, apa jadinya generasi muda, Bu?” Tanya Raka.

“Di situlah bahayanya. Media yang tunduk pada kapitalisme akan melahirkan generasi yang dangkal. Mereka dijejali konten sekuler dan liberal. Nilai-nilai Islam terkikis sedikit demi sedikit. Bahkan hijab bisa lepas hanya karena pengaruh konten yang menormalisasi gaya hidup bebas,” ujar Bu Sinta menjelaskan.

Renungan yang Menggetarkan

Ucapan Bu Sinta bagai palu yang mengetuk hati Raka. Ia teringat firman Allah Swt., “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.” (Q.S. Al-Isra: 36).

Juga sabda Rasulullah saw., “Barang siapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mengubah dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka dengan lisannya. Jika tidak mampu, maka dengan hatinya, dan itu selemah-lemahnya iman.” (H.R. Muslim).

Cahaya Solusi

Raka menggenggam bukunya erat. Ia menemukan jawaban: media seharusnya menjadi penyambung lidah kebenaran, bukan sekadar pabrik sensasi. Media harus kembali menjadi alat dakwah, amplifier bagi Islam yang kaffah.

“Bu, kalau begitu, tugas kita bukan sekadar menulis berita, tapi menjaga peradaban,” kata Raka mencoba menuangkan buah pikirnya.

Bu Sinta mengangguk, matanya berkaca-kaca.

“Betul, Nak. Rasulullah saw. membangun peradaban dengan dakwah yang menyentuh hati. Para khalifah menyebarkan Islam dengan pena dan lisan yang jujur. Media kita pun harus begitu, menebar kebaikan, melawan kebatilan,” ujar Bu Sinta menimpali.

Penutup

Hari itu, Raka pulang dengan semangat baru. Ia tahu, jalannya sebagai jurnalis tidak mudah. Namun, ia juga tahu, setiap kata yang ditulis bisa menjadi cahaya atau kegelapan. Ia berjanji pada dirinya sendiri, menulis bukan untuk viral, tapi untuk umat. (Ummu Fahhala).

***

Judul: Jejak Media Bermakna
Penulis: Ummu Fahhala, S. Pd., Praktisi Pendidikan dan Pegiat Literasi
Editor: JHK

Spread the love

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *