ArtikelBerita Jabar NewsBJNBudayaOpini

Catatan tentang Tutungkusan Karya Riadi Darwis

BERITA JABAR NEWS (BJN), Rubrik OPINI, Kamis (11/12/2025) – Esai berjudul Catatan tentang Tutungkusan Karya Riadi Darwisini adalah karya Didin Tulus yang merupakan seorang penulis/pengarang, penggiat buku, dan kini tinggal di Kota Cimahi, Provinsi Jawa Barat.

Ada buku-buku yang sekadar menyajikan informasi, dan ada pula buku yang membuka jalan menuju pemahaman lebih dalam tentang kehidupan. Tutungkusan karya Riadi Darwis termasuk dalam kategori kedua.

Buku ini bukan hanya kumpulan resep atau catatan kuliner, melainkan sebuah perjalanan intelektual dan emosional yang menyingkap lapisan-lapisan kearifan lokal Sunda melalui gastronomi. Dengan pena yang tajam dan hati yang lembut, Riadi mengajak pembaca menyelami dunia lalapan di kebun, sambal di ulekan, hingga rujak di lesung—semua menjadi simbol kehidupan yang sederhana namun penuh makna.

Tutungkusan
Buku “Tutungkusan” karya Riadi Darwis – (Sumber: Arie/BJN)

Gastronomi sebagai Jendela Budaya

Dalam Tutungkusan, kuliner tradisional Sunda diperlakukan bukan sekadar sebagai makanan, tetapi sebagai teks budaya yang bisa dibaca, ditafsirkan, dan direnungkan. Resep-resep yang ditulis Riadi bukan hanya daftar bahan dan cara memasak, melainkan narasi tentang bagaimana masyarakat Sunda membangun hubungan dengan alam.

Lalapan yang dipetik langsung dari kebun, misalnya, mencerminkan filosofi kesegaran, kejujuran, dan kedekatan dengan tanah. Sambal yang diulek dengan tenaga tangan menjadi simbol kerja keras dan kebersamaan, sementara rujak di lesung menghadirkan gambaran tentang perayaan, kebersamaan, dan rasa syukur.

Pendekatan interdisipliner Riadi membuat buku ini lebih dari sekadar buku kuliner. Ia mengaitkan gastronomi dengan antropologi dan sejarah. Bahkan, filsafat. Teknik memasak tradisional dipandang sebagai warisan pengetahuan yang diwariskan turun-temurun, sementara bahan-bahan lokal menjadi bukti keterhubungan manusia dengan ekosistemnya. Dengan cara ini, Tutungkusan menegaskan bahwa kuliner tradisional adalah manifestasi dari kearifan lokal yang luhur.

Riadi Darwis: Penjaga Pusaka Budaya

Riadi Darwis dikenal sebagai akademisi dan pakar gastronomi tradisional Sunda yang produktif menulis. Tutungkusan hanyalah salah satu dari deretan karya yang memperlihatkan konsistensinya dalam menjaga pusaka budaya.

Sebelumnya, Riadi Darwis telah menulis buku monumental seperti Khazanah Kuliner Keraton Kesultanan Cirebon, Khazanah Kuliner Kabuyutan Galuh Klasik, Khazanah Lalab Rujak Sambal dan Tektek, hingga Khazanah Sambara dan Rempah. Semua karya ini menunjukkan bahwa ia tidak menulis untuk sekadar mendokumentasikan, tetapi untuk memahat identitas bangsa melalui kuliner dan sastra.

Riadi Darwis
Dr. Riadi Darwis, M.Pd. – (Sumber: Arie/BJN)

Buku terbaru Riadi Darwis “Ti 2020 ka 2022” berupa antologi puisi dalam bahasa Sunda, Indonesia, dan aksara Sunda. Karya itu masuk koleksi perpustakaan dunia seperti Harvard, Cornell, dan Leiden. Fakta ini menegaskan bahwa tulisan Riadi bukan hanya relevan bagi masyarakat lokal, tetapi juga memiliki nilai universal yang diakui dunia.

Makna dari Kutipan 

Kutipan tentang Tutungkusan juga menyebutkan karya-karya Riadi lainnya, seperti “Terampil Berbahasa dan Pede Saja”. Hal ini menunjukkan bahwa Riadi tidak hanya berkutat pada gastronomi, tetapi juga menaruh perhatian pada bahasa dan pengembangan diri. Ia menulis dengan kesadaran bahwa budaya tidak bisa dipisahkan dari cara kita berkomunikasi dan membangun kepercayaan diri sebagai bangsa.

Selain itu, disebutkan pula bahwa ada sekitar 15 naskah lain yang menunggu penerbitan. Naskah-naskah tersebut mencakup kajian sejarah dan budaya di Sumedang Larang, Kabuyutan Garut, Kampung Adat Sukabumi, komunitas Baduy, Kuningan, dan Cianjur. Ada juga penelitian tentang obat-obatan tradisional, sistem pancaraken (aturan adat), ragam varietas padi Sunda, hingga mitologi pohaci sebagai dewi kesuburan. Semua ini memperlihatkan keluasan cakupan penelitian Riadi, yang tidak hanya berhenti pada kuliner, tetapi merambah ke seluruh aspek kehidupan Sunda.

Perlawanan terhadap Lupa 

Halaman seputar Tutungkusan menekankan bahwa karya-karya Riadi adalah bentuk perlawanan terhadap lupa. Di tengah arus globalisasi yang sering mengikis identitas lokal, Riadi memilih untuk menulis, meneliti, dan mendokumentasikan.

Penulis produktif ini sadar bahwa pelestarian budaya bukan hanya soal nostalgia, tetapi juga soal keberlanjutan. Dengan menuliskan resep, teknik, dan filosofi kuliner Sunda, Riadi memastikan bahwa generasi mendatang memiliki pijakan untuk mengenali jati diri mereka.

Lebih dari itu, Tutungkusan mengajarkan bahwa makanan bukan hanya soal rasa, tetapi juga soal nilai. Setiap lalapan, sambal, dan rujak adalah simbol dari hubungan manusia dengan alam, dengan sesama, dan dengan leluhur. Membaca buku ini berarti belajar memahami bahwa kuliner tradisional adalah bahasa lain dari kehidupan, bahasa yang penuh dengan kejujuran, kesederhanaan, dan kebersamaan.

Cindekna 

Tutungkusan karya Riadi Darwis adalah sebuah catatan penting dalam perjalanan literasi gastronomi Indonesia. Ia menggabungkan resep, teknik, dan budaya kuliner Sunda dengan pendekatan interdisipliner yang mendalam. Lebih dari sekadar buku kuliner, Tutungkusan adalah refleksi tentang bagaimana manusia membangun makna dari hal-hal sederhana.

Riadi Darwis, dengan produktivitas dan konsistensinya, telah membuktikan bahwa menulis tentang budaya sendiri adalah bentuk cinta paling konkret terhadap bangsa. Ia bukan hanya penulis, tetapi juga penjaga pusaka, pengingat, dan penghubung antara masa lalu dan masa depan.

Melalui Tutungkusan, Riadi Darwis mengajak kita untuk tidak sekadar makan, tetapi juga merenung: bahwa setiap suapan adalah bagian dari sejarah, setiap rasa adalah bagian dari identitas, dan setiap hidangan adalah bagian dari kehidupan yang patut dirayakan.

***

Judul: Catatan tentang Tutungkusan Karya Riadi Darwis
Penulis: Didin Tulus, sang Petualang Pameran Buku
Editor: JHK

Sekilas Info Penulis

Didin Tulus lahir di Bandung pada 14 Maret 1977. Ia menghabiskan masa kecilnya di Pangandaran, tempat ia menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah pertama. Kemudian, ia melanjutkan pendidikan menengah atas di SMA YAS Bandung.

Didin Tulus
Didin TUlus, penulis dan pegiat literasi – (Sumber: BJN)

Setelah lulus SMA, Didin Tulus melanjutkan pendidikannya di Universitas Islam Nusantara (Uninus) Fakultas Hukum. Selain itu, ia juga menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung, jurusan Seni Rupa.

Aktifitas dan Karir

Didin Tulus memiliki pengalaman yang luas di bidang penerbitan dan kesenian. Ia pernah menjadi marketing pameran di berbagai penerbit dan mengikuti pameran dari kota ke kota selama berbulan-bulan. Saat ini, ia bekerja sebagai editor di sebuah penerbitan independen.

Pengalaman Internasional

Didin Tulus beberapa kali diundang ke Kuala Lumpur untuk urusan penerbitan, pembacaan sastra, dan puisi. Pengalaman ini memperluas wawasannya dan membuka peluang untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan komunitas sastra internasional.

Kegiatan Saat Ini

Saat ini, Didin Tulus tinggal di kota Cimahi dan aktif dalam membangun literasi di kotanya. Ia berkomitmen untuk meningkatkan kesadaran dan apresiasi masyarakat terhadap kesenian dan sastra.

Dengan latar belakang pendidikan dan pengalaman yang luas, Didin Tulus telah membuktikan dirinya sebagai seorang yang berdedikasi dan berprestasi di bidang kesenian dan penerbitan.

***

Spread the love

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *