Cerpen “Salamun dan Harga Dirinya”
Berita Jabar News (BJN)– Kolom Sastra – Cerita pendek (cerpen) berjudul “Salamun dan Harga Dirinya” ini merupakan karya Sarkoro Doso Budiatmoko, alumni Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Iowa State University, Amerika Serikat.
Hari Lebaran yang baru lewat beberapa hari meninggalkan kenangan kuat bagi Salamun dan juga banyak warga dusun itu. Kenangan salat Ied berjemaah di lapangan dan sarapan ketupat opor ayam khas Lebaran. Sebuah kenikmatan luar biasa setelah sebulan penuh menahan diri, berpuasa.
Ditambah lagi acara kumpul keluarga, saling bermaafan, anak memohon maaf pada orang tua, yang muda meminta maaf ke yang tua, dilengkapi cium lutut dan saling peluk. Ada juga yang dibumbui tangisan, ungkapan rasa haru dan syukur.
Sama dengan yang lain, lebaran tahun ini Salamun dan istri juga sarapan makanan khas lebaran saling memaafkan dan peluk hangat. Ini lebaran kedua bagi mereka sebagai suami dan istri. Lebaran yang sangat berkesan
Kini Lebaran sudah lewat. Tidak ada lagi hari dengan suasana yang meriah, tetapi hening dan khidmat. Hari-hari ini tinggal tersisa satu atau dua suara letusan petasan ditingkahi dengan bising bunyi klakson dan knalpot bronk. Suara serak pedagang tahu bulat goreng dadakan juga sudah mulai beredar kesana-kemari.
Suara saling sapa dan tawa ngakak warga, obrolan di Pos Kamling dan suara pedagang keliling menawarkan jajanannya sudah mulai ramai. Begitupun suara gesekan sandal atau sepatu di jalan. Pelan-pelan hari lebaran akan lewat. Namun, Pak Kepala Dusun (Pak Kasun) belum mau suasana khidmat Lebaran benar-benar hilang diterpa angin.
Mumpung masih ada di bulan Syawal, Pak Kasun mengundang seluruh warga untuk halal bihalal sambil mendengarkan tausyiah dari seorang ustaz. Lalu ditetapkan oleh Pak Kasun di satu hari libur, Minggu pagi untuk halal bihalal dengan harapan semua warga bisa hadir.
Tibalah waktunya, di tengah keramaian Minggu pagi, suara Pak Kasun melalui TOA Musala membelah cakrawala. Suaranya yang berat menembus dinding dan kamar-kamar lalu berakhir di gendang telinga warga. Suara yang mengingatkan agar warga menghadiri acara halal bihalal di Balai Warga.
Mendengar suara itu, beberapa warga menghentikan aktifitasnya dan bersiap-siap hadir. Beberapa warga lainnya tetap meneruskan aktivitasnya. Ada juga warga yang ogah-ogahan karena ingin terus bermalas-malasan pada hari libur.
Tidak demikian dengan Salamun. Suara berwibawa Pak Kasun pagi itu sudah cukup untuk menggerakannya bersama istri langsung melangkahkan kaki menuju Balai Warga. Sejoli itu bisa segera siap karena memang tidak banyak yang dikerjakan di rumah.
Tidak sampai seratus langkah, pasangan muda ini sudah sampai di Balai Warga. Si istri bergabung dengan ibu-ibu, sementara Salamun bergabung duduk berdampingan dengan Badrun dan Jojon yang sudah lebih dulu datang. Dua lelaki bujangan itu bisa cepat karena tinggal tidak begitu jauh dari Balai Warga.
Saat itu belum banyak warga yang hadir, jumlahnya masih bisa dihitung dengan jari dua tangan.
“Apa kabar Mun, kali ini aku datang lebih dulu dari kamu. Aku juga bisa on-time,” ujar Badrun menyapa Salamun
Salamun memang biasa datang lebih awal hampir di setiap acara kampung. Kawan-kawannya memberinya gelar orang yang selalu tepat waktu, on-time. Meski ada juga yang mencapnya takut tidak kebagian snack dan minuman. Persis seperti kata Jojon saat menyambut Salamun.
“Aku juga bisa datang lebih dulu darimu Mun, aku datang cepat biar enggak kehabisan snack dan minuman… he…he … he,” sapa Jojon.
Salamun tidak begitu peduli dengan omongan orang. Terserah mereka mau ngomong apa. Dia biasa datang awal karena lebihsuka melihat orang-orang yang datang belakangan daripada dia menjadi tontonan karena datang terlambat.
Selain itu, sambil menunggu acara dimulai, ada kesempatan lebih banyak untuk ketemu dan ngobrol dengan yang lain. Sayang, biasanya lebih banyak warga yang datang terlambat, datang setelah acara berlangsung.
Biasanya dengan berbagai alasan, banyak warga datang terlambat. Mereka seperti memakai jam karet. Jam berapa pun undangannya, mereka akan datang suka-suka.
Begitupun pagi itu. Entah sudah berapa kali suara berat Pak Kasun menjelajah langit meminta warga segera dating, tetapi warga yang datang belum banyak juga.
Lalu TOA Musala pun meraung lagi, “Kembali diberitahukan kepada segenap warga untuk datang merapat ke halaman Balai Warga. Acara salam-salaman sebentar lagi akan dimulai.”
Pak Kasun menambahkan, “Ayo luuuur, segera melangkahkan kaki selagi hari masih pagi dan hawa sejuk belum berlalu. Percayalah lur, sebentar lagi matahari naik dan panas mulai mengundang keringat.”
Mendengar panggilan yang kesekian kali, baru warga mulai berdatangan. Laki, perempuan, tua, muda, remaja, anak-anak berpakaian rapi, melangkah menuju Balai Warga. Namun, setelah beberapa waktu, warga yang datang masih belum juga sampai setengah jumlah seluruh warga. Pak Kasun mulai kesal hati, susah sekali mengajak warga berkumpul untuk bersalam-salaman.
Tiba-tiba TOA meraung lagi dengan nada tidak seramah sebelumnya. Kesabaran Pak Kasun semakin tipis, apalagi dia juga harus menghadiri acara di kantor Kecamatan. Perilaku ngaret warganya membuat kepalanya pusing.
Pria kekar pilihan warga ini ingin warganya tetap guyub, rukun. Dia berpikir, bagaimana pun dalam setahun ini pasti ada selisih paham antar warga. Halal bihalal wahana yang pas untuk mendinginkan hati.
Merasakan lambatnya respon warga, Pak Kasun tidak bisa diam lagi. Disambarnya pelantang suara lalu ngomong setengah berteriak.
“Bapak, Ibu, Saudara, warga, ayo cepat datang, cepetan. Sebentar lagi panas semakin menyengat,” ujar Pak Kasum dengan nada meninggi.
Belakangan ini hawa memang sedang panas da kadang merambah sampai ke ubun-ubun. Banyak lelaki bertelanjang dada keluar rumah dan memilih bercengkerama di halaman.
Hawa itu menambah galau Pak Kasun. Dia tidak mau acara terlambat dan semua menderita kepanasan. Dia juga tidak ingin ibu-ibu dan anak-anak ikut tersiksa panas.
Melihat Pak Kasun gelisah, Salamun mendekat dan ngomong pelan, “Pak, saya usul, umumkan lagi dan omongkan saja akan ada door prize yang bagus-bagus.”
“Wah…, betul juga kamu Mun, tapi door prize sekarang enggak sebagus tahun kemarin. Sekarang yang paling mahal cuman kipas angin dan rice cooker. Gimana Mun?” Tanya Pak Kasun agak bimbang.
“Gak apa-apa Pak, yang penting kan ada iming-iming. Yang mereka mau itu iming-iming Pak,” sahut Salamun.
“Betul Mun!” Jawab Pak Kasun sigap.
Tanpa berpikir panjang, disambarnya speaker, lalu ngomong dengan lantang, “Perhatian, perhatian, Bapak, Ibu, Saudara semua, silahkan datang sekarang, atau door prize hangus. Saya ulangi, door prize akan hangus.”
Benar kata Salamun, door prize menjadi mantra sakti. Tanpa perlu mengulang lagi, warga sudah pada bergegas bersiap-siap berbaris menuju Balai Warga.
Salah seorang pemuda berkatya kepada temannya, “Tuh,… ayo bro berangkat, ada door prize lho, tahun kemarin aku dapat kompor.”
“Nah ini! Okey, tunggu aku ganti celana dulu. Aku belum pernah dapat door prize, siapa tahu kali ini dapat ya,” sahut si teman.
“Aamiin,” sahut pemuda itu.
Di tempat lain ada istri yang mengajak suaminya, “Ayo Pah, cepetan, siapa tahu dapat alat pijat, sudah sebulan ini punggungku pegal-pegal.”
“Sabar Mah, aku menghabiskan kopi dulu, tenang saja, kalau sudah rezeki enggak akan ke mana,” jawab suaminya.
Begitulah warga menjadi seperti anak-anak dapat mainan baru, bersemangat berangkat setelah mendengar Pak Kasun menyediakan door prize.
Warga yang sudah hadir di Balai Warga pun ramai ngobrol tentang itu. Salah satu warga bertanya kepada Salamun, “Mun, ada berapa banyak door prize?”
Warga lain bertanya, “Apa saja Mun door prize-nya?”
“Aku enggak tahu, coba tanya Pak Kasun,” kata Salamun.
Benar saja, beberapa warga yang mendekati Pak Kasun untuk menanyakan seputaran door prize. Mereka tampak mengangguk-anggukan kepala ketika Pak Kasun menjelaskan sesuatu. Saat mereka kembali duduk di dekatnya, Salamun bertanya, “Emang kalau gak ada door prize, kamu pada enggak datang ke acara ini?”
Salah satunya menyahut, “Ya enggak datang Mun, ngapain dating, kan setiap hari juga ketemu. Sekarang ada door prize, aku datang siapa tahu dapat Mun.”
“Tapi ada juga lho para pemudik yang ketemunya kalau lagi halal bihalal saja kan?” Jawab Salamun.
“Ah siapa sih mereka itu Mun, mereka kan anak-anak kemarin sore. Mereka harusnya yang berkeliling mendatangi rumah-rumah kami yang lebih tua.”
“Betul itu, dulu saat muda, kami yang berkeliling Mun,” kata yang lain.
“Zaman sekarang memang salah kaprah ya kang,” sahut seseorang yang lain.
Salamun menanggapi, “Kayaknya sih maksud Pak Kasun, dengan halal bihalal bisa sekaligus ketemu dan saling memaafkan, lalu bersalaman. Tidak perlu waktu banyak .”.
Jojon menambah omongan Salamun, “Juga tidak perlu sedia makanan sendiri bro, di sini kan semua disediakan Kasun, ada door prize lagi.”
“Ah kamu Jon, otakmu isinya makanan melulu,” kata yang lain.
“Lah kamu, kepalamu isinya door prize doank,” balas Jojon.
Salamun tidak menanggapi lebih jauh, dia malah kasihan pada orang-orang didekatnya itu. Mereka harus meluruskan niatnya. Tidak elok kalau bersilaturahim dikalahkan oleh keinginan mendapat door prize dan makan-makan.
Hidup orang-orang ini seolah sudah dipenuhi dengan soal materi. Semua hal dikaitkan dengan materi.
“Ya jadi orang gak boleh semateriaistis itu lah. Acara seperti ini kan juga penting untuk…,” kata Salamun.
Belum selesai Salamun ngomong sudah dipotong lelaki kurus tinggi dengan mata melotot, “Apa maksudmu kami materialistis Mun? Jangan sok pintar kamu!”
“Emangnya hidup cukup dengan salam-salaman. Makan tuh gallon!” Kata lelaki lain berkulit gelap.
Lalu ada yang lain menimpali dengan nada tinggi, “Apalah kamu ini Salamun, hanya pedagang keliling air galon, enggak usah sok menasehati kami.”
“Okey maaf …,” kata Salamun tidak mau berpanjang lebar, apalagi dilihatnya beberapa orang di Balai Warga sudah mengarahkan pandang matanya ke arah mereka.
Salamun lalu tersadar siapa dirinya. Dalam hatinya dia berkata, Iya betul, aku yang hanya pengantar air minum dalam kemasan gallon. Siapalah aku?
Lelaki muda ini sadar banyak orang melihat dan menilai seseorang dari sisi luarnya, dari pekerjaannya, dari hartanya dan dari penampilannya saja, padahal tidak semua itu seperti yang tampak di mata.
Omongan orang-orang itu mengingatkan Salamun saat melamar wanita yang sekarang menjadi istrinya. Saat itu ada saja orang yang merendahkan kemampuannya menghidupi keluarga. Kata mereka, “Mau kamu kasih makan apa istrimu Mun, makan air galon?”
Salamun percaya rizki itu ada yang mengatur. Dia hanya perlu berusaha dan bekerja keras tanpa kenal lelah. Memiliki keyakinan kuat seperti itu, Salamun dengan gagah menikahi wanita pilihannya. Dia berjanji pada mertuanya akan memberi istrinya nafkah lahir dan batin yang halal. Dia yakin dalam harta yang halalakan ada berkah.
Dalam hati saat itu Salamun juga bertekad, orang boleh anggap aku orang tidak mampu, tapi aku punya hati, aku juga punya harga diri. Tekadku sederhana saja, membuat senyum istriku senantiasa terkembang. Nyatanya istri Salamun memang selalu tersenyum sumringah.
Sementara itu acara Dusun sudah dimulai dan sambutan-sambutan pun sudah berlangsung. Snack dan minuman sudah dibagikan. Tidak semua hadirin mengikuti acara dengan baik, ada yang ngobrol sendiri, ada yang bermain handphone dan banyak anak-anak berlarian kesana kemari.
Di tengah keramaian acara, pikiran Salamun sibuk bicara, semakin hari, orang semakin melihat orang lain dari harta benda yang dimilikinya.
Obrolan hatinya berlanjut dengan rasa prihatin, orang kampung ini sudah menghargai materi lebih tinggi dari silaturahim, perkawanan dan kekerabatan. Salamun berharap dalam hati, mudah-mudahan warga di kampungnya tidak separah yang dia bayangkan.
Dari jauh sayup-sayup terdengar suara ustaz sedang berceramah. Salamun tidak begitu perhatian dengan isinya, tetapi terdengar dengan jelas riuh tawa hadirin di setiap ustaz mengakhiri kalimat-kalimatnya.
Mendengar keriuhan itu muncul kekhwatiran di hati Salamun, jangan-jangan pulangnya nanti warga hanya membawa cerita lucu dan ketawa ketiwi. Bukan ilmu.
Acara bertambah riuh saat pembagian door prize. Lalu dilihatnya istrinya naik ke pentas untuk menerima door prize, tetapi kemudian dikembalikan ke Pak Kasun. Istrinya mematuhi perintahnya jika nanti menerima door prize apapun bentuknya, agar dikembalikan.
Salamun masih punya harga diri. Bansos yang seharusnya dia terima pun dia kembalikan. Dia merasa masih kuat dan sanggup berkeringat untuk mencari nafkah. Salamun menilai harga dirinya jauh lebih tinggi.
Purwokerto, 23 April 2024.
***
Judul: Salamun dan Harga Dirinya
Penulis: Sarkoro Doso Budiatmoko
Editor: JHK
Tentang Pengarang:
Sarkoro Doso Budiatmoko lahir di Purbalingga, Jawa Tengah dari pasangan almarhum Bapak dan Ibu Pranoto. Pendidikan formal hingga tingkat SLTA dijalaninya di kota kelahirannya ini, sedangkan pendidikan tinggi ditempuhnya di IPB, Bogor dan Iowa State University, Ames, Iowa, Amerika Serikat.
Pengalamannya menjalani berbagai penugasan selama bekerja di Perum Perhutani memperkaya wawasan dan pemikirannya yang sering dituangkan dalam tulisan. Topik tulisannya tidak terbatas pada latar belakang pendidikan dan pekerjaannya saja, tetapi juga menyangkut bidang ekonomi, sosial, politik, budaya, dan humaniora.
Atas dorongan Jumari Haryadi, Pemimpin Redaksi Pratama Media News, penulis pada 2023 mulai menulis cerita pendek (cerpen). Belasan cerpen sudah ditulis, antara lain berjudul: “Samsuri, Muazin yang Menghilang” lalu “Fadhil, Dunia ini Tak Seindah Rembulan” dan “Bram Terbelenggu Rasa”.
Sebagian dari tulisan-tulisannya telah dibukukan dengan judul: “NAH…mengambil makna dari hal-hal kecil”, diterbitkan oleh SIP Publishing, Purwokerto, 2021. Tulisan-tulisan lainnya juga sedang disiapkan untuk dibukukan, termasuk kumpulan cerita pendeknya.
Pengalaman, pergaulan, dan wawasannya bertambah luas semenjak menjalani profesi sebagai staf pengajar dari 2016 di Language Development Center (LDC), Universitas Muhammadiyah Purwokerto, UMP.
Penulis dikaruniai tiga orang anak dan beberapa cucu saat ini menetap di Purwokerto. Aktivitasnya, selain menulis dan mengajar, juga mengikuti berbagai seminar dan webinar, serta memenuhi undangan sebagai narasumber di beberapa event, termasuk dari RRI Pro-satu Purwokerto 14 Juli 2023 lalu.
***