ArtikelBerita Jabar NewsBJNFeature

Memoar di Lorong Bank Mandiri: Sebuah Kisah Kecil tentang Pendidikan Perempuan Indonesia

BERITA JABAR NEWS (BJN), Rubrik OPINI, Minggu (12/10/2025) – Esai berjudul Memoar di Lorong Bank Mandiri: Sebuah Kisah Kecil tentang Pendidikan Perempuan Indonesiaini adalah karya Didin Kamayana Tulus yang merupakan seorang penulis/pengarang, penggiat buku, dan kini tinggal di Kota Cimahi, Provinsi Jawa Barat.

Selasa pagi, 7 Oktober 2025, langit Cimahi mendung tipis. Saya sedang menyeduh kopi ketika telepon dari Pak Jumari Haryadi masuk. Suaranya seperti biasa: hangat, penuh semangat. Ia seorang motivator yang tak pernah kehabisan ide. Kali ini, ia meminta saya berbagi pengalaman tentang menulis kreatif, khususnya memoar kepada sekelompok ibu-ibu yang sedang mengikuti pelatihan literasi. Tanpa pikir panjang, saya menyanggupi.

“Siap, Pak. Saya meluncur,” jawab saya sambil meneguk kopi yang belum sempat dingin.

Didin Tulus
Penulis saat sharing pengalaman menulis bersama para peserta pelatihan literasi di Nabone Café, Kota Cimahi pada Selasa, 7 Oktober 2025 – (Sumber: J.Haryadi/BJN)

Lokasinya cukup unik yaitu di Nabone Café, Jalan Raya Barat, Kota Cimahi yang terletak persis di samping Bank Mandiri Cimahi. Untuk masuk ke sana harus melalui sebuah lorong sempit. Saya tiba di Nabone Café sekitar pukul 13.00 WIB. Tempatnya bersih dengan kursi kayu yang sudah tersusun rapi, berjajar, dan sebuah papan tulis yang terpajang seadanya.

Setibanya di sana, saya langsung disambut senyum ramah ibu-ibu peserta pelatihan literasi. Usia mereka beragam, mulai dari usia sekitar 35 hingga 60 tahun. Beberapa mengenakan kerudung, sebagian lain berkacamata tebal. Namun, satu hal yang menyatukan mereka: semangat belajar yang menyala.

Saat saya datang, Pak Jumari sedang menyampaikan materinya. Beberapa saat kemudian saya diminta olehnya untuk berbagi ilmu dan pengalaman menulis. Saya pun langsung berdiri di depan mereka, tak membawa slide atau catatan. Hanya cerita.

Saya mulai dengan pertanyaan sederhana, “Ibu-ibu pernah menulis cerita hidup sendiri?”

Didin Tulus
Penulis saat sharing pengalaman menulis bersama para peserta pelatihan literasi di Nabone Café, Kota Cimahi pada Selasa, 7 Oktober 2025 – (Sumber: J.Haryadi/BJN)

Beberapa ibu-ibu terlihat mengangguk-anggukkan kepalanya malu-malu, sementara ibu yang lain tertawa kecil. Saya tahu, menulis memoar bukan perkara mudah karena dituntut keberanian untuk jujur, untuk membuka luka, dan untuk merangkai kenangan menjadi narasi yang bermakna.

Secara spontan saya mulai bercerita tentang pengalaman pertama saya menulis memoar. Bagaimana saya bingung memilih titik awal. Apakah dari masa kecil? Atau dari momen paling menyakitkan? Saya belajar bahwa menulis memoar bukan soal kronologi, tetapi soal emosi. Kita menulis bukan untuk mengingat, tetapi untuk memahami.

Lalu saya membagikan prinsip dari Jerry B. Jenkins, penulis buku “How to Write a Book: 13 Steps From a Bestselling Author”. Saya sampaikan dengan bahasa sederhana, “Ibu-ibu, kalau mau menulis, cari dulu tempat yang nyaman. Bisa di dapur, di teras, atau di lorong seperti ini. Yang penting, ibu merasa tenang.” Mereka tertawa, dan saya ikut tertawa.

Saya lanjutkan dengan pentingnya alat tulis, “Tak perlu laptop mahal. Buku tulis dan ballpoint pun cukup, tapi pastikan semua tersedia agar tidak terganggu.”

Beberapa ibu mulai mencatat. Saya senang melihat antusiasme itu. Saya juga bicara tentang ide besar.

“Kalau ibu mau menulis tentang masa kecil, pastikan ada benang merahnya. Misalnya, perjuangan ibu membesarkan anak sambil berjualan. Itu bisa jadi kisah yang menginspirasi,” ujar saya kepada mereka dan saya melihat mata mereka berbinar.

Saya jelaskan tentang membuat kerangka, mengatasi maraton tengah, dan pentingnya riset.

“Kalau ibu menulis tentang masa lalu, cari tahu juga tentang kondisi sosial saat itu. Misalnya, harga beras tahun 1980 atau kebijakan pemerintah yang memengaruhi kehidupan ibu,” kata saya mencoba memberi mereka inspirasi.

Mereka mengangguk, beberapa di antaranya ada yang mulai berani bertanya. Saya pun menjawab pertanyaan mereka sambil berusaha mengajak mereka untuk berani menulis. Adanya sesi tanya jawab ini membuat pelatihan literasi yang diselenggarakan oleh Yayasan Holistic Care Indonesia (YHCI) ini terasa hidup. Pendiri dan Ketua YHCI ini adalah dr. R.Adj. Irma Indriyani. Ia juga yang mendirikan Komunitas “Pendidikan Perempuan Indonesia” (PPI).

dr. R.Adj. Irma Indriyani
dr. R.Adj. Irma Indriyani (kiri) dan Bambang Purnomo, dua sosok pendiri Komunitas “Pendidikan Perempuan Indonesia” (PPI) – (Sumber: J.Haryadi/BJN)

Sesi sharing saya tutup dengan pesan penting, “Jangan takut menulis jelek. Tulis dulu, edit belakangan dan kalau sudah selesai, baca ulang, poles, dan buat akhir yang menggema.”

Saya juga mengutip kata-kata dari penulis terkenal dunia, Jenkins, “Editor bisa tahu dalam dua menit apakah tulisan kita layak dibaca.”

Ibu-ibu terdiam sejenak, lalu bertepuk tangan. Hati saya pun bergetar, ikut bahagia melihat begitu antusiasnya mereka mengikuti acara ini.

Sesi itu berlangsung sekitar satu jam. Tapi bagi saya, itu lebih dari sekadar berbagi. Itu adalah pertemuan dengan semangat yang tak pernah tua.

Di lorong sempit samping Bank Mandiri Cimahi, saya belajar bahwa menulis bukan hanya soal teknik, tetapi soal hati. Ibu-ibu itu dengan segala keterbatasan, telah mengajarkan saya tentang keberanian untuk menulis hidup sendiri.

Saya pulang dengan hati hangat. Memoar hari itu akan saya simpan, bukan di buku, tetapi dalam jiwa. Sesuatu yang akan selalu terkenang sepanjang masa. (Didin Tulus).

***

Judul: Memoar di Lorong Bank Mandiri: Sebuah Kisah Kecil tentang Pendidikan Perempuan Indonesia
Penulis: Didin Tulus, sang Petualang Pameran Buku
Editor: Jumari Haryadi

Sekilas Info Penulis

Didin Tulus lahir di Bandung pada 14 Maret 1977. Ia menghabiskan masa kecilnya di Pangandaran, tempat ia menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah pertama. Kemudian, ia melanjutkan pendidikan menengah atas di SMA YAS Bandung.

Didin Tulus
Didin Tulus, penulis dan pegiat literasi – (Sumber: BJN)

Setelah lulus SMA, Didin Tulus melanjutkan pendidikannya di Universitas Islam Nusantara (Uninus) Fakultas Hukum. Selain itu, ia juga menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung, jurusan Seni Rupa.

Aktifitas dan Karir

Didin Tulus memiliki pengalaman yang luas di bidang penerbitan dan kesenian. Ia pernah menjadi marketing pameran di berbagai penerbit dan mengikuti pameran dari kota ke kota selama berbulan-bulan. Saat ini, ia bekerja sebagai editor di sebuah penerbitan independen.

Pengalaman Internasional

Didin Tulus beberapa kali diundang ke Kuala Lumpur untuk urusan penerbitan, pembacaan sastra, dan puisi. Pengalaman ini memperluas wawasannya dan membuka peluang untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan komunitas sastra internasional.

Kegiatan Saat Ini

Saat ini, Didin Tulus tinggal di kota Cimahi dan aktif dalam membangun literasi di kotanya. Ia berkomitmen untuk meningkatkan kesadaran dan apresiasi masyarakat terhadap kesenian dan sastra.

Dengan latar belakang pendidikan dan pengalaman yang luas, Didin Tulus telah membuktikan dirinya sebagai seorang yang berdedikasi dan berprestasi di bidang kesenian dan penerbitan.

***

Spread the love

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *