Cerita Anak “Sumur Tua dan Harga Kesombongan”
BERITA JABAR NEWS (BJN), Ruang Sastra, Rabu (26/11/2025) – Cerita Anak berjudul “Sumur Tua dan Harga Kesombongan” ini ditulis oleh Kak Arie Barajati, seorang penulis, pengarang, jurnalis, dan pegiat literasi yang kini berdomisili di Desa Cihanjuang, Kabupaten Bandung Barat.
Dadang tinggal di pinggir Desa Rindang, dekat Hutan Kabut. Ia adalah anak yang kuat dan pintar, tetapi ada satu kekurangannya: ia sangat sombong.
“Rumor itu hanya untuk anak cengeng,” kata Dadang sambil menyilangkan tangan di depan teman-temannya.

Di ujung desa, tersembunyi sebuah Sumur Tua. Airnya sudah kering, lumut tebal menempel di dindingnya. Warga desa selalu berbisik bahwa sumur itu adalah gerbang menuju Kerajaan Jin, dimensi lain yang sangat berbahaya.
Setiap pagi, Kakek Surya, orang tertua di desa, selalu mengingatkan, “Nak Dadang, jangan pernah mendekati Sumur Tua itu. Di sana ada sesuatu yang penuh misteri dan berbahaya. Jangan coba-coba pergi ke sana ya. Dengarkan nasihat kakek.”

Mendengar nasihat itu, bukannya Dadang jadi takut dan menurutinya, tetapi justru ia hanya tertawa dan merasa tertantang untuk membuktikannya.
“Sumur Tua? Kerajaan Jin? Itu kan cuma cerita bohong untuk menakut-nakuti tikus!” Ujar Dadang dengan nada sombong.

Dadang merasa dia lebih berani dan hebat dari siapapun. Suatu sore dengan pongahnya ia berjalan menuju Sumur Tua itu seorang diri. Sepanjang jalan ia merasa sebagai anak yang paling berani di antara teman-temannya yang lain.
Saat sampai di sana, hawa dingin langsung menyelimuti meskipun matahari masih ada di langit. Bau tanah basah dan sulfur menusuk hidung. Dadang berhenti tepat di bibir sumur. Kegelapan di dalamnya seolah menelan semua cahaya.
Kemudian Dadang berdiri di sisi sumur tua itu sambil bertolak pinggang dengan gagahnya. Lalu ia mencondongkan tubuhnya ke lubang sumur yang gelap, menantang.
“Hai, kalau memang ada ‘raja’ di sini, tunjukkan dirimu! Aku Dadang dan aku tidak takut!” Teriak Dadang lantang.


Sejenak suasana hening, tak ada respon sama sekali. Dadang pun kembali berteriak dengan pongahnya. Ia merasa apa yang dipikirkannya selama ini benar adanya bahwa semua itu hanya donegng belaka.
Tiba-tiba, udara di sekitar sumur bergetar hebat. Sebuah suara seperti bisikan ribuan serangga datang dari bawah, diikuti hembusan angin yang sangat kencang. Warna-warna aneh-hijau, ungu, dan hitam—mulai berputar di dasar sumur.

Kaki Dadang terasa ditarik ke bawah oleh kekuatan yang tak terlihat, seperti magnet raksasa yang menyedot dengan kekuatan yang tak terhingga. Ia mencoba mundur, mencengkeram rumput, tetapi rasa sombongnya lenyap digantikan kepanikan murni.
“Tidaaaaak! Aku… aku harusnya mendengarkan!” Ratap Dadang dengan penuh penyesalan.
Dalam sekejap, pusaran cahaya itu menyedot Dadang masuk ke kedalam sumur tua itu. Ia sempat melihat kilasan menara-menara aneh dan langit yang terbuat dari awan ungu, sebelum semuanya gelap. Dadang telah melewati gerbang itu, menuju Kerajaan Jin yang tidak seharusnya ia kunjungi.

Sejak hari itu, Dadang tidak pernah kembali. Warga Desa Rindang hanya menemukan jejak kaki terakhirnya di tepi Sumur Tua. Mereka tahu, kesombongan dan keengganan mendengarkan nasihat telah membawanya pergi selamanya.
Ingatlah, keberanian sejati adalah tahu kapan harus berhenti dan menghargai petunjuk orang yang lebih bijak.
***
Judul: Sumur Tua dan Harga Kesombongan
Penulis: Kak Arie Barajati
Editor: Jumari Haryadi
