ArtikelBerita Jabar NewsBJNOpini

Impor Susu Meningkat, Nasib Peternak Susu Sapi Lokal Dipertaruhkan

BERITA JABAR NEWS (BJN), Senin (25/11/2024) – Artikel berjudul Impor Susu Meningkat, Nasib Peternak Susu Sapi Lokal Dipertaruhkan” ini merupakan karya tulis Yuli Yana Nurhasanah yang akrab disapa Yuli dan aktif dalam dalam Komunitas Menulis “Muslimah Peduli Umat”.

Aksi puluhan peternak sapi dan pengepul susu di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah yang membuang susu hasil panen mereka viral di pemberitaan. Peristiwa ini terjadi karena pembatasan kuota penerimaan pasokan susu dari peternak dan pengepul susu oleh pabrik atau Industri Pengelohan Susu (IPS).

Di kawasan Simpang Lima, Boyolali kota, Jumat (8/11/2024), beberapa peternak sapi dan pengepul susu membagikan susu hasil panen mereka. Hanya dalam waktu 15 menit, sekitar 500 liter susu langsung habis dibagikan kepada warga.  Setelah itu, sekitar pukul 09.00 WIB, sekitar 30 orang pengepul dan peternak sapi mendatangi Kantor Dinas Peternakan guna mengadukan permasalahan yang mereka alami. Stok susu yang tidak bisa dikirim mereka buang setelah meminta izin.

Yuli Yana Nurhasanah
Yuli Yana Nurhasanah, penulis – (Sumber: BJN)

Sugianto, salah satu peternak dan pengepul susu, sekaligus menjabat sebagai Ketua Koperasi Peternakan dan Susu Merapi (KPSM) mengungkapkan, pembatasan kuota ini terjadi sejak september 2024, dari 1000 liter/hari menjadi 250 liter/hari. Pihaknya mengungkapkan, dua pekan terakhir ini, sudah 33 liter atau 30 ton susu terbuang cuma-cuma.

Ketua KPSM tersebut menduga pembatasan ini terjadi karena pemerintah mengambil kebijakan impor susu untuk memenuhi kebutuhan nasional, padahal menurutnya kebutuhan nasional bisa dipasok dari peternak lokal. Sugianto berharap daripada pemerintah melakukan impor, lebih baik memikirkan peternak dan produsen susu lokal atau dalam negeri. (Sumber: tempo.co).

Kebijakan impor yang dilakukan oleh pemerintah diduga menjadi sebab peternak sapi kesulitan menyalurkan susu sapi ke industri pengolahan susu sapi. Selain itu ada penyebab lain, yaitu menurunnya penerimaan susu oleh IPS.

Kondisi tersebut jelas merugikan para peternak sapi. Negara seharusnya melindungi nasib peternak melalui kebijakan yang berpihak pada peternak, baik dalam hal menjaga kualitas dan mutu susu sapi maupun dalam menampung hasil susu.

Kebijakan impor diduga ada keterlibatan para pemburu rente untuk mendapatkan keuntungan dari impor susu. Inilah salah satu kebijakan buruk dalam sistem kapitalisme karena berpihak pada pengusaha. Kebijakan ini hanya menguntungkan sebelah pihak yang menjadi rantai impor susu.

Adanya kebijakan impor ini menunjukkan adanya liberasi pangan yang dimulai pada 1995. Saat itu Indonesia meratifikasi perjanjian WTO (World Trade Organization) di mana Indonesia diwajibkan secara bertahap meliberalisasi pasar.

Liberasi pangan semakin parah dengan disahkannya Undang-Undang (UU) Cipta kerja. Pada pasal 14 UU 18/2012 yang berbunyi “Sumber penyediaan pangan berasal dari produksi pangan dalam negeri dan cadangan pangan nasional. Apabila belum mencukupi, impor adalah solusi untuk terpenuhinya pangan sesuai kebutuhan.”

Kemudian pasal UU Cipta kerja tersebut direvisi, kalau sumber penyediaan pangan ini ada tiga, yaitu cadangan pangan nasional, produksi dalam negeri, dan impor. Dengan direvisinya pasal ini, impor bisa dilakukan kapan saja tanpa menunggu kekurangan stok dalam negeri. Pemerintah tampaknya melupakan narasi “Pakailah Produk dalam Negeri”.

Sejatinya negara harus mandiri tidak bergantung pada kebijakan asing. Negara semestinya mampu berdiri tegak di atas kaki sendiri. Contohnya dalam pembangunan infrastruktur, harusnya dana dari pemasukan/kas negara bukan dari investasi asing atau dana pinjaman dari luar negeri. Begitupun untuk kebutuhan pangan nasional berasal dari sumber daya alam (SDA) dalam negeri, bukan impor pangan dari luar negeri.

Sapi perah
Ilustrasi: Seorang peternak sedang memerah susu sapi – (Sumber: Arie/BJN)

Seandainya SDA dikelola sendiri, hasilnya dikembalikan dan dikembangkan untuk kemaslahatan rakyat. Negeri kita ini kaya dengan segala SDA-nya dan rakyatnya bisa hidup makmur dan sejahtera.

Ketergantungan ini karena penerapan sistem kapitalisme, SDA dieksploitasi, dan diliberalisasi demi kepentingan kapitalis dan Indonesia hanya berpuas diri dengan label “negara berkembang” yang disetir kebijakan global kapitalis.

Dalam Islam, negara secara mandiri akan memenuhi kebutuhan rakyat dengan mengoptimalkan seluruh potensi yang ada dan hal ini mencegah merebaknya orang-orang yang mencari untung di tengah penderitaan rakyat. Sistem Islam menyolusi dengan syariat demi mewujudkan kemaslahatan umat.

Dengan penerapan sistem Islam, kepemilikan SDA akan dikembalikan kepada rakyat sebagai pemilik kekayaan umum yang sesungguhnya, di mana negara yang mengelola dan hasilnya untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.

Impor dalam sistem Islam tidak dilarang, tetapi kebijakan tersebut bukan solusi satu-satunya dalam menyelesaikan setiap persoalan. Negara akan memenuhi kebutuhan dalam negeri dengan segala upaya dan mengoptimalkan daya, upaya, dan potensi yang ada dalam negeri. Wallahu’alam bishawab. (Yuli).

***

Judul: Impor Susu Meningkat, Nasib Peternak Susu Sapi Lokal Dipertaruhkan
Penulis: Yuli Yana Nurhasanah
Editor: JHK

Sekilas tentang penulis

Yuli Yana Nurhasanah atau  akrab dipanggil Yuli ini lahir di Ciamis, pada 8 Juli 1984. Menulis Opini Islam menjadi kegiatan kesehariannya beberapa bulan belakang ini. Semua ini berawal dari keprihatinannya terhadap realitas kehidupan yang terjadi di tengah masyarakat saat ini.

Menulis opini dengan sudut pandang Islam mencoba menyuarakan pemikiran dan isi hati, mencoba membuka pemikiran, dan pemahaman umat melalui tulisan.

Wanita yang suka berpikir ini mulai menulis saat ia bergabung dengan Komunitas Menulis “Muslimah Peduli Umat”. Beberapa tulisan Yuli tentang berbagai topik sudah dimuat di media online. Ia juga aktif di media sosial Facebook dengan akun Yuli Yana Nurhasanah.

***

Spread the love

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *