Indonesia Merdeka: Merajut Kain Keadilan Sosial yang Terkoyak
BERITA JABAR NEWS (BJN) – Kolom OPINI, Minggu (17/08/2025) – Artikel berjudul “Indonesia Merdeka: Merajut Kain Keadilan Sosial yang Terkoyak” ini ditulis oleh Fuadi yang sehari-harinya bekerja sebagai dosen Universitas Pamulang (UNPAM), Serang, Provinsi Banten.
Judul yang dipilih ini bukan sekadar rangkaian kata, melainkan tantangan sekaligus janji yang masih menggantung di cakrawala republik kita. Setelah 80 tahun berlalu sejak proklamasi, gema “merdeka” masih harus beresonansi lebih dalam, menembus lapis-lapis ketidakadilan yang mengakar, mengubah kemerdekaan politik menjadi kemerdekaan hakiki: kebebasan dari ketakutan, kebebasan dari kemiskinan, dan kebebasan untuk mencapai potensi tertinggi setiap warga negara.
Kemerdekaan sejati baru akan terasa ketika keadilan sosial bukan lagi mimpi di siang bolong, melainkan fondasi nyata tempat kita berpijak. Realitas hari ini menunjukkan bahwa jalan menuju keadilan sosial itu masih terjal dan berliku.

Kita menyaksikan paradoks yang memilukan: kekayaan sumber daya alam melimpah ruah, tetapi jurang kesenjangan ekonomi menganga lebar. Pembangunan kerap terkonsentrasi di pusat-pusat pertumbuhan, sementara daerah pinggiran dan pedesaan masih berjuang untuk akses dasar seperti air bersih, listrik yang stabil, dan infrastruktur memadai.
Anak-anak di pelosok negeri harus bersusah payah mengejar mimpi karena ketiadaan sekolah yang layak atau guru yang memadai, sementara anak-anak di kota menikmati fasilitas lengkap. Ketimpangan ini bukan hanya soal angka statistik; ia adalah luka sosial yang menggerogoti rasa persatuan dan kesatuan.
Membangun keadilan sosial adalah tugas kolektif yang tak mungkin dipikul oleh pemerintah semata. Esensi “bersama” dalam judul itu menuntut kesadaran dan partisipasi aktif seluruh elemen bangsa.
Pemerintah memegang kendali kebijakan dan anggaran, bertanggung jawab menciptakan regulasi yang pro-rakyat kecil, memberantas korupsi yang menggerogoti dana publik, dan memastikan distribusi sumber daya yang adil dan merata.
Namun, peran swasta sama krusialnya. Dunia usaha tidak hanya mencari keuntungan, tetapi juga memiliki tanggung jawab sosial untuk menciptakan lapangan kerja yang layak, membayar pajak secara jujur, dan berinvestasi pada pengembangan masyarakat sekitar.

Gotong royong modern mensyaratkan kolaborasi yang sinergis antar sektor, mengubah kompetisi menjadi kerja sama untuk kesejahteraan bersama.
Keadilan sosial juga sangat bergantung pada penegakan hukum yang tegas, adil, dan tidak pandang bulu. Rasa keadilan masyarakat terusik ketika melihat ketimpangan dalam penanganan kasus, di mana yang kecil mudah dihukum sementara yang berkuasa atau bermodal besar seolah kebal hukum.
Ketidakpastian hukum dan ketiadaan kepastian berusaha bagi kelompok kecil dan menengah menjadi penghambat mobilitas sosial. Untuk itu, reformasi birokrasi dan aparat penegak hukum yang berintegritas, transparan, dan akuntabel mutlak diperlukan. Hukum harus menjadi pelindung bagi yang lemah dan penjaga keadilan bagi semua, bukan alat bagi yang kuat untuk mempertahankan status quo yang timpang.
Pendidikan berkualitas dan merata adalah senjata paling ampuh untuk memutus rantai ketidakadilan sosial. Sistem pendidikan kita harus menjadi elevator sosial, memberikan kesempatan yang sama bagi setiap anak Indonesia, di mana pun dia lahir dan dari latar belakang apa pun, untuk mengembangkan bakat dan mencapai cita-citanya.
Ini berarti investasi besar-besaran tidak hanya pada infrastruktur sekolah di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T), tetapi juga pada peningkatan kualitas guru, kurikulum yang relevan dengan kebutuhan zaman, dan beasiswa yang menjangkau mereka yang benar-benar membutuhkan. Pendidikan harus menanamkan bukan hanya pengetahuan teknis, tetapi juga nilai-nilai keadilan, toleransi, dan tanggung jawab sosial.
Di bidang ekonomi, membangun keadilan sosial berarti memberdayakan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang merupakan tulang punggung perekonomian dan penyerap tenaga kerja terbesar. Mereka kerap terbentur akses modal, teknologi, pemasaran, dan persaingan tidak sehat dengan pemain besar.
Kebijakan afirmatif, kemudahan perizinan, pendampingan berkelanjutan, dan perlindungan pasar yang adil adalah kunci mengangkat harkat hidup jutaan pelaku UMKM. Demikian pula, reformasi agraria yang sungguh-sungguh dan redistribusi lahan untuk petani gurem adalah langkah konkret mengoreksi ketimpangan struktural di pedesaan yang telah berlangsung puluhan tahun.
Keadilan sosial berarti memastikan mereka yang mengolah bumi negeri ini juga menikmati hasilnya secara layak. Keadilan sosial juga mencakup akses terhadap kesehatan yang terjangkau dan berkualitas. Tidak ada yang lebih mendasar dari hak untuk hidup sehat.
Sistem Jaminan Sosial Nasional (JKN) melalui BPJS Kesehatan adalah terobosan penting. Namun, tantangan implementasi, seperti keterbatasan fasilitas kesehatan di daerah, kualitas layanan yang beragam, dan keberlanjutan pendanaan, masih perlu terus diperjuangkan.
Keadilan sosial dalam kesehatan berarti setiap orang, dari Sabang sampai Merauke, dari keluarga miskin hingga kelas menengah, mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu tanpa harus jatuh miskin karenanya. Ini adalah investasi pada modal manusia Indonesia yang produktif.
Membangun keadilan sosial juga berarti menghadirkan keadilan lingkungan. Kerusakan lingkungan dan dampak perubahan iklim seringkali paling keras dirasakan oleh masyarakat miskin dan rentan di pesisir atau pedesaan, yang mata pencahariannya bergantung langsung pada alam. Sementara, eksploitasi sumber daya alam kerap menguntungkan segelintir pihak dengan biaya lingkungan yang ditanggung bersama.
Pembangunan berkelanjutan yang memprioritaskan kelestarian ekosistem dan keadilan antargenerasi adalah keharusan. Masyarakat adat dan lokal harus diakui dan dilindungi hak-haknya atas tanah dan sumber daya alam leluhur mereka, serta dilibatkan secara bermakna dalam pengelolaannya. Keadilan sosial dan keadilan ekologi adalah dua sisi mata uang yang sama.
Peran serta aktif masyarakat sipil, termasuk organisasi non-pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, akademisi, media, dan kelompok pemuda, sangat vital sebagai pengawas kebijakan, penyampai aspirasi akar rumput, dan inisiator gerakan perubahan. Mereka adalah pilar demokrasi yang menjaga agar semangat keadilan sosial tetap hidup dan menjadi agenda bersama.
Media memiliki peran strategis dalam mengedukasi publik, membingkai isu secara adil, dan memberikan ruang bagi suara-suara yang kerap terpinggirkan. Gerakan sosial yang konstruktif adalah oksigen bagi demokrasi yang sehat dan penuntut akuntabilitas.
Generasi muda Indonesia memegang kunci penting dalam mewujudkan cita-cita keadilan sosial ini. Dengan energi, kreativitas, keterampilan digital, dan idealisme yang menyala, mereka memiliki potensi menjadi agen perubahan yang tangguh. Mereka harus didorong untuk tidak apatis, tetapi terlibat aktif dalam proses sosial politik, membangun wirausaha sosial, mengadvokasi isu-isu keadilan, dan mengawal kebijakan publik.
Pendidikan kewarganegaraan dan kesadaran sejarah harus membekali mereka dengan pemahaman mendalam tentang perjuangan bangsa dan tanggung jawab untuk melanjutkan estafet pembangunan yang lebih adil. Masa depan keadilan sosial ada di tangan mereka yang berpikir kritis dan berani bertindak.
“Bersama Membangun Keadilan Sosial untuk Semua” adalah panggilan jiwa bagi seluruh anak bangsa. Ini adalah proyek besar yang membutuhkan konsistensi, keberanian, dan komitmen tanpa henti. Kita harus terus-menerus mengevaluasi kebijakan, mengoreksi ketimpangan yang muncul, dan memperkuat solidaritas sosial di tengah keberagaman.
Tidak ada ruang untuk sikap apatis atau saling menyalahkan. Setiap langkah kecil, dari membayar pajak dengan jujur, menghargai hak pekerja, mendukung produk lokal, hingga terlibat dalam kegiatan sosial, adalah kontribusi nyata menuju cita-cita bersama.
Kemerdekaan Indonesia akan menemukan makna terdalamnya bukan hanya dalam upacara bendera, melainkan ketika setiap warga negara merasakan keadilan itu nyata dalam kehidupannya: ketika petani sejahtera, buruh dihargai, anak-anak mendapat pendidikan terbaik, orang sakit ditangani dengan layak, dan setiap orang memiliki kesempatan yang adil untuk maju. Mewujudkan keadilan sosial untuk semua adalah perjuangan memaknai ulang dan menghidupkan kembali semangat kemerdekaan itu sendiri.
Mari kita jadikan tekad “Bersama” itu sebagai kekuatan nyata untuk merajut kembali kain keadilan sosial yang masih terkoyak, menjadikan Indonesia bukan hanya merdeka secara politik, tetapi benar-benar merdeka dalam keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya. Inilah kemerdekaan sejati yang menjadi hakikat cita-cita luhur para pendiri bangsa. (Fuadi)
***
Judul: Indonesia Merdeka: Merajut Kain Keadilan Sosial yang Terkoyak
Penulis: Fuadi
Editor: JHK