Kandang Era Digital: Deden, Gen Z yang Membuktikan Beternak Itu Keren
BERITA JABAR NEWS (BJN) ─ Rubrik OPINI, Selasa (13/05/2025) ─ Artikel bertajuk “Kandang Era Digital: Deden, Gen Z yang Membuktikan Beternak Itu Keren” ini adalah karya tulis Febri Satria Yazid, seorang pengusaha, penulis, dan pemerhati sosial yang tinggal di Kota Cimahi, Provinsi Jawa Barat.
Wawancara bersama Nurarapi Periyansyah, peternak muda jebolan SMK yang sukses membalik stigma peternakan.
“Dulu banyak yang bilang kerja di kandang itu kotor. Tapi dari kandang, saya belajar kemandirian, tanggung jawab, dan bahkan bisa bantu orang lain.” Kalimat pembuka itu meluncur mantap dari bibir Nurarapi Periyansyah (22), atau akrab disapa Deden oleh keluarga dan teman-temannya.

Lulusan SMK Merdeka Bandung jurusan Teknik Permesinan tahun 2021 ini telah memilih jalan hidup yang tak biasa: beternak. Di tengah arus generasi muda yang berlomba merantau, bekerja kantoran, atau menekuni dunia digital, Deden justru kembali ke kandangsecara harfiah. Bertani, beternak, dan menghidupkan desa.
Kini Deden aktif mengelola kandang kambing dan sapi miliknya sendiri di kawasan Pasir Impun, Kabupaten Bandung. Namun, jangan bayangkan kandang yang seadanya. Dengan pendekatan kekinian, Deden memadukan metode tradisional dengan teknologi digital, dari pencatatan pertumbuhan ternak hingga pemasaran melalui WhatsApp dan media sosial lainnya (instagram @nurarapi27).
“Saya lihat peternakan itu peluang besar. Asal dikelola serius dan kreatif, dari kandang pun kita bisa hidup layak, bahkan sejahtera,” ujar Deden sambil memperlihatkan kandang semi-modernnya yang bersih dan tertata rapi.
Berawal dari Cinta Masa Kecil
Ketertarikan Deden pada dunia peternakan bukan datang tiba-tiba. Sudah sejak usia tujuh tahun, ia kerap menemani sang kakek mencari rumput, merawat kambing, dan sesekali mengantar pesanan ke pelanggan. Dari kebiasaan itulah tumbuh kecintaan yang mendalam terhadap dunia ternak.

Saat duduk di bangku SMK, Deden mulai menyisihkan uang jajannya untuk membeli seekor kambing betina. Dirawat sendiri sepulang sekolah, dicari makanannya, dibersihkan kandangnya, hingga akhirnya kambing itu beranak. Dari penjualan anak kambing, ia membeli sapi pertamanya saat kelas tiga. Semua berproses, dari nol.
“Saya belajar bahwa merawat hewan itu melatih tanggung jawab. Nggak bisa malas, nggak bisa setengah-setengah,” kata Deden.
Dari Kambing ke Sapi
Selepas lulus SMK, Deden memilih fokus penuh ke peternakan. Ia tak tertarik kerja kantoran. Namun, apa yang ia lihat adalah bagaimana ternak bisa menjadi sumber penghidupan yang mandiri dan berkelanjutan.
“Sapi pertama saya beli dari hasil menjual beberapa anak kambing. Sejak itu saya makin serius,” jelas Deden.
Dengan modal nekat, tekad baja, dan ilmu yang ia kumpulkan dari berbagai pelatihan, termasuk Program Petani Milenial tahun 2022 yang diselenggarakan pemerintah, usahanya perlahan berkembang. Deden kini memiliki belasan kambing dan beberapa ekor sapi. Jelang Idul Adha 1446 H pada Juni 2025, ia tengah bersiap menghadapi lonjakan permintaan hewan qurban.
“Musim qurban seperti ini peluang besar buat kami para peternak,” kata Deden optimis.
Meretas Stigma “Jadul”
Deden paham bahwa tak mudah menarik minat anak muda ke dunia peternakan. Masih banyak yang menganggap pekerjaan ini kuno, kotor, dan tidak menjanjikan. Namun bagi Deden, peternakan justru sarat nilai dari ketekunan, kedisiplinan, hingga keberlanjutan.
Deden pun mencoba mengubah citra peternak dengan pendekatan digital. Melalui akun TikTok dan status WhatsApp, Deden membagikan aktivitas hariannya dari memberi pakan, merawat kandang, hingga berinteraksi dengan hewan peliharaannya.
“Ada yang kaget, ‘Serius ini kandang kamu?’ Saya bilang, iya, dan saya bangga,” kata Deden sambil tertawa.
Tak hanya itu, Deden juga membagikan konten edukatif. Misalnya, bagaimana mengenali gejala sapi sakit, atau cara sederhana membuat pakan fermentasi. Akunnya mulai dikenal di kalangan anak muda, terutama mereka yang mulai tertarik menggeluti dunia peternakan.
Kontribusi Bagi Masyarakat
Bagi Deden, peternakan bukan hanya soal cuan. Ada nilai lebih yang ingin ia perjuangkan: ketahanan pangan dan pemberdayaan.
“Sekarang saya sudah bisa ngajak dua teman kerja bareng di kandang. Saya juga pengen nanti buka pelatihan kecil-kecilan buat siswa SMK, biar mereka lihat langsung bahwa peternakan itu bisa menjanjikan,” ujar Deden.
Cita-cita Deden tidak kecil. Ia ingin memperluas usaha ke sapi perah, kambing, dan unggas. Bahkan, ia bercita-cita memiliki sapi jumbo yang layak ikut kontes nasional. Di sisi lain, ia berharap bisa membuka lapangan kerja yang lebih luas bagi masyarakat sekitar.
“Saya ingin bisnis ini bukan hanya untuk saya, tapi juga bisa bermanfaat buat banyak orang.”
Dukungan Keluarga dan Calon Pendamping Hidup
Keberhasilan Deden tentu tak lepas dari dukungan orang-orang terdekat. Orang tua, sahabat, hingga kekasih hatinya yang kini turut aktif mendampingibahkan membantu membuat konten-konten menarik di media sosial.
“Kami sepakat, setelah menikah nanti, usaha ini harus naik kelas. Kami ingin membangun peternakan skala besar yang modern dan bisa bersaing secara nasional,” ungkap Deden.

Pesan untuk Generasi Z
Di akhir wawancara, Deden menyampaikan pesan yang menyentuh bagi rekan-rekan sebayanya, “Jangan malu kerja di kandang. Lebih baik kotor dan gagal, daripada nggak nyoba sama sekali. Dunia peternakan itu besar banget. Dari situ kita belajar kerja keras, sabar, dan konsisten. Kita ini generasi digital, ayo jadikan kandang sebagai ladang inovasi.”
Deden adalah wajah baru peternakan Indonesiamuda, cerdas, tangguh, dan visioner. Di tengah ancaman krisis pangan global, anak-anak muda seperti Deden adalah harapan. Dari kandang kecil di pelosok Bandung, ia menyalakan obor perubahan. Bukan dengan kata-kata kosong, tapi lewat aksi nyata. (F.S.Y./BJN).
***
Judul: Kandang Era Digital: Deden, Gen Z yang Membuktikan Beternak Itu Keren
Penulis: Febri Satria Yazid, pemerhati sosial.
Editor: Jumari Haryadi