Bahasa Simbolik
BERITA JABAR NEWS (BJN), Rubrik OPINI – Artikel bertajuk “Bahasa Simbolik” ini adalah karya tulis Febri Satria Yazid, seorang pengusaha, penulis, dan pemerhati sosial yang tinggal di Kota Cimahi, Provinsi Jawa Barat.
Bahasa simbolik adalah penggunaan simbol, tanda atau representasi yang memiliki makna tertentu dalam komunikasi. Simbol ini bisa berupa kata-kata, gambar atau angka. Bahkan, gestur yang mewakili ide, perasaan atau konsep yang lebih dalam.
Bahasa simbolik sering digunakan dalam berbagai konteks seperti seni, sastra, agama, komunikasi sehari-hari, dan budaya populer. Bahasa simbolik memungkinkan seseorang untuk menyampaikan ide atau perasaan yang mungkin sulit diungkapkan dengan kata-kata biasa. Simbol sering kali membawa makna yang lebih dalam, kaya, dan berlapis-lapis yang bisa diinterpretasikan dengan berbagai cara.
Simbol sering digunakan untuk menyampaikan pesan tersembunyi atau yang hanya dimengerti oleh kelompok tertentu. Misalnya, dalam bahasa gaul atau kode, seperti “134” untuk “I Love You” yang mungkin tidak langsung dimengerti oleh semua orang.
Dalam bahasa gaul, simbol “134” adalah bentuk kode atau simbol yang sering digunakan dalam komunikasi pesan singkat. Dalam hal ini, “1” mewakili huruf “I,” “3” mewakili kata “love,” dan “4” mewakili huruf “U” (you). Simbol ini digunakan oleh beberapa orang untuk menyatakan perasaan mereka dengan cara yang sedikit tersembunyi atau kreatif, terutama dalam komunikasi teks atau media sosial.
Jika simbol “134” ditambah dengan kata “tiada 2 nya” maka maknanya menjadi lebih dalam dan spesifik. Dalam konteks ini, “134” masih berarti “I Love You” atau “aku cinta kamu.” Tambahan kata “tiada 2 nya” memperkuat pernyataan cinta itu dengan menegaskan bahwa orang yang dicintai tersebut adalah satu-satunya, tidak ada yang bisa menggantikan atau menyamainya.
Dalam seni dan sastra, bahasa simbolik memainkan peran penting dalam memperkaya karya dengan memberikan dimensi tambahan yang mengundang penafsiran dari para penikmatnya. Penggunaan metafora, lambang, dan alegori adalah beberapa contoh utama bagaimana bahasa simbolik ini diterapkan.
Metafora berupa jenis bahasa simbolik yang membandingkan dua hal yang berbeda tanpa menggunakan kata “seperti” atau “bagaikan.” Metafora digunakan untuk memberikan makna tambahan atau mengungkapkan konsep yang mungkin sulit diungkapkan secara langsung. Misalnya, dalam puisi, penyair mungkin menggunakan metafora seperti “samudra kesedihan” untuk menggambarkan perasaan duka yang sangat dalam.
Lambang merupakan objek, karakter atau peristiwa yang digunakan untuk mewakili ide atau konsep tertentu di luar makna literalnya. Lambang memberikan lapisan makna tambahan pada sebuah karya seni atau sastra. Misalnya, burung merpati sering digunakan sebagai lambang perdamaian.
Dalam novel atau film, warna tertentu seperti merah bisa menjadi lambang kemarahan, cinta atau bahaya, tergantung pada konteksnya. Penggunaan lambang ini memungkinkan penulis atau seniman untuk menyampaikan pesan yang lebih kompleks dan multifaset, serta bisa diinterpretasikan dengan berbagai cara oleh penikmatnya.
Alegori adalah bentuk narasi di mana karakter, peristiwa atau elemen lain dalam cerita berfungsi sebagai simbol yang mewakili makna moral, spiritual atau politik yang lebih besar. Alegori sering digunakan untuk menyampaikan kritik sosial atau pandangan filosofis melalui cerita yang tampaknya sederhana, seperti sering kita temukan dalam berita-berita di Indonesia, terutama berita politik, politikus “korup” sering direpresentasikan dengan elemen “tikus berdasi”
Penggunaan bahasa simbolik dalam seni dan sastra tidak hanya menambah kedalaman dan kompleksitas pada karya tersebut, tetapi juga mengundang penafsiran dari penikmatnya. Setiap pembaca atau penonton dapat membawa latar belakang, pengalaman, dan perspektif mereka sendiri dalam memahami simbol yang disajikan. Hal ini menciptakan berbagai kemungkinan interpretasi, membuat karya seni atau sastra tersebut lebih kaya dan tahan lama dalam relevansinya.
Simbol-simbol yang digunakan dalam karya seni atau sastra juga dapat berfungsi sebagai cermin bagi pembaca atau penonton, membantu mereka merenungkan makna hidup, emosi, dan realitas sosial. Dalam hal ini, bahasa simbolik tidak hanya memperkaya karya itu sendiri tetapi juga memperdalam hubungan antara karya dan penikmatnya, memungkinkan mereka untuk menemukan makna pribadi yang resonan dan signifikan.
Dalam agama, bahasa simbolik digunakan untuk menyampaikan konsep spiritual, moral, dan metafisika yang sering kali sulit dijelaskan secara langsung dengan kata-kata biasa. Simbol dalam agama membantu umat memahami dan merasakan nilai-nilai spiritual yang dalam.
Banyak ritual dan upacara agama menggunakan simbol untuk mengekspresikan hubungan dengan yang Ilahi. Misalnya, air dalam upacara pembaptisan Kristen melambangkan pembersihan dosa dan kelahiran baru.
Dalam Islam, bulan sabit dan bintang adalah simbol yang sering dikaitkan dengan iman dan petunjuk. Teks-teks suci sering menggunakan bahasa simbolik untuk mengajarkan ajaran moral dan spiritual. Misalnya, dalam Alkitab, Yesus sering berbicara dalam perumpamaan yang menggunakan simbol untuk menyampaikan ajaran tentang kerajaan Allah.
Dalam Hindu, simbol “Om” dianggap mewakili seluruh alam semesta dan kesadaran Ilahi. Simbol seperti salib dalam Kristen, mandala dalam Buddhisme. Simbol-simbol ini membantu umat untuk fokus dalam meditasi, doa, atau ibadah, serta menjadi penanda identitas keagamaan mereka.
Dalam komunikasi sehari-hari, bahasa simbolik sering digunakan untuk menyampaikan pesan dengan cara yang lebih efektif, emosional atau rahasia. Ini bisa dalam bentuk ekspresi wajah, gestur atau emoji dalam pesan teks.
Banyak simbol dalam bentuk gestur atau ekspresi wajah yang digunakan untuk berkomunikasi tanpa kata-kata. Misalnya, anggukan kepala sebagai tanda setuju atau isyarat tangan tertentu yang menunjukkan perasaan atau makna tertentu dalam konteks budaya.
Pada era digital, emoji telah menjadi bentuk bahasa simbolik yang sangat populer. Misalnya, simbol hati digunakan untuk mengekspresikan cinta atau kasih sayang, sementara wajah senyum menandakan kebahagiaan atau persetujuan.
Dalam komunikasi rahasia atau informal, orang sering menggunakan simbol atau kode tertentu untuk menyampaikan pesan. Misalnya, angka seperti “911” digunakan sebagai kode untuk menyampaikan sesuatu dengan cepat dan singkat.
Dalam budaya populer, bahasa simbolik digunakan untuk menciptakan identitas, menyampaikan pesan sosial atau untuk hiburan.
Dalam film dan musik, simbol sering digunakan untuk menambahkan lapisan makna atau untuk menciptakan suasana tertentu. Misalnya, warna hitam sering digunakan dalam film untuk melambangkan kejahatan atau misteri.
Dalam musik, simbol seperti notasi musik atau sampul album sering kali memiliki makna tersendiri yang terkait dengan tema atau pesan lagu.
Banyak elemen mode yang bersifat simbolik, seperti warna, logo, atau desain tertentu. Misalnya, pakaian dengan logo tertentu dapat menjadi simbol status atau identitas kelompok.
Meme adalah bentuk bahasa simbolik yang berkembang di internet dan sering kali menyampaikan pesan humor, kritik sosial atau pandangan dunia dengan cara yang singkat dan mudah dipahami. Misalnya, meme wajah “Doge” atau frasa seperti “Keep Calm and Carry On” menjadi simbol yang mudah dikenali dan membawa makna tersendiri dalam konteks budaya populer.
Simbol sering kali digunakan untuk memperkuat rasa identitas dan persatuan dalam kelompok atau budaya tertentu. Misalnya, bendera, logo, atau ikon religi adalah simbol yang memiliki makna mendalam bagi orang-orang yang mengidentifikasikannya.
Simbol dapat menyederhanakan komunikasi dengan merangkum gagasan yang kompleks dalam bentuk yang mudah dipahami. Contohnya, tanda lalu lintas menggunakan simbol untuk menyampaikan informasi penting secara cepat dan efisien.
Simbol memiliki kemampuan untuk membangkitkan emosi atau respons tertentu. Misalnya, simbol hati sering digunakan untuk mengekspresikan cinta atau kasih sayang yang bisa langsung dikenali dan dirasakan oleh orang lain.
Bahasa simbolik, dengan semua kerumitannya, memungkinkan komunikasi menjadi lebih kaya dan beragam, menciptakan ruang untuk interpretasi pribadi dan koneksi emosional yang lebih dalam. (Febri S.Y.).
***
Judul: Bahasa Simbolik
Penulis: Febri Satria Yazid, pemerhati sosial.
Editor: JHK
Catatan:
Tulisan berjudul “Bahasa Simbolik” ini bisa juga Anda baca di blog pribadi penulisnya ”Febrisatriayazid.blogspot.com” dan atas seizin penulis diterbitkan kembali di BERITA JABAR NEWS (BJN).