BELAJAR DARI IBU CINTA “SENI MELEPASKAN”
BERITA JABAR NEWS (BJN), Jumat (26/12/2024) – Artikel berjudul : Belajar dari Ibu Cinta “Seni Melepaskan” ini merupakan karya original dari Neneng Salbiah
Ijinkan saya menanggalkan pena tajam sejenak. Rasanya tangan ini gemetar, bukan karena takut tetapi merasakan hati yang remuk tanpa sisa. Membaca arti kekuatan dari goresan yang tertulis bukan dengan tinta. Namun, dari air mata yang tertahan.
Ada hikmah besar untuk seorang wanita yang bergelar “istri” bahwa kecantikan, kecerdasan, dan keramahan bukanlah jaminan kesetiaan pasangan atau keabadian dalam mahligai rumah tangga. Inti dari hikmah ini adalah takdir (Rahasia Illahi) tidak bisa di ramalkan.

Kita semua sudah membaca tulisan-tulisan singkat seorang ibu yang sedang terluka. Ibu Atalia Parataya. Kalimat-kalimat yang beliau goreskan, lirih, mengguncang. Kalimat sederhana. Namun, dapat merobohkan benteng emosi siapa pun yang membacanya dengan perasaan jujur.
Tulisan Ibu Cinta di hari Ibu “Di balik langkah kecil yang kita tapaki hari ini, selalu ada doa Ibu yang tak pernah putus di panjatkan.”
Disana Ibu hadir bukan menjadi tokoh utama, melainkan sebagai takdir yang bekerja dalam diam. Ia tidak menjadi pemimpin. Namun, selalu memastikan agar pasukannya tidak terberai. Tidak mengatur arah angin. Namun, meniupkan doa agar layar tetap terkembang sempurna.
“Untuk seluruh perempuan hebat yang memilih bertahan, yang lelahnya sering disimpan sendiri. Namun, cintanya selalu terbagi tanpa sisa.”
Seorang wanita yang sering dianggap lemah dan tak berdaya. Memiliki kekuatan menyimpan segala bentuk rasa di balik lelah dalam setiap langkahnya. Profesinya sebagai ibu dituntut harus kuat tanpa ada yang bertanya apakah harinya baik-baik saja.

“Terimakasih telah menjadi rumah, tempat pulang paling hangat.”
“Rumah” dalam kontek hidup Ibu Cinta, sebuah ungkapan yang begitu anggun, Ia memutuskan untuk mengakhiri perjalanan dalam biduk rumah tangganya. Namun, ia tidak mengakhiri perannya sebagai seorang Ibu. Ia tetap menjadi ruang hangat untuk anak-anaknya.
“Semoga Allah senantiasa memuliakan setiap langkahmu, dan membalas segala cinta dengan keberkahan yang berlipat.”
Doa ini ditujukan untuk para perempuan di dunia yang merasa “Aku juga lelah.” Doa tulus tanpa amarah, tanpa provokasi. Doa yang lahir dari perasaan untuk saling menguatkan bahwa hidup ini memang terkadang tidak adil. Cinta harus tetap ada agar dunia tidak terlihat kejam.
Tulisan terakhir yang saya baca dari laman media sosial Ibu Cinta. “Selamat berpisah tuan, terimakasih telah hadir dikehidupan perempuan malang ini. terimkasih untuk kebahagiaan yang masanya sudah habis itu…. Maaf jika kau menemui banyak hari buruk semasa bersamaku, maaf jika perempuan tak sempurna ini belum bisa memenuhi ekspektasimu… sekarang kau bebas tak akan ada lagi aku yang protes karena kau tak punya waktu untuknya, tak akan ada lagi aku yang khawatir tak mengabarinya seharian, tak akan ada lagi aku dan notifikasi berisiknya… Selamat merayakan kehilanganku. Sungguh cinta yang kau anggap buruk ini adalah cinta terbaik yang aku miliki, pergilah dan jangan kembali, kejar bahagiamu yang bukan aku orangnya itu…” Tulisan Bu Cinta diakhiri dengan emot menitikan air mata dan hati yang terbelah.
Kalimat jujur yang terlahir dari rongga dada yang lama menampung sunyi, dari sebuah rasa yang perlahan mati. peluk paling hangat hanyalah dari kedua tangan sendiri.
Tuhan maha mengetahui. Adakalanya perpisahan adalah bentuk kasih sayang-Nya yang tertinggi untuk menyelamatkan kewarasan jiwa. Jika bertahan hanya akan melahirkan dosa dan prasangka, saling menyakiti, maka perpisahan adalah cara yang direstui langit. Seperti surah Al-baqarah ayat 229 “… menceraikan dengan cara yang baik (tarsihun bi ihsan)…”
Bu Cinta mengajarkan bahwa; Wanita boleh setia, tapi tidak boleh bodoh. Kesetiaan ada batasnya, dan batasan kesetian adalah kewarasan.
Selamat menempuh hidup baru Ibu Cinta. Kau telah mengajarkan kami bahwa enough is truly enough.
***
Judul: Belajar dari Ibu Cinta “Seni Melepaskan”
Penulis: Neneng Salbiah
Editor: Febri Satria Yazid
