ArtikelBerita Jabar NewsBJNOpini

Uang dan Rasa Malu

BERITA JABAR NEWS (BJN) ─  Rubrik OPINI, Selasa (08/10/2024) ─ Artikel bertajuk “Uang dan Rasa Malu” ini adalah karya tulis Febri Satria Yazid, seorang pengusaha, penulis, dan pemerhati sosial yang tinggal di Kota Cimahi, Provinsi Jawa Barat.

Pagi ini saya membaca status teman di media sosial yang berbunyi “Tidak punya uang jangan malu sebab di luar sana banyak yang tidak punya malu karena uang”. Pesan moral dari kutipan ini sangat relevan dalam kehidupan sehari-hari, terutama pada era di mana uang sering kali menjadi tolok ukur kesuksesan.

Kita sering mendengar pernyataan, “Uang bukan segalanya, tapi segalanya butuh uang.” Pernyataan ini mencerminkan esensi dari bagaimana uang mempengaruhi berbagai aspek kehidupan sehari-hari. Uang berperan penting dalam membentuk gaya hidup seseorang.

Kuli bangunan
Ilustrasi: Seorang pekerja bangunan rela bekerja keras mencari uang halal untuk menafkahi kebutuhan hidup rumah tangganya – (Sumber: Arie/BJN)

Dengan uang, memungkinkan mengekspresikan diri melalui barang-barang dan aktivitas yang dipilih. Pernyataan ini mengajarkan kita pentingnya keseimbangan hidup. Satu sisi, kita tidak boleh mengabaikan pentingnya uang dalam memenuhi kebutuhan material. Namun, di sisi lain, kita juga diingatkan untuk tidak terlalu terobsesi dengan uang sehingga mengorbankan hal-hal yang lebih berharga dalam hidup, seperti hubungan, kesehatan, dan kebahagiaan batin.

Terlalu fokus pada pengumpulan kekayaan pribadi dapat  melupakan seseorang pada tanggung jawab utamanya. Ini adalah perilaku yang tidak seimbang, di mana uang dan kekayaan menjadi tujuan utama.

Obsesi tersebut menggambarkan sikap di mana seseorang sangat fokus untuk terus menambah kekayaannya. Bahkan, sering kali tanpa batas. Keinginan untuk menambah uang dan harta secara terus-menerus, meskipun sebenarnya sudah lebih dari cukup untuk kebutuhan sehari-hari.

Beberapa orang merasa bahwa mereka perlu menumpuk kekayaan sebagai cara untuk “merasa aman”, meskipun kekayaan yang mereka miliki sudah mencukupi untuk memberikan keamanan jangka panjang. Obsesi ini bisa juga didorong oleh keinginan untuk memiliki status sosial, menunjukkan kemewahan, atau mendapatkan pengakuan dari orang lain berdasarkan kekayaan.

Dalam beberapa budaya, status sosial dan harga diri diukur berdasarkan seberapa banyak kekayaan yang seseorang miliki. Hal ini bisa mendorong individu untuk mengejar harta tanpa memikirkan kesejahteraan keluarga. Seseorang mungkin memiliki pandangan bahwa semakin banyak uang yang mereka miliki, mereka akan menjadi semakin sukses atau bahagia, meskipun kenyataannya tidak demikian.

Fenomena ini mengajak kita untuk merenungkan kembali nilai-nilai apa yang sebenarnya penting: uang atau integritas?

Uang merupakan alat tukar yang diakui secara luas dan digunakan untuk memfasilitasi transaksi ekonomi, seperti membeli barang, membayar jasa, atau melunasi utang. Secara fisik, uang dapat berupa koin, uang kertas, atau dalam bentuk digital yang diakses melalui sistem perbankan. Fungsi utama uang adalah sebagai alat tukar, satuan hitung, dan penyimpan nilai.

Integritas adalah sifat atau kualitas yang menunjukkan keselarasan antara pikiran, perkataan, dan tindakan seseorang berdasarkan prinsip-prinsip moral yang kuat seperti kejujuran, tanggung jawab, etika, dan keadilan. Orang yang memiliki integritas akan selalu berusaha untuk berbuat benar, meskipun tidak ada yang melihat, dan tidak tergoda untuk melakukan hal yang tidak etis atau tidak adil.

Integritas merupakan fondasi bagi reputasi baik dan menjadi dasar hubungan yang sehat dan harmonis, baik dalam kehidupan pribadi maupun profesional. Orang yang berintegritas dihormati dan dihargai karena keyakinannya untuk tetap berbuat benar. Bahkan, ketika menghadapi tekanan atau godaan untuk berbuat sebaliknya.

Uang dan integritas sering kali berada dalam hubungan yang kompleks, di mana keduanya dapat saling berinteraksi dan mempengaruhi perilaku seseorang. Namun, pemahaman yang jelas tentang keduanya sangat penting untuk menjaga keseimbangan dalam kehidupan pribadi maupun profesional.

Uang bisa menjadi ujian terbesar bagi integritas seseorang. Dalam situasi tertentu, uang memiliki kekuatan untuk menggoda seseorang agar mengabaikan nilai-nilai moral dan etika. Seseorang bisa tergoda untuk mengambil jalan pintas dengan menerima suap atau terlibat dalam korupsi demi keuntungan finansial.

Dalam dunia bisnis, ketidakjujuran dalam pelaporan keuangan atau manipulasi data sering dilakukan untuk mendapatkan lebih banyak keuntungan. Bahkan, ada kalanya seseorang mengorbankan prinsip dan keyakinannya demi mendapatkan uang yang lebih banyak atau mempertahankan status sosial.

Ujian integritas ini sering kali muncul ketika seseorang berada dalam posisi yang sulit atau menghadapi tawaran uang dalam jumlah besar. Dalam situasi tersebut, kekuatan moral individu akan diuji, apakah ia tetap setia pada prinsip-prinsip etika atau terjerumus ke dalam tindakan yang tidak bermoral demi uang.

Ketika uang diperoleh tanpa integritas, biasanya akan ada dampak jangka panjang, baik terhadap individu maupun masyarakat. Seseorang yang mengabaikan integritas demi uang cenderung kehilangan kepercayaan dari orang lain. Hal ini berlaku dalam bisnis, pemerintahan, atau hubungan pribadi.

Begitu kepercayaan hilang, sulit untuk mendapatkannya kembali, meskipun seseorang mungkin mendapatkan uang dalam jumlah besar dengan cara yang tidak jujur, mereka cenderung kehilangan rasa hormat terhadap diri mereka sendiri. Perasaan bersalah atau rasa malu bisa muncul sebagai akibat dari tindakan yang tidak bermoral.

Ketika banyak orang memilih untuk mengabaikan integritas dalam mengejar uang, masyarakat bisa mengalami kerusakan moral secara kolektif. Ini bisa memicu masalah seperti korupsi yang merajalela, ketidakadilan, dan ketimpangan sosial. Mengelola uang dengan integritas membutuhkan komitmen pada prinsip-prinsip moral dan etika, serta disiplin dalam menghadapi godaan.

Kutipan dari the Godfather yang relevan dengan tema uang dan rasa malu, “Saya akan memberinya tawaran yang tidak bisa ia tolak.” Kutipan ini mencerminkan kekuatan uang dan pengaruh dalam mengambil keputusan. Dalam banyak kasus, rasa malu diabaikan saat ada imbalan yang besar karena uang bisa mempengaruhi orang untuk mengorbankan prinsip atau integritas mereka.

Kejujuran adalah fondasi dari integritas. Dalam dunia bisnis atau pekerjaan, ini berarti melaporkan keuntungan dan kerugian secara akurat, tidak menipu pelanggan, dan mematuhi aturan, serta hukum yang berlaku.

Reporter BJN, Febri Satria Yazid
Febri Satria Yazid, penulis – (Sumber: BJN)

Perolehan uang yang dilakukan dengan cara yang salah biasanya membawa masalah jangka panjang. Orang dengan integritas menolak tawaran yang mengharuskan mereka mengorbankan prinsip-prinsip etika.

Mereka yang memiliki integritas sering kali memiliki pandangan hidup yang lebih luas, di mana uang dilihat sebagai sarana, bukan tujuan akhir. Mereka memahami bahwa kebahagiaan sejati dan kepuasan hidup datang dari hubungan yang baik dengan orang lain, rasa pencapaian yang jujur, dan kontribusi positif kepada masyarakat.

Uang yang diperoleh dan dikelola dengan integritas membawa kesuksesan yang lebih berkelanjutan dan bermakna. Orang-orang yang menjaga integritas, mereka sering kali membangun reputasi yang baik dan hubungan yang langgeng, baik dalam bisnis maupun kehidupan pribadi. Mereka mungkin tidak selalu mendapatkan uang dalam jumlah besar secara instan, tetapi mereka meraih sukses dengan cara yang jujur dan etis yang pada akhirnya menghasilkan kepuasan batin yang lebih mendalam.

Integritas adalah fondasi penting dalam bagaimana seseorang berhubungan dengan uang. Seseorang bisa saja memiliki kekayaan besar, tetapi tanpa integritas, uang itu akan kehilangan makna dan sering kali menjadi sumber masalah.

Sebaliknya, memiliki uang dengan memegang teguh integritas memberikan kekayaan yang tidak hanya bersifat materi, tetapi juga spiritual dan moral. Integritas menjamin bahwa uang tidak mengendalikan seseorang, melainkan uang diperlakukan sebagai alat yang digunakan dengan bijak untuk kebaikan bersama.

Uang dapat memenuhi kebutuhan dasar dan memberikan kenyamanan, tetapi kebahagiaan, cinta, dan makna sejati dalam hidup berasal dari hal-hal yang melampaui nilai materi. Penting untuk memandang uang sebagai sarana, bukan sebagai tujuan dalam mencapai keseimbangan hidup yang lebih bermakna dan memuaskan.(Febri S.Y.).

***

Judul: Uang dan Rasa Malu
Penulis: Febri Satria Yazid, pemerhati sosial.
Editor: JHK

Catatan:

Tulisan berjudul “Uang dan Rasa Malu ini  bisa juga Anda baca di blog pribadi penulisnya ”Febrisatriayazid.blogspot.com” dan atas seizin penulis diterbitkan kembali di BERITA JABAR NEWS (BJN).

Spread the love

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *