ArtikelBerita Jabar NewsInspiratifOpiniPolitik

Jika Presiden Kembali Dipilih MPR, Sejatinya Kita Kembali ke Pancasila

BERITA JABAR NEWS (BJN) ─  Rubrik OPINI, Rabu (28/08/2024) ─ Artikel bertajuk “Jika Presiden Kembali Dipilih MPR, Sejatinya Kita Kembali ke Pancasila”  ini adalah karya tulis Figo Paroji, seorang penulis, jurnalis, dan mantan pekerja migran yang pernah selama 13 tahun bermukim di Negeri Jiran, Malaysia.

Setelah mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Hendropriyono  mengusulkan agar pemilihan presiden kembali dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Ketua DPR, Bambang Soesatyo juga melemparkan wacana yang sama.

Usulan Bambang agar pilpres dikembalikan lagi ke MPR tersebut disampaikan dalam diskusi rilis survei nasional oleh Cyrus Network di Ashley Hotel, Menteng, Jakarta Pusat, sebagaimana dilansir Kompas, Jumat (09/08/2019).

Gedung DPR/MPR RI
Ilustrasi: Gedung DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta – (Sumber: Wikipedia.org)

Hampir sama dengan alasan Hendropriyono yang menyebut pemilihan presiden secara langsung oleh rakyat justru menimbulkan kegaduhan. Bambang juga menilai, selain rumit dan berbiaya mahal, pelaksanaan Pilpres 2019  mengakibatkan polarisasi tajam di tengah masyarakat.

Secara teknis, upaya untuk merealisasikan usulan agar presiden kembali dipilih MPR tentu tidak terlalu sulit karena  cukup dilakukan dengan cara mengamandemen Undang Undang Dasar (UUD). Namun, proses ke arah itu pasti tidak mudah karena diamandemennya UUD 1945 hingga presiden  dipilih langsung oleh rakyat justru atas dasar ketidakpercayaan masyarakat terhadap wakilnya yang duduk di DPR/MPR untuk memilihkan presiden.

Sebagian masyarakat ─ dan elit politik ─ tentu akan menolak jika MPR kembali menjadi lembaga tertinggi negara yang punya kewenangan memilih dan memberhentikan presiden karena tidak ingin presiden diturunkan di tengah jalan seperti Gus Dur dulu. Lebih dari itu, saat ini masyarakat sepertinya sudah bergembira karena bisa memilih presiden secara langsung. Rakyat seolah-olah sudah punya kedaulatan dalam memilih presiden meski sebenarnya rakyat tidak benar-benar berdaulat dalam pemilu.

Lambang negara Indonesia Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika
Lambang negara Indonesia Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika – (Sumber: Kompas)

Kedaulatan rakyat dalam pemilu/pilpres telah diserahkan kepada partai politik/gabungan partai politik untuk memilihkan calon presiden sehingga yang dipilih rakyat dalam pilpres adalah capres yang dipilihkan parpol.

Secara pribadi, saya setuju jika presiden kembali dipilih MPR. Akan tetapi, alasan saya bukan sekadar soal kerumitan, berbiaya mahal, dan menimbulkan keterbelahan menjadi dua kubu  yang saling berseteru di tengah masyarakat seperti yang disampaikan Bambang dan Hendropriyono.

Alasan secara prinsip kenapa presiden sebaiknya kembali dipilih oleh MPR, menurut saya adalah soal sistem demokrasi kita. Bukahkan demokrasi yang kita anut adalah demokrasi Pancasila?  Bukankah sila ke-4 Pancasila berbunyi, “Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan?”

Menurut Prof. R.M. Sukamto Notonagoro, Demokrasi Pancasila berarti kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa (YME) yang berkemanusiaan yang adil dan beradab yang mempersatukan Indonesia, serta yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Tentu sudah tepat bunyi pasal 1 ayat (2)  UUD 1945  yaitu kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat karena demokrasi Pancasila (merujuk pendapat Prof. Notonegoro) adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, bukan dalam permusyawaratan/perlangsungan. Namun sayangnya, UUD kita saat ini bukan lagi UUD 1945, tetapi UUD 2002  (UUD 1945 hasil amandemen keempat pada 2002).

Terkait dengan hal tersebut, tentu saja menjadi masuk akal apabila seorang Hendropriyono dan Ketua DPR Bambang Soesatyo mengusulkan agar presiden kembali dipilih MPR karena pendapat tersebut tidak bertentangan dengan Pancasila. Bahkan, jika presiden kembali dipilih MPR justru sejatinya kita  kembali ke Pancasila.

Demokrasi tidak mengenal istilah menang-kalah. Pemilu bukan pertandingan tinju atau pertandingan sepakbola yang kadang menimbulkan huru-hara hingga mengakibatkan pendukung fanatiknya luka-luka. Bahkan, sampai ada korban yang meninggal dunia.

Pemilu yang kononnya merupakan pesta demokrasi mestinya berakhir (dan berproses) dalam suasana suka cita. Siapa pun di antara kontestan yang terpilih sebagai kepala pemerintahan sekaligus kepala negara dengan gelar Presiden Indonesia. Namun nyatanya, apa yang disampaikan Hendropriyono dan Bambang tentang kegaduhan dan polarisasi tajam di tengah masyarakat, khususnya pada gelaran Pilpres 2014 dan 2019 adalah fakta yang kasat mata.

Memang, tujuan perubahan UUD 1945 sebagai salah satu tuntutan reformasi 1998 waktu itu adalah untuk menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat, Hak Asasi Manusia (HAM), pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa. Akan tetapi, apabila perubahan UUD 1945 khususnya tentang proses pemilihan presiden justru mengakibatkan perjalanan kehidupan bangsa menjadi kurang baik, pendapat Ketua DPR agar Cyrus Network dan lembaga survei yang lain ─ menurut saya ─ melakukan uji publik untuk mengetahui keinginan mayoritas rakyat tentang proses pemilihan presiden sepertinya perlu ditindaklanjuti secara serius.

Tantangan terbesarnya adalah bagaimana partai politik mencetak kader yang  duduk di kursi DPR/MPR betul-betul bisa mewakili suara, kehendak, dan kepentingan rakyat.

Sepanjang MPR yang terdiri dari anggota DPR dan DPD masih banyak diisi oleh politikus busuk yang sama sekali tidak merepresentasikan suara rakyat, usulan agar presiden kembali dipilih MPR sepertinya tidak akan dapat terwujud karena rakyat tidak akan pernah percaya kepada para wakilnya.  (Figo Paroji).

***

Judul: Jika Presiden Kembali Dipilih MPR, Sejatinya Kita Kembali ke Pancasila
Penulis: Figo Paroji
Editor: JHK

Catatan:

Tulisan berjudul “Jika Presiden Kembali Dipilih MPR, Sejatinya Kita Kembali ke Pancasila” merupakan tulisan lama Figo Paroji yang pernah diterbitkan di blog Kompasiana pada 11 Agustus 2019  dan atas izinnya diterbitkan kembali di media online BERITA JABAR NEWS (BJN) karena dianggap masih relevan dengan kondisi saat ini.

Sekilas info penulis:

Figo Paroji lahir di Malang, tetapi sejak 1997 ia menjadi warga Kabupaten Kediri, Jawa Timur.  Ilmu menulis dipelajarinya secara otodidak seiring dengan kegemarannya membaca. Kemudian ia memperdalam ilmu kepenulisannya bersama Komunitas Penulis Kreatif (KPKers).

Ratusan tulisan Figo bertebaran di berbagai platform, di antaranya terbit di beberapa sosio blog seperti Kompasiana.com, Qureta.com, Blog Tribuner, dan website komunitas Pekerja Migran.

Dalam perjalanan hidupnya, Figo pernah cukup lama hidup di Negeri Jiran, Malaysia sebagai Pekerja Migran. Tak kurang dari 13 tahun ia bermukim di sana, yaitu sejak 2006-2019. Ia juga sempat aktif menulis di portal komunitas Buruh Migran Indonesia (BMI) di Malaysia.  Sejak Desember 2019 ia kembali menetap di tanah air tercinta.

***

Spread the love

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *