ArtikelBerita Jabar NewsOpini

Menggapai Ketenangan dengan Resiliensi

BERITA JABAR NEWS (BJN), Rubrik OPINI – Artikel bertajuk “Menggapai Ketenangan dengan Resiliensi”  ini adalah karya tulis Febri Satria Yazid, seorang pengusaha, penulis, dan pemerhati sosial yang tinggal di Kota Cimahi, Provinsi Jawa Barat.

Resiliensi adalah kemampuan seseorang untuk pulih, beradaptasi, dan tetap kuat di tengah tekanan, kesulitan, atau situasi yang penuh tantangan. Orang yang memiliki resiliensi mampu menghadapi stres, perubahan dan kemunduran dengan cara yang lebih positif dan produktif. Mereka dapat bangkit kembali dari kesulitan dan bahkan berkembang dalam situasi yang menantang.

Beranjak dari definisi resiliensi di atas, kita dapat mencermati ciri dari orang yang memiliki resiliensi, yaitu yang bersangkutan optimis dan  berpandangan positif dengan meyakini sepenuhnya bahwa situasi akan membaik melalui keyakinan dirinya mampu menemukan solusi untuk masalah yang dihadapi dengan kemampuan beradaptasi terhadap perubahan dan beralih dari satu situasi ke situasi yang lain.

Ilustrasi: Seorang pria yang siap bangkit dari kejatuhannya - (Sumber: Arie/BJN)
Ilustrasi: Seorang pria yang siap bangkit dari kejatuhannya – (Sumber: Arie/BJN)

Menemukan solusi untuk masalah yang dihadapi bukanlah perkara mudah, diperlukan keterampilan dalam pemecahannya. Dalam buku best seller berjudul “Think without Think Malcolm Gladwell” di New York Times pada  2005.

Tahun yang sama saat peluncuran buku tersebut, setidaknya saat itu ada 1,3 juta eksemplar buku yang telah terjual di Amerika Utara. Malcolm Gladwell menyatakan bahwa berpikir intuitif bukanlah sekadar kemampuan yang menjadi bawaan dari lahir, tapi hal ini bisa diasah selama setiap orang mau berusaha membiasakan diri menggunakan intuisinya.

Berpikir intuitif seperti kata Gladwell setidaknya akan sangat membantu kita ke depannya, untuk membuat keputusan cepat berdasarkan pemahaman mendalam yang tidak disadari. Cara berpikir intuitif bisa membantu kita mengambil keputusan dengan cepat tanpa analisis panjang, terutama dalam situasi darurat dan waktu sangat terbatas yang dapat menghemat energi dibandingkan dengan kita menganalisis semua informasi yang tersedia.

Dalam hubungan in terpersonal, intuisi membantu kita memahami perasaan dan kebutuhan orang lain dengan lebih baik. Ini dapat memperkuat koneksi emosional dan meningkatkan empati.

Resiliensi dan fleksibilitas memiliki hubungan yang erat dan saling mendukung dalam membantu individu mengatasi tantangan dan tekanan hidup. Fleksibilitas memungkinkan seseorang untuk beradaptasi dengan perubahan situasi dan kondisi. Kemampuan untuk menyesuaikan diri adalah komponen penting dari resiliensi yang memungkinkan seseorang untuk terus maju meskipun menghadapi rintangan.

Seseorang yang fleksibel dapat mengubah pendekatan atau strategi mereka sesuai dengan kebutuhan situasi. Ini membantu mereka tetap efektif dan tangguh dalam menghadapi tantangan.  Orang yang resiliensi cenderung memiliki pandangan yang lebih positif dan optimis. Sikap ini membuat mereka lebih terbuka terhadap perubahan dan lebih siap untuk beradaptasi.

Resiliensi melibatkan kemampuan mengelola stres dengan baik. Dengan stres yang terkelola, seseorang dapat tetap tenang dan berpikir jernih, memungkinkan mereka untuk lebih fleksibel dalam menanggapi berbagai situasi.

Fleksibilitas memungkinkan seseorang untuk menemukan solusi kreatif terhadap masalah, sementara resiliensi memberikan ketahanan emosional dan mental untuk mencoba berbagai pendekatan tanpa mudah menyerah. Fleksibilitas emosional merupakan bagian dari resiliensi yang mampu mengubah respon emosional sesuai dengan situasi. Hal ini membantu seseorang tetap tenang dan fokus meskipun berada di bawah tekanan.

Mengalami dan belajar dari tantangan hidup dapat meningkatkan resiliensi seseorang. Proses ini juga mengembangkan fleksibilitas, karena individu belajar bagaimana menyesuaikan diri dan merespons berbagai situasi dengan cara yang berbeda.

Kesadaran diri yang baik memungkinkan seseorang untuk memahami kapan harus bersikap tegas dan kapan harus bersikap fleksibel. Ini adalah bagian dari pengembangan resiliensi.

Secara keseluruhan, resiliensi dan fleksibilitas saling mendukung dan memperkuat satu sama lain. Resiliensi memberikan dasar ketahanan yang diperlukan untuk tetap teguh dalam menghadapi tantangan, sementara fleksibilitas menyediakan kemampuan adaptif yang memungkinkan seseorang untuk menavigasi perubahan dan kesulitan dengan cara yang efektif dan kreatif.

Mengembangkan resiliensi memerlukan latihan dan waktu. Namun, bisa ditingkatkan dengan beberapa cara, misalnya dengan olahraga dan pola makan yang baik membantu tubuh dan pikiran lebih kuat, berkomunikasi dan membangun hubungan baik dengan orang lain. Mengasah kemampuan mengelola stress dengan teknik relaksasi seperti meditasi, yoga, atau pernapasan dalam menetapkan tujuan yang realistis dengan cara membuat rencana jangka pendek dan jangka panjang yang dapat dicapai.

Resiliensi memungkinkan seseorang untuk tidak hanya bertahan dalam situasi sulit, tetapi juga untuk tumbuh dan berkembang menjadi individu yang lebih kuat dan lebih bijaksana. Kekecewaan itu bagaikan lukisan yang setiap goresannya mengandung masalah sehingga semakin banyak warna akan menjadikan lukisan itu ada. Semakin banyak warna, bisa menjadikan manusia itu kuat, indah dan nyata ketika manusia itu mengerti akan cara menjalaninya.

Kita harus mengerti dan kita harus cerdas dalam menyelesaikan semua urusan yang ada dalam setiap perjalanan yang pahit. Salah satu solusi agar yang kita alami tidak terasa sulit adalah ketika kita mengikhlaskan semuanya.

Gita Ayu Puspita, M. Psi, Psikolog dalam tulisannya pada 06 Juni 2022 di media sosial,  menjelaskan ada dua dimensi ikhlas dalam psikologi. Pertama adalah dimensi transenden. Transenden adalah di luar segala kesanggupan manusia.

Dalam psikologi, dimensi transenden ini merujuk pada hubungan ketika kita menyerahkan kembali kepada Allah. Meyakini bahwa segala sesuatu yang terjadi di hidup ini adalah ketetapan Allah.

Dimensi transenden juga berarti suatu upaya melepaskan diri dari tekanan yang kita miliki dengan menyerahkan tekanan tersebut kepada Yang Maha Kuasa. Jika suatu terjadi, kejadian itu di luar kendali kita.

Dimensi transenden adalah ikhlas menyadari bahwa hal yang terjadi di alam semesta ini tidak semuanya di bawah kendali kita. Banyak hal yang terjadi di luar kuasa manusia, sebab yang bisa mengendalikannya adalah  penguasa alam semesta yaitu Tuhan Yang Maha Esa.

Ikhlas itu bukan hanya soal agama, tetapi juga diajarkan dalam ilmu psikologi. Ketika kita sudah tidak bisa berbuat apa-apa terhadap hidup kita, serahkanlah secara tulus dan terus terang kepada Allah mengenai ketidakmampuan kita. Ini sudah masuk ke dalam dimensi transedensi.

Dimensi yang kedua adalah dimensi personal. Dimensi ini bicara lebih banyak tentang ketulusan. Ketulusan kita memberikan kebaikan kepada orang lain secara personal. Segala yang kita lakukan tersebut untuk kekuatan transendental tanpa embel-embel lain. Dimensi personal menjadi sebuah aktivitas posesif seseorang untuk memberi atau melepaskan dan melakukan kebaikan tanpa agenda apa pun di baliknya.

Mengembangkan resiliensi terhadap kemunduran dengan cara yang lebih positif dan produktif melibatkan beberapa strategi dan pendekatan yang dapat membantu seseorang bangkit kembali. Bahkan, tumbuh dari pengalaman sulit, dengan cara menerima realitas dengan mengizinkan diri kita untuk merasakan dan mengakui emosi yang muncul akibat kemunduran. Ini adalah langkah penting dalam proses penyembuhan.

Menerima kenyataan bahwa kemunduran terjadi adalah langkah awal menuju pemulihan dan perencanaan langkah berikutnya. Menemukan pelajaran dan wawasan yang dapat diperoleh dari pengalaman tersebut dengan cara menanyakan pada diri sendiri apa yang bisa dipelajari dan bagaimana kita  dapat tumbuh dari situasi ini.

Mengalihkan titik fokus dari masalah saat ini kepada  peluang dan kemungkinan di masa depan dengan menanamkan rasa percaya diri  bahwa kita  memiliki kapasitas dan kapabilitas untuk belajar dan berkembang melalui tantangan.

Lihat tantangan sebagai kesempatan untuk memperkuat diri dan mengembangkan keterampilan baru.

Tentukan langkah-langkah konkret yang dapat diambil untuk mengatasi kemunduran dan mencapai tujuan baru dengan memecah tujuan besar menjadi tujuan kecil-kecil  yang lebih mudah dicapai untuk mempertahankan momentum dan motivasi.

Dukungan sosial perlu dibangun dengan teman, keluarga, atau profesional yang dapat memberikan dukungan emosional dan praktis. Pengalaman dengan orang lain dapat membantu meredakan stres dan memperoleh perspektif baru.

Merawat kesehatan fisik dan emosional dapat dilakukan melalui olahraga teratur karena aktivitas fisik dapat membantu mengurangi stres dan meningkatkan suasana hati. Relaksasi melalui teknik yoga atau pernapasan dalam dapat membantu menenangkan pikiran dan tubuh.

Membina harapan dan optimisme dengan mempertahankan sikap optimis dan yakin bahwa hal-hal baik akan datang.

Merayakan keberhasilan kecil dengan mengakui dan merayakan setiap pencapaian, sekecil apa pun, untuk membangun kepercayaan diri dan motivasi.

Dengan mengadopsi langkah-langkah ini, seseorang dapat membangun resiliensi yang kuat dan menghadapi kemunduran dengan cara yang lebih positif dan produktif, memungkinkan mereka untuk tidak hanya pulih tetapi juga berkembang melalui pengalaman tersebut. (Febri S.Y.).

***

Judul: Menggapai Ketenangan dengan Resiliensi
Penulis: Febri Satria Yazid, pemerhati sosial.
Editor: JHK

Catatan:

Tulisan berjudul “Menggapai Ketenangan dengan Resiliensi” ini  bisa juga Anda baca di blog pribadi penulisnya Febrisatriayazid.blogspot.comdan atas seizin penulis diterbitkan kembali di BERITA JABAR NEWS (BJN).

Spread the love

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *