ArtikelBerita Jabar NewsBJNOpini

Mayoritas SPPG Jabar Belum Layak Higinie: Menanti Koordinasi dan Aksi

BERITA JABAR NEWS (BJN), Kolom OPINI, Selasa (04/11/2025) ─ Artikel berjudul “Mayoritas SPPG Jabar Belum Layak Higinie: Menanti Koordinasi dan Aksi ini ditulis oleh Ina Agustiani, S.Pd. yang sehari-hari bekerja sebagai aktivis pendidikan dan pegiat literasi.

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) sudah meluas dari kota pusat sampai ke pelosok daerah. Oleh karena itu penanganan terhadap kualitas makanan harus tetap terjaga dan ada yang mengawasi.

Berdirilah 2.131 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Jabar dan SPPG harus berlomba memiliki Sertifikat Laik Higinie Sanitasi (SLHS), ini masih setengahnya dari target 4.600 SPPG. Masalahnya muncul, dari ribuan SPPG tersebut, baru 17 yang sudah memiliki sertifikat. Tentu ini menjadi PR besar bagi Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar) yang memberi batas waktu sampai 30 Oktober 2025 untuk mengurusnya karena ini akan jadi standar acuan kebersihan MBG.

Sarapan pagi
Ilustrasi: Sarapan pagi di sekolah – (Sumber: Arie/BJN)

Karena tidak ingin muncul lagi masalah negatif dalam MBG seperti keracunan, Sekretaris Daerah Jawa Barat (Sekda Jabar), Herman Suryatman turun tangan agar mempercepat proses mendapatkan sertifikatnya agar dipastikan Jabar mendukung program MBG, serta berkoordinasi dengan dinas terkait.

Berbeda dengan pernyataan Ketua Komisi IV DPRD Kota Bandung Iman Lestariyono melihat kasus keracunan yang banyak cara mendapatkan sertifikat harus sesuai prosedur tidak terlalu mudah, harus ada pengecekan secara berkala (rutin mulai dari kebersihan, waktu pengiriman makanan) dari Dinas Kesehatan (Dinkes) dan perizinan SPPG melalui Badan Gizi Nasional (BGN) sebelum beroperasi.

Jika dijumlah terdapat 99 persen SPPG belum memenuhi standar dan sanitasi layak. Sisi koordinasi antara pemangku jabatan tidak satu komando. Salah satu ingin cepat selesai, bagian yang lain masih tetap konsisten sesuai jalur.

Kebijakan Beraroma Bisnis

Program MBG di masa kepemimpinan Prabowo menjadi salah satu program unggulan yang diharapkan meningkatkan kualitas kesehatan anak-anak di sekolah tingkat dasar hingga menengah. Berkurangnya jumlah stunting serta perbaikan gizi sehingga kualitas kepintaran meningkat, itulah misi nasional dalam ketahanan pangan mengejar Indonesia Emas 2045.

Dengan banyaknya kasus keracunan, hampir semua daerah tampak fokus pada kuantitas, bukan kualitas, hanya branding 21 juta anak menerima manfaat MBG yang kuat terdengar. Desas desus ompreng terkontaminasi minyak babi, kandungan logam tinggi, tampaknya tak terlalu ditanggapi.

Berbagai kecaman muncul dari orang tua murid, maupun pihak sekolah agar MBG dicabut. Negara menanggapinya dengan janji yang samar. Bagaimana tidak tergiur, Rp 121 triliun digelontorkan pada 2025, dan meningkat menjadi Rp 335 triliun pada 2026 untuk proyek MBG. Prabowo menilai MBG adalah investasi terbaik yang akan meningkatkan kesehatan siswa, pelaku UMKM, petani, nelayan, peternak semua terlibat tak seperti rencana indah.

SPPG yang tersebar banyak yang berafiliasi dengan parpol dalam kelompok kekuasaan tertentu, tentu ini proyek besar. Begitulah dalam sistem kapitalis segelintir pihak mendapat manfaat, negara bermain-main dengan nyawa anak bangsa akibat banyaknya kasus keracunan, dan standar kebersihan maupun sanitasi belum bisa dipertanggungjawabkan secara meluas.

Pemimpin negeri ini menutup mata bahwa seharusnya bukan makan gratis tingkat keurgenan ini, tetapi sekolah gratis, kesehatan gratis yang paling utama dan harus bisa diperjuangkan. Begitulah MBG jadi program populis berdiri diatas kerja sama bisnis yang mengutamakan efisiensi biaya dan keuntungan jadi prioritas bukan keselamatan konsumen. Kapitalisme menjauhkan negara dari peran pentingnya sebagai pelayan rakyat, dan lebih memilih mengakomodasi kepentingan pemodal dan kontraktor daripada rakyat.

Sebagaimana diungkap oleh aktivis Iffah Ainur Rohmah, politik sekuler hari ini sarat dengan propaganda, pencitraan, dan proyek karitatif yang hanya menguntungkan elite dan pemodal. Program MBG dinilai sebagai quick win politik, bukan sebagai solusi jangka panjang untuk pemenuhan gizi anak bangsa.

Islam Memberi Pelayanan

Dalam Islam pemimpim adalah ra’in yaitu penggembala yang bertanggungjawab terhadap kesejahteraan rakyatnya. Rasul bersabda, “Pemimpin sebuah kaum adalah mereka yang melayani dan memberi minum mereka, juga menjadi orang terkahir yang minum”. (H.R. Abu Nu’aim). Artinya jabatan yang diemban bukan sebuah prestasi atau privilage melainkan amanah yang tanggung jawabnya sampai ke akhirat (surga dan neraka). Oleh karena itu, jika akarnya sudah faham, para pemimpin akan memprioritaskan rakyat bukan kepentingan pribadi dan keluarganya serta koleganya.

Pelayanan publik bukan ladang bisnis tetapi amanah yang dijalankan, begitupun pengawasan kebersihan dan kelayakan MBG dilakukan secara ketat karena dalam Islam masalah kebersihan sebagian dari keimanan.

Pemimpin dalam Islam hadir untuk menjadi garda terdepan rakyat, meri’ayah (mengayomi) bukan di’ayah (propaganda), maka solusi SPPG akan begitu mudah diselesaikan jika itu bersifat teknis, akuntabilitas yang dimiliki pemimpin akan dinilai oleh rakyat tetapi juga oleh Allah, itu yang tertanam dalam benak setiap pemimpin.

Mekanisme penjaminan kesejahteraan rakyat dilakukan dengan tata caranya, hal yang mendasar adalah mewajibkan para ayah dan suami bekerja mencari nafkah, negara menciptakan iklim yang kondusif dengan membuka lapangan kerja seluasnya Sehingga secara otomatis roda ekonomi berjalan di sektor riil.

Begitu pun sumber kekayaan alam ditetpkan sebagai milik rakyat, dan negara harus mengelola untuk kepentinga rakyat dengan baitulmal sebagai rumah dari segala pemasukan dan pengeluaran uang negara dari berbagai pos yang banyak meliputi pos fai, ganimah, anfal, kharaj, khumus, jizyah dan lainnya. Bisa dibayangkan dengan pemasukan besar dan dijalankan oleh orang yang amanah, itu sudah cukup untuk membiayai negara menjadi makmur dengan SDA melimpah ruah.

Kehidupan masyarakat penuh dengan nilai spriritual yang digabungkan dengan ilmu dunia, sungguh sangat ideal, dengan tingkat kebahagiaan yang meningkat. Islam kaaffah menjadikan anak-anak tuumbuh sehat, kuat, beriman kuat, serta makanan bergizi, pendidikan dan kesehatan terjangkau bahkan gratis, sistem yang bukan soal solusi spiritual tetapi juga sistematis, mudah untuk membangun peradaban.

Seperti dalam QS. Al-A’raf ayat 96 bagi mereka yang beriman, “Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, niscaya Kami akan membukakan untuk mereka berbagai keberkahan dari langit dan bumi.” (Ina Agustiani).

***

Judul: Mayoritas SPPG Jabar Belum Layak Higinie: Menanti Koordinasi dan Aksi
Penulis: Ina Agustiani, S.Pd.
Editor: JHK

Sekilas Penulis 

Ina Agustiani, S.Pd.
Ina Agustiani, S.Pd., penulis – (Sumber: Pratama Media News)

Ina Agustiani, S.Pd. adalah seorang penulis wanita yang aktif sebagai pendidik dan pegiat literasi di Jawa Barat. Beberapa tulisannya pernah dimuat di media massa online, di antaranya tulisan berjudul Putus Sekolah Putus Harapan: Jabar Tertinggi” yang dimuat di media online inijabar.com pada Rabu, 11 Oktober 2023.

Tulisan Ina Agustiani, S.Pd. lainnya berjudul “Derita Keluarga dan Pendidikan di Masa Pandemi” yang terbit di media online radarindonesianews.com pada 29 Desember 2020. Tulisan ini dibuat saat wabah Pandemi Covid-19 sedang melanda Indonesia. Kemudian tulisan berjudul “Merdeka Belajar, Tapi Tak Merdeka Kritik” yang terbit pada 10 November 2020 di media yang sama.

Kemudian tulisan tentang pendidikan berjudul “Saat Kisruh Zonasi Masih Mendominasi” terbit di Suara Muslimah Jabar pada 29 Juli 2023 dan tulisan berjudul “Sawang Sinawang Turunnya Kemiskinan di Jawa Barat” yang terbit di media online terasjabar.co pada 2 Agustus 2023.

Spread the love

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *